Masukan nama pengguna
Pagi itu semua tampak ceria, mentari terbit menampakkan sinarnya kicau burung bernyanyi menambah semarak suasana. Itulah juga gambaran hati Maria, sejak pagi buta dia sudah bangun mandi membersihkan diri. Apalagi dirinya sudah ditunggu beberapa orang yang make up untuk mendandani sebagai ratu sehari. Tidak lama make up sudah hampir selesai, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan pakaian pengantin yang telah disiapkan.
Tidak hanya Maria sang calon raja Rendi juga melakukan hal yang sama. Hari yang begitu dinantikan akhirnya datang juga. Sebetulnya mereka belum kenal lama, karena perjumpaan di kereta api. Kemudian berlanjut menjadi hubungan dan mengikat janji suci.
"Aduh cantik sekali pengantinnya, sampai terpesona," kata Bibiku.
"Ah bibi bisa saja, jadi malu," jawab Maria
"Benaran kok Maria, tapi ingat sarapan dulu sudah bibi siapkan makanan kesukaanmu," kata bibi sambil membawa nampan berisi nasi yang lengkap dengan sayur dan lauk pauknya.
"Oh ya untuk mba-mba dari WO juga sudah disiapkan di ruang makan ya," kata Bibi mempersilakan.
"Duh kok belum lapar ya, Bi," jawab Maria.
"Namanya juga jadi pengantin lagi bahagia-bahagianya jadi tidak lapar, sini bibi suapin biar tidak ada alasan lagi," kata Bibi sambil menyuapi Maria.
Benar saja walau dengan malu-malu akhirnya Maria mau makan juga. Selesai makan Maria segera menyelesaikan makeupnya.
Pukul 09.00 adalah jadwal akad nikah dari penghulu. Pak Penghulu sudah siap, sang pengantin dan keluarga dari kedua mempelai sudah datang untuk mehadiri acara sakral itu.
Sah ... sah ...sah suara dengan tegas dan jelas menandakan acara ijab kabul berjalan dengan lancar.
Acara dilanjutkan dengan serangkaian upacara adat jawa, dari acara panggih, balangan sirih, kacar-kucur dan dulangan.
Dari semua tradisi yang terlaksana tidak setiap orang berkenan melaksanakan. Setelah itu dilanjutkan acara resepsi, banyak tamu undangan yang berdatangan.
Tampak berbahagia di pelaminan sepasang pengantin baru tidak lepas senyum manis dibibir mereka .Namun itu tidak berlangsung lama, tiba-tiba datang mobil polisi beserta beberapa orang polisis bersenjata lengkap.
Semua tamu mengira itu adalah tamu undangan. Ternyata mereka merupakan tamu yang tidak diundangan dan memberikan kejutan.
Seluruh polisi tampak mengepung rumah itu dengan senjatanya membuat orang bertanya-tanya ada apakah gerangan. Seorang yang bertugas sebagai komandan pasukan menuju ke pelaminan.
"Mohon saudara Rudi saya tangkap dengan kasus pengedar narkoba," kata polisi itu dengan tiba-tiba dan memborgol tangan Rendi.
"Bukan ini bukan Rudi Pak, ini suami saya Rendi," kata Maria menyakinkan polisi.
"Maaf Bu, memang namanya berbeda tapi foto dan identitas sesuai," jawab polisi dengan tegas.
Melihat itu Maria menangis seakan tidak percaya. Baru saja dia berbahagia dengan pernikahannya, mengapa kini harus begini hanya seperti mimpi.
"Rudi merupakan buronan yang sudah lama kami cari, dia merupakan bandar narkoba," kata Polisi.
Suasana menjadi gaduh saat tiba-tiba Rudi melawan dan ingin melarikan diri. Dia tidak tahu kalau saat ini sudah dikepung.
Dor... dor ... membuat suasana siang itu semakin tegang
" Saudara Rudi anda sudah dikepung, jangan coba-coba melarikan diri," kata polisi.
Rudi sudah berusaha mengelak dan akan melarikan diri namun sudah tak mampu lagi. Melihat hal Maria hanya bisa menangis, rasa kecewa dan malu menjadi satu. Lama-lama tubuh yang kokoh berdiri itu tumbang juga.
"Maria ...maria ," teriak ibunya melihat putrinya pingsan.
Pesta yang seharusnya membahagiakan berubah menjadi tragedi tak terlupakan. Rasa kasihan dan penasaran para tetangga melihat sang pengantin pria diborgol dan ditangkap polisi.
Setelah Polisi pergi, kini tinggal para tetangga yang pamit undur diri sambil mengucapkan ikut bersedih dengan semua yang terjadi. Beberapa hari setelah tragedi yang menegangkan itu terjadi. Maria masih linglung dan menyendiri.
"Sudahlah, jangan kau tangisi lagi suami macam itu, besok kamu tinggal minta cerai saja untung belum jauh perjalanan rumah tangga kalian," kata Bapak.
"Iya Maria, jalanmu masih panjang jangan bersedih terus ya, benar kata bapakmu lupakan dia, lepaskan," kata Ibu.
Maria hanya bisa diam dan tampak berpikir dengan perkataan kedua orang tua dan saudara-saudaranya yang menyarankan bercerai dengan Rudi.
Tanpa sepengatahuan Maria, bapaknya pergi ke rutan menemui Rudi.
"Rudi, bapak mohon kamu segera bercerai dengan Maria. Jangan seret dia dalam masalah kejahatanmu, cukup dia dibuat malu oleh tindakanmu," kata Bapak.
"Iya saya tahu dan meminta maaf, tapi sungguh Pak saya mencintai Maria dengan setulus hati saya, beri saya kesempatan lagi saya mohon," jawan Rudi menghiba.
"Tidak! cukup kau sudah membuat hati anakku sakit dan menderita seperti itu, jangan kau tambah lagi!" jawab Bapak dengan tegas.
"Baiklah kalau begitu, kalau memang Maria menginginkan perceraian biar dia datang sendiri menemui saya," kata Rudi.
"Baik akan saya bawa Maria kesini," jawab bapak.
Beberapa hari kemudian benar saja Maria dan bapaknya menemui Rudi di Rutan. Melihat Maria datang dengan wajah yang sedih dan penuh luka hati Rudi terasa perih, dia yang telah menoreh luka pada istrinya itu.
"Rudi, kutepati janjiku kubawa Maria ke sini sekarang saatnya kau tepati janjimu," kata bapak tidak mau panjang lebar.
"Baik, Pak saya minta waktu sebentar untuk bicara dengan Maria," pinta Rudi.
Maria hanya duduk terdiam saja, kelu rasanya bibir ini untuk membuka pembicaraan sakit di hatinya terlalu dalam.
"Maria maafkan aku, tolong beri aku kesempatan, kamu maukan menungguku," pinta Rudi dengan sangat.
Maria menghela napas panjang, dia tak sanggup melihat Rudi laki-laki yang pernah begitu dicintainya itu dan pembohong serta penjahat.
"Maaf Mas tak bisa, aku minta cerai darimu sekarang juga!" tegas Maria dengan menampakkan amarahnya.
"Baiklah kalau itu maumu," kata Rudi. Menghela nafas panjang dan kemudian "Saya ceraikan Maria dengan talak tiga," kata Rudi dengan tegas disertai linangan air mata.
Mendengar hal itu Maria menahan semua air mata yang akan jatuh.
"Terima kasih, Mas," kata Maria dan pergi tanpa menoleh ke belakang lagi.
Setelah itu Maria segera mengurus perceraiannya, penikahan yang seumur jagung itu usai sudah karena sebuah kebohongan. Beberapa bulan Maria tampak masih menata hati tidak tahu harus melangkah lagi dengan status janda merupakan hal terberat dia dalam menjalani hari-harinya.
Trauma pada pernikahan sebelumnya yang kandas begitu saja dia merasa kecewa dibohongi dan dipermalukan.
Dengan tekad bulat dia memutuskan merantau pergi ke luar kota mencari pekerjaan. Dia ingin membuka lembaran baru dan mengobati luk di hatinya. Dibantu kakaknya akhirnya dia bisa bekerja di perusahaan sebagai operator.
Kesibukan pekerjaan membuat dia lupa akan luka di hatinya. Dia memang pekerja keras dan rajin. Kalau ada jam lembur dia akan benar-benar manfaatkan. Maria benar-benar menggunakan waktu dan tenaganya untuk bekerja dan bekerja.
Tak lupa dia mengirimkan uang hasil jerih payahnya kepada kedua orng tuanya untuk memperbaiki rumahnya di kampung. Bertahun-tahun Maria tidak pulang, dia tidak ingin membuka luka lama.
Namun kali ini dia harus pulang ibunya sakit dan sangat ingin bertemu dengannya. Mendengar hal itu Maria akhirnya pulang, dia tidak tega dan ingin segera menemui ibunya.
Sampai di kampung halamanny hari masih pagi buta, dia tampak asing melihat rumahnya yang sudah direnovasi. Segera dia ingin berjumpa ibunya, dia tahu ibunya begitu memikirkan dirinya.
"Bu, maafkan Maria sudah bikin ibu sakit begini, ini aku sudah pulang ibu sehat ya?" kata Maria sambil menangis melihat ibunya yang kurus dan tampak pucat.
"Maria ini benar kamu, sudah pulang," kata Ibu dengan senyum bahagia.
"Iya Bu, ini Maria, ibu harus sehat makan ya dan minum obatnya biar lekas sembuh," kata Maria.
Setelah kedatangan Maria ibu berangsur sehat, dengan telaten dia merawat sang ibu. Semua keluarga senang akhirnya Maria pulang dan Ibunya sehat kembali.
Setelah dirasa cukup Maria pamit kepada bapak dan ibunya untu kembali bekerja. Dengan bekerja seakan menjadi obatbagi semua luk di hatinya.
Di usianya yang tidak lagi muda tidak sedikit pria yang mendekati, namun entah mengapa Maria lebih memilih sendiri saja. Dia sudah nyaman dengan kesendirian.