Masukan nama pengguna
Malam itu terasa aneh, terdengar suara bunyi kentongan yang bertalu-talu seakan ada kejadian tak sewajarnya yang terjadi malam itu. Hingga banyak orang yang keluar dan saling bertanya ada kejadian apa di kampung. Benar saja tampak beberapa orang pemuda lewat di depan rumah mengabarkan ada kejadian yang baru saja terjadi yaitu kejadian bunuh diri dengan gantung diri.
"Siapa itu yang bunuh diri Mas Dio?" tanya Wati penasaran.
"Itu Mas Gilang anaknya Pak Pur," jawab Dio dengan sopan.
"Terus sekarang bagaimana, kondisinya," tanya Wati lagi.
"Sedang menunggu polisi datang, kami semua belum berani mendekat takut kesalahan, takut juga sih sebenarnya," jawab Dio tampak ketakutan.
"Dimana kejadiannya,Mas Dio itu, kok bisa juga ya?" tanya Wati.
"Duh, satu-satu tanyanya kan susah jawabnya," jawab Dio.
"Iya iya habis bikin penasaran banget, sih!," kata Wati.
"Begini Wati kejadiaannya di rumah kosong milik Pak Joni, kok bisa terjadi ya mungkin Mas Gilang memang sudah merencanakannya," kata Dio.
"Emang waktu kejadian tidak ada orang lainkah?" tanya Wati lagi dengan penasaran.
"Iya tidak ada orang cuma Mas Gilang, yang lain di suruh sama Mas Gilang beli mie ayam, nah kembali dari beli mie ayam tahu-tahu Mas Gilang sudah gantung diri," jelas Dio.
"Ya Allah kenapa juga bunuh diri, kok sempit banget jalan pikirannya, ada masalah apa gitu?" kata Wati lagi.
"Sejauh ini belum tahu, sedang di telusuri, ini polisi sudah datang dan sedang memeriksa jenazah apakah memang murni bunuh diri ataukah karena sebab lain," kata Dio lagi.
"Kasiha Mas Gilang, baru kemarin aku ketemu biasa saja tidak ada tanda-tanda ke arah situ masih ngobrol biasa waktu ke warungku," kata Wati lagi.
"Sudah ya, aku tinggal dulu nanti setelah pemeriksaan polisi jenazah akan di bawa ke rumahnya duka," kata Dio.
Setelah itu Dio bergegas menuju rumah tempat kejadian, benar saja pemeriksaan sudah selesai. Kemudian jenazah akan dibawa dengan tandu ke rumah duka digotong oleh beberapa orang secara bergantian.
Malam itu terasa dingin dan mencekam, ditambah rintik hujan semakin membuat hati miris. Sesampainya di rumah duka di sambut dengan isak tangis anggota keluarga. Mereka tidak mengira Gilang akan menempuh jalan seperti ini, karena memang Gilang terkenal anak yang pendiam.
Bu Rohayati sebagai ibu dari Gilang pingsan saat jenazah tiba. Semua tetangga dan saudara segera membantu, malam itu banyak orang kampung berdatangan memastikan kejadian. Saat akan memasuki kamar Gilang, ternyata kamar di kunci, untuk itu kemudian kamar di dobrak.
Tak disangka di dalam kamar Gilang terdapat tulisan dan sepucuk surat cinta. Dalam surat itu ternyata Gilang menyukai si kembang desa bernama Desi, namun cintanya bertepuk sebelah tangan. Tidak hanya surat cinta, ternyata Gilang benar-benar terobsesi dengan Desi bahkan di seluruh dinding kamar berisi ungkapan perasaan Gilang kepada Desi.
Memang Gilang dan Desi merupakan teman semenjak kecil. Tapi kelurga tersebut bisa dibilang kurang akur dan terlibat perseteruan. Keluarga Gilang kelurga kaya dan terpandang, sedang Desi berasal dari keluarga sederhana. Melihat Gilang menaruh perhatian kepada Desi, ibunya marah dan melarangnya.
Di lain pihak Desi yang merupakan kembang desa, tidak hanya cantik tapi juga pandai. Dia mempunyai cita-cita ingin kuliah dan menjadi sarjana. Beasiswa pendidikan juga dia dapatkan sehingga Desi fokus dengan belajarnya. Tidak begitu merespon walau banyak pemuda yang berusaha mendekati.
Begitupun nasib Gilang, Desi tidak meresponnya juga, hingga tragedipun terjadi.Mengetahui penyebab kematian Gilang karena cintanya ditolak Desi, membuat keluarganya tidak terima. Desi disebut sebagai penyebab dan pembunuh Gilang.
Setelah keesokan harinya jenazah di makamkan, semua keluarga masih bersedih dengan kematian Gilang. Sejak saat itu keluarga Gilang begitu membenci Desi dan keluarganya.
Desi merasa bingung dengan sikap keluarga Gilang, tetangga dan juga teman-temannya yang membencinya. Bahkan tega mengolok-ngolok di depannya saat bertemu ataupun berpapasan.
"Dasar kamu pembunuh, teganya kamu dengan Gilang anakku, salah apa dia," kata Ibu Gilang berteriak saat melihat Desi.
Mendengar hal itu Desi hanya bisa diam membisu tidak tahu, tidak tahu harus berkata apa lagi. Sesampainya di rumah dia ungkapkan semua perasaannya pada ibunya.
"Apa salahku ibu, aku memang tidak membalas perasaan Gilang, karena fokus dengan pendidikanku," jelas Desi pada ibunya.
"Aku ingin mengapai cita-citaku, beasiswaku menuntutku harus rajin dan ditarget waktu menyelesaikan perkuliahan," kata Desi dengan menangis.
"Sudahlah, jangan kau tanggapi sikap mereka, bersama waktu lama-lama mereka juga akan melupakan semua ini," Jawab ibu dengan bijak.
Sejak kejadian itu Desi jarang keluar rumah, apalagi dia kuliah di luar kota jarang berada di kampungnya. Dia seperti di kucilkan oleh tetangga dan warga desa sejak kejadian bunuh diri Gilang.
Beberapa hari telah berlalu, namun masyarakat masih seakan trauma akan kejadian itu. Di waktu malam sunyi tidak ada aktivitas seperti biasanya, kejadian itu seakan-akan menjadi trauma. Apalagi rumah di mana kejadian itu terjadi
Sekarang sepi mereka merasa takut setelah kejadian itu. Bahkan saat mau dijual juga tidak ada yang berani membeli rumah itu. Rumah itu terkesan angker, katanya di malam hari sering terdengar suara-suara aneh dari dalam. Membuat bulu kuduk merinding saat melintasi.
Kejadian itu ternyata juga berimbas kepada seorang tukang bakso yang memang setiap malam melewati perkampungan desa, sambil menjajakan bakso dagangannya. Sudah seminggu ini dia berjualan di perkampungan ini tapi tidak laku, bahkan tidak bertemu dengan orang satupun sepanjang jalan yang dia lewati.
Hal ini membuat dia penasaran, dan menyakan kepada warga kampung yang ditemuinya di pasar.
"Aneh Mas, saya melewati kampung sebelah sudah satu minggu ini tidak seperti biasanya?" tanya si abang tukang bakso.
"Kenapa memangnya?" jawab Dito.
"Iya masak biasanya kalau jualan di situ tuh lumayan rami banyak yang beli, lha ini sudah seminggu ini kok sepi tidak ada satu mangkokpun yang laku, seluruh rumah tampak tertutup," kata si abang tukang bakso lagi.
"Mungkin lagi tidak ada uang, Mas," jawab Dito asal saja.
"Anehnya lagi di sepanjang jalan yang kulalui tidak bertemu dengan satu orangpun, sebenarnya apa yang telah terjadi," kata si abang tukang bakso sambil berpikir keras.
"Sebentar-sebentar, kok aneh juga ya, tidak ada yang beli tidak juga ada ketemu orang satupun, eh mas jualannya malam apa siang?" tanya Dito.
"Ya malamlah kalau siang aku tidak nanya," jawab si abang tukang bakso.
"Eee ... baru ingat aku Mas, kayaknya di kampung sebelah pas malam rabu seminggu yang lalu ada seorang pemuda bunuh diri, katanya masalahnya cintanya di tolak sama gadis pujaannya, mungkin itu Mas penyebab semua kejadian aneh itu," kata Dito.
"Beneran itu, pantas suasana kok sepi sunyi bener ga ketemu orang satupun, kalau tahu begitu sih aku juga takut," kata si abang tukang bakso.
Benar saja pada malam berikutnya dan entah akan berapa malam lagi si abang tukang bakso tidak lagi berani melewati dan berjualan bakso di kampung itu.