Masukan nama pengguna
Lembayung senja tampak indah, namun tak seindah keadaan hatiku saat ini. Ada berbagai rasa berkumpul menjadi satu kalau ku ingat kejadian siang tadi sepulang sekolah.
“Eh kamu kasihan, tidak punya bapak ya?” kata Nani sambil tersenyum mengejek.
“Memang bapakmu kemana?” tanya Yuni lagi.
Mendengar hal itu aku cuma tertunduk diam, melihat hal itu Tami sahabatku segera menarik tanganku mengajak pergi.
“Sudah jangan didengarkan, ayo kita pergi,” ajak Tami.
Sampai di rumah aku masih teringat dengan perkataan temanku saat pulang sekolah tadi. Memang bagi mereka yang mempunyai orang tua lengkap sejak kecil. Tidak akan merasakan kepedihan ditinggal orang tua. Tak terasa mengalir air mata di kedua pipiku.
Sejak kecil aku ditinggal oleh ayahku, karena itu ibuku merantau ke luar kota mencari nafkah untuk kehidupan kami. Wajahnyapun tidak terbayang seperti apa. Akupun tinggal di rumah kakek dan nenekku.
Suatu hari aku menanyakan perihal ayahku pada ibuku, namun ibuku tak mau menjawab dan hanya menangis saja. Tak tega melihat hal itu aku tak berani menanyakan lagi padanya. Aku hanya mendengar cerita tentang ayahku dari bibi, paman dan tetanggaku.
Pagi harinya Nani dan Yuni menghampiriku. Melihat mereka datang tampak Tami tak suka.
“Rani, aku minta maaf perkataanku kemarin,” kata Nani.
“Aku juga Rin, minta maaf sungguh aku tak bermaksud menyakiti perasaanmu,” kata Tami lagi.
“Iya ku maafkan, kita teman harus saling menyanyangi,” Jawabku.
“Terima kasih Rani, ini ada coklat oleh-oleh ibuku dari luar kota,” kata Nani sambil memberikan coklat kepadaku.
“Terima kasih coklatnya Nani,” jawabku.
Akhirnya persahabatan kami semakin erat, kami saling menyanyangi satu dengan yang lain. Dengan kondisiku teman-teman tidak ada lagi yang mencaci malahan semakin menyanyangiku.
Pada pelajaran agama hari ini, Pak Gunawan menjelaskan tentang kekutaatan sebuah doa. Kata beliau doa meruapkan senjatanya orang muslim dimana Allah akan mengabulkan doa hambanya apabila dia selalu meminta. Dan berdoa itu seperti kita mengayuh sepeda suatu hari pasti akan sampai tujuannya. Tinggal kita sabar atau tidak dalam memintanya.
Mengingat hal itu akupun ingin meminta dan memohon pada kasih sayang allah untukku. Setelah sholat aku berdoa dan meminta serta mengemis kasihNya.
“Ya Allah hanya padamu aku meminta dan memohon pertolongan, aku mengemis kasihMu ya Allah pertemukanlah hamba dengan ayah hamba apabila beliau masih hidup di dunia ini pertemukanlah hamba, walau hanya sekali seumur hidupku, namun kalau ayah hamba sudah tiada tunjukkanlah hambamu ini dimana beliau dikuburkan, sehingga hamba dapat mendoakan sebagai anak yang taat dan berbakti,” pintaku.
“Kabulkanlah doa hambamu ini ya Allah, hanya padaMu segalanya ku pasrahkan,” lanjutku
Tak terasa air mata ini berlinang mengingat semua hal yang terjadi. Tidak pernah aku merasakan dada yang sesesak ini.
Hari ini Jihan temanku tidak masuk sekolah karena bapaknya meninggal dunia. Kami sebagai teman sekelas sebagai bentuk rasa simpati datang ke rumah Jihan sebagai bentuk ungkapan bela sunkawa.
Beberapa hari kemudian Jihan tidak masuk sekolah, dia seperti terpukul sekali dengan kepergian bapaknya. Seminggu kemudian akhirnya Jihan berangkat sekolah juga. Namun Jihan tampak murung dan sedih tidak ada semangat untuk belajar. Sebagai teman aku dan Tami berusaha untuk menghiburnya.
“Sudah Jihan, jangan bersedih harus semangat belajar agar bapakmu bangga denganmu,” kataku.
“Iya benar kata Rani, Jihan harus tetap semangat sebagai bentuk bakti kepada bapakmu” kata Tami.
“Kalian tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan sehingga bisa bicara begitu!” jawab Jihan dengan sedih.
“Iya kamu benar Jihan, Aku memang tidak tahu rasanya kehilangan bapak, kamu masih beruntung pernah merasakan kasih sayang bapakmu, sedangkan aku dari kecil tak tau bagaimana wajahnya apalagi merasakan kasih sayangnya,” jawabku.
“Jadi bagiku tanpa kasih sayang bapak dari kecil membuatku terbiasa tanpanya,” jawabku lagi.
“Ya Allah, maafkan aku Rani aku tidak tahu tentang kisahmu,” jawab Jihan sambil menagis memelukku.
Sejak saat itu kami saling menguatkan satu dengan yang lain, saling menyanyangi sehingga kami seakan mempunyai kekuatan untuk menghadapi ujian ini.
Dalam prinsip hidupku yang selalu ada dalam pikiranku bahwa Allah selalu bersamaku dan selalu menyanyangiku. Apapun aku selalu meminta dan memohon pada Allah, mungkin karena tiada sosok bapak bagiku. Sehingga aku tidak ada tempat mengadu dan meminta jadi semua kupasrahkan pada Allah semata semua harapanku.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan tahun berganti tahun akan tak pernah berhenti berharap. Selalu berharap dan meminta seakan selalu mengemis pada kasih sayang Nya. Bahwa suatu hari nanti bapakku akan datang menemuiku walau harapanku seakan hanya seperti mimpi atau hal mustahil secara pikiran manusia.
Seakan aku juga sudah tak begitu berharap lagi sudah putus harapan karena harapan itu tinggllah harapan. Sampai hari itu datang, suatu hal yang benar-benar seperti mimpi bagiku. Saat itu aku masih kelas dua SMA seperti biasa aku pulang sekolah. Tiba-tiba bibiku menghampiriku dan mengabarkan suatu hal yang sangat mengaketkanku.
“Rani, tadi bapakmu datang mau menemuimu, Bibi tadi bilang kamu masih sekolah , tadi beliau juga bertanya tentang kamu sekarang sekolah dimana?,” kata Bibi.
“Bapak siapa Bi?” tanyaku seakan tak percaya.
“Ya Bapak kandungmu Ran, tadi siang mencarimu di rumah lama kakek dan nenek kemudian diantar sama tetangga ke sini,” kata Bibi.
“Apa benar Bi, itu bapak kandung Rani?” tanyaku.
“Iya benar Rani, Bibi masih ingat betul itu bapak kandungmu,” kata Bibi lagi.
“Setelah sekian puluh tahun dia baru ingat padaku Bi, setelah aku sudah sebesar ini dimana dia saat aku masih kecil dan butuh kasih sayangnya?” kataku sambil menangis.
“Iya Bibi mengerti perasaanmu saat ini, namun bagaimanpun dia tetap bapak kandungmu Rani, ada darahnya didalam tubuhmu,” kata Bibi menenangkanku.
Berbagai rasa berkecamuk dalam diriku saat itu ada rasa rindu, marah, benci menjadi satu. Setega itu bapakku meninggalkan diriku semenjak kecil saat aku masih sangat membutuhkan kasih saynag dan perhatiannya, kini saat aku sudah besar baru datang dan dengan gampangnya mengaku diri bapak tanpa ada sesal apapun.
Setelah azan berkumandang aku segera solat dan menenangkan diri, tak tak tahu nanti saat bapakku datang aku harus bersikap bagaimana. Benar saja ada suara motor kemudian kudengar ada yang mengetuk pintu, dan kakek ku yang mempersilakan masuk. Aku masih di kamar saja, sampai nenekku menghampiri dan menyuruhku membuatkan minum dan sekedar makanan untuk tamu katanya.
“Rani, tolong buatkan minum ada tamu!” kata nenek.
“Iya Nek,” jawabku.
Dengan hati-hati nenek berusaha memberitahukan tentang yang datang adalah bapak kandungku agar nantinya aku tidak kaget.
“Tamu itu adalah bapak kandungmu Rani, beliau datang ingin menemuimu,” kata nenek.
“Nanti kamu bawa teh ke depan ya, sekaligus bertemu dengan bapakmu, bukankah kamu ingin bertemu dengannya sejak dulu?” kata nenek lagi.
Aku hanya bisa tertunduk saja rasanya masih tak percaya dengan kejadian sore ini. Ku berusaha tidak gugup dan bersikap sewajarnya saja. Akhirnya aku membawakan minuman ke ruang tamu juga.
“Silakan diminum!” kataku mempersilakan.
“Rani, ini bapakmu beliau ke sini ingin menengokmu,” kata kakek.
Aku hanya mampu terdiam membisu, sekilas kulihat wajah bapakku, terasa asing karena memang belum pernah sekalipun berjumpa dengannya.
“Ini Rani ya? Sudah sebesar ini sekarang sekolah dimana ?” kata bapakku tampak canggung juga.
“Iya Rani sekolah di SMK kelas 2 ini,” jawabku.
“Maafkan bapakmu baru ke sini sekarang ini, banyak hal yang tak bisa bapak ceritakan padamu, bapak harap Rani mengerti dengan kedaan ini,” kata bapak.
Sambil menunduk tak terasa air mat aini berlinang, mendengar cerita bapakku, beliau memberiku uang sebagai tanda sayang padaku, tak banyak memang namun berharga sekali bagiku.
Setelah sekitar tiga puluh menit kemudian beliau berpamitan karena sudah akan kembali dengan kereta api, katanya sudah membeli tiket juga. Sebelum berpamitan bapakku bersimpuh kepada nenek dan kakekku berpamitan dan menyerahkan aku pada mereka.
Kulihat ada guratan sedih, bapak sudah terlihat tua seakan hidup dan ujian berat selama ini dia alami terlukis di sana. Kemudian dia perpamitan padaku dan memberikan alamat serta nomer telpon agar aku bisa menghubungi katanya.
Kejadian kemarin sore seperti mimpi saja bagiku sekejap kemudian seakan menghilang begitu saja. Setelah itu ku jalani hidupku seperti biasa lagi, menuntut ilmu tak terasa aku sudah diujung kelulusan. Setelah lulus sekolah ku putuskan untuk bekerja, karena untuk kuliah tak ada biaya.
Aku mulai bekerja dan merantau ke Jakarta, walau dulu pernah diberikan alamat dan nomer telpon oleh bapakku namun aku enggan menghubunginya. Sampai suatu malam aku bermimpi bertemu dengan bapak dan kemudian aku terbangun dari mimpiku. Entah kenapa aku ingin menelepon bapakku kala itu.
“Assalamualaikum… bisa bicara dengan pak Iwan?” tanyaku.
“Waalaikumsalam jawabnya ini dari siapa ya?” jawab Paman.
“Ini dari Rani anaknya pak Iwan,” kataku lagi.
“Rani ya ini pamanmu Nak, Ran bapakku sudah meninggal tiga bulan yang lalu,” jelas paman.
“Bapakmu sakit waktu itu,” kata paman lagi.
Aku terdiam mendengar hal itu, kemudian pamanku beritikad bertemu denganku dan ingin memperkenalkan aku pada keluarga bapakku. Pada hari yang telah kami sepakati kamipun bertemu walau nampak asing namun sambutan keluarga bapakku sangat baik dan hangat sehingga membuatku nyaman.
Kemudian pamanku mengajakku berziarah ke makam bapakku. Di sinilah aku sekarang di depanku ada makam bapakku. Ya Allah teringat aku akan permintaanku padamu semua menjadi nyata aku meminta bertemu bapakku sekali seumur hidupku, dan Allah tunjukkan pula makam bapakku saat ini. Aku berusaha tegar dengan semua takdir yang Allah tetapkan untukku.
Kuseka airmata yang mulai berderai, aku tak mau membuat bapakku bersedih di alam sana. Saat ini aku hanya mampu mendoakan beliau sebagai anak yang berbakti.
“Rani, sebelum bapakmu meninggal beliau sempat menitip pesan tentang kamu, katanya diakhir hidupnya sudah bertemu denganmu suatu yang sangat dia syukuri,” kata Paman lagi.
“Bapakmu sangat menyanyangimu keadaanlah yang memaksakan bapakmu meninggalkanmu,” jelas Pamanku.
Ya Allah ku terima semua takdir yang kau beri untukku, walau pedih perih namun kalau itu membuatmu ridho dan sayang padaku. Semoga engkau memberi kekuatan pada hambamu ini untuk menjalani semua takdir yang telah Engkau tetapkan untukku.