Cerpen
Disukai
0
Dilihat
4,080
Hadiah Perceraian
Drama

Sore itu walau suasana cerah namun tak secerah hati Gunawan. Dia bingung harus bersikap bagaimana saat Yuni sang janda yang sudah sekian kali mendekatinya mengatakan suatu yang sungguh di luar dugaaan Gunawan. Dia masih belum percaya apa yang Yuni katakan tadi.

"Mas, aku hamil anak kamu," kata Yuni sambil menyodorkan sebuah tespek kehamilan pada Gunawan.

Gunawan hanya diam dan melihat ke Yuni seakan tidak percaya. Bagaimana mungkin, apa karena kejadian malam itukah? dalam hatinya bertanya bingung.

"Ini anak kamu," masih sambil menyodorkan tespek itu," kata Yuni lagi sedang Gunawan tercengang tidak percaya.

"Beneran kamu hamil?" tanya Gunawan lagi seakan tidak percaya.

"Benar, pokoknya kamu harus bertanggungjawab titik, kita harus secepatnya menikah sebelum perutku kian membesar," kata Yuni sambil menangis.

Setelah menghela napas panjang Gunawan akhirnya menjawab,"Baiklah nanti akan kuberitahukan dulu kepada orang tuaku," kata Gunawan.

"Iya kutunggu kedatanganmu dan keluargamu secepatnya," kata Yuni sambil pergi meninggalkan Gunawan yang tampak termenung.

Setelah kepergian Yuni, Gunawan masih saja diam tidak bisa berpikir. Tampak kosong pikirannya, masak dia yang masih bujangan harus menikahi janda yang sudah dua kali bercerai, apa kata orang. Bagaimana pula tanggapan bapak dan ibunya mengetahui hal ini.

Gunawan masih mengingat kejadian malam itu, memang Yuni dan dirinya sudah melakukan hal yang belum selayaknya mereka lakukan. entah setan mana yang merasuki dirinya hingga bisa melakukan hal itu.

Entah apa yang ada dipikirannya kala itu, malam itu Yuni memang meminta dirinya datang menemui dan Yuni yang bernotaben seorang janda menggoda dirinya. Gunawan yang masih bujangan, tak mampu membendung hawa nafsu saat Yuni menawarkan dirinya.

Dan ternyata Yuni mengaku hamil, karena perbuatannya. Apa mungkin bisa sekali saja Yuni langsung hamil?

Malam itu Gunawan memberanikan diri untuk mengatakan semuanya pada kedua orang tuanya. Mendengar pengkuan Gunawan, bapak dan ibu serta keluarga merasa kecewa sekaligus malu. Menyayangkan kenapa Gunawan lebih memilih berhubungan dengan janda yang sudah bercerai dua kal. Sedangkan Gunawan sendiri belum pernah menikah, ditambah jarak usia mereka yang terpaut jauh.

"Apa benar kamu mengakui Yuni hamil dan itu anakmu?" tanya ibu memastikan.

"Benar Bu, saya melakukannya dengan sadar malam itu," jawab Gunawan dengan menunduk.

"Baiklah kalau kamAkhiru sudah mengakui, kamu harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu," kata ibu dengan tegas walau penuh rasa kecewa.

Seperti yang sudah dijanjikan Gunawan, dia dan keluarganya akhirnya melamar Yuni. Berita rencana pernikahan Gunawan dan Yuni sudah menyebar ke penjuru kampung. Gosip di sana-sini mengatakan Yuni sudah berbadan dua.

Walau sebenarnya orang tua Gunawan tidak setuju mempunyai menantu seperti Yuni, tapi apa mau dikata anaknya harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Akhirnya hari pernikahanpun tiba, Gunawan sudah rapi dengan jas hitam memakai peci dia tampak gagah. Begitupun dengan Yuni, walau di usianya yang bisa dibilang tidak muda lagi dia masih tampak cantik. Berbalut kebaya putih dan riasan yang minimalis diapun anggun dan luwes.

Sah ... sah ... terdengar semua saksi menyatakan sah untuk pernikahan Gunawan dan Yuni.

Setelah acara ijab kabul dilanjutkan dengan acara syukuran dan resepsi ala kadarnya. Hanya saudara dan teman dekat saja yang diundang.

"Mas, makan dulu ini sudah ku ambilkan," kata Yuni pada Gunawan suaminya.

Memang tidak bisa dipungkiri, Yuni yang sudah berpengalaman dalam rumah tangga sudah mampu melayani suaminya dengan baik.

"Terima kasih," jawab Gunawan masih dengan malu-malu.

Setelah menikah, Yuni meminta kepada Gunawan untuk tinggal di rumahnya saja. Dan Gunawan hanya menurut saja. Awal pernikahan mereka terlihat harmonis, Gunawan dan Yuni merupakan karyawan pabrik yang berdekatan. Mereka berangkat dan pulang bersama-sama.

Suata hari Gunawan meminta Yuni untuk memriksakan kandungannya. Tapi Yuni selalu menolak dengan mengatakan dia baik-baik saja. Tidak usah periksa uangnya bisa ditabung untuk biaya melahirkan.

Hingga suatu pagi di pasar, ibu Gunawan bertemu dengan seorang wanita yang sedang hamil bercakap-cakap dengan temannya.

"Tari, aku kok herannya, kenapa ya si Yuni minta air seniku," kata Wati.

"Apa kok bisa begitu, untuk apa juga ya? jadi penasaran, dengar-dengar dia nikah lagi sama bujangan kali ini," jawab Tari.

"Kenapa juga kamu kasih?" tanya Tari.

"Gimana ya, aku waktu itu lagi butuh uanga dan dia memberiku uang yang cukup besar jumlahnya," kata Wati.

Mendengar hal itu ibu Gunawan menjadi geram. Apa-apaan si Yuni menantunya itu meminta air seni orang hamil. SEsampainya di rumah disampaikan semua yang sudah di dengarnya pada suami dan keluarganya.

"Benar itu, Bu?" tanya bapak.

"Iya, aku dengar sendiri, kita selidiki dulu Pak takutnya salah, kita pastikan apakah Yuni benar-benar hamil atau tidak," kata ibu.

"Aku setuju, takutnya dia benar hamil kan sudah nikah juga bisa hamil beneran, Bu," kata bapak.

"Kalau dia terbukti tidak hamil, berarti dia sudah berbohong sejak awal pernikahan, bapak tidak suka itu, Gunawan harus bisa terbebas dari wanita macam itu, dia masih muda jalannnya masih panjang," kata bapak dengan nada menahan amarah.

"Betul Pak, dari awal aku juga tidak suka dan tidak setuju dengan pernikahan mereka, kalau Gunawan bisa bercerai sama Yuni kita bikin syukuran kita boking kuda lumping," kata ibu dengan mantap dan tegas.

Mereka akhirnya sepakat untuk menyelidiki kehamilan Yuni lewat Gunawan. Untuk itu mereka mendatangi Gunawan dan Yuni di rumahnya. Kebetulan saat itu Yuni sedang tidak di rumah, jadi mereka dengan leluasa bisa bertanya-tanya.

"Gimana istrimu, nyidam apa?" tanya bapak mulai memancing.

"Tidak tahu, Pak biasa saja," jawab Gunawan.

"Memang dia tidak muntah atau gimana gitu?" tanya Ibu.

"Kayaknya tidak juga, biasa saja makan juga biasa," jawab Gunawan.

"Memang kenapa, Bu kok tumben bapak ibu menanyakan Yuni," tanya Gunawan penasaran.

"Oh tidak apa-apa, hanya saja bukannya kita harus mengadakan syukuran empat bulan kehamilan, kemudian tujuh bulanan juga," kata Ibu memberi alibi.

"Coba sekali-kali kamu ajak Yuni untuk USG di dokter kandungan, untuk memastikan keadaan dan kesehatan janinnya," kata ibu menyarankan.

"Iya Bu, sudah ku ajak tapi selalu ditolak sama Yuni," jawab Gunawan.

"Ya kamu paksa saja dia biar sehat ibu dan anaknya juga, nanti kalau sudah USG ibu dikabari ,ya?" kata Ibu.

Setelah itu mereka berpamitan, Gunawan menjadi sedikit bingung oleh tingkah orng tuanya. Dia akan berusaha menyakinkan Yuni untuk memeriksakan kandungannya ke dokter spesialis kandungan, sesuai saran ibunya.

"Pak, aku penasaran gimana reaksi Yuni, kalau dia tidak hamil apa mau dia diperiksa ke dokter kandungan," kata ibu.

"Betul kita lihat perkembangannya saja, kalau dia benar-benar hamil perutnya kan harusnya membesar kita lihat beberapa bulan ke depan, kebenaran pasti terungkap," kata bapak dengan bijak.

Benar saja, Gunawan mulai membujuk Yuni untuk memeriksakan kandungannya. Yuni selalu pandai berdalih, namun Gunawan meminta segera memeriksakan diri untuk kesehatan janinnya.

Yuni mulai bingung, sampai saat ini dia berharap hamil betulan tidak hanya bohongan. Namun hingga saat ini dia belum hamil juga.

Sudah lima bulan sejak pernikahan, harusnya Yuni sudah mulai menampakkan kehamilannya. Namun Gunawan melihat Yuni, masih biasa saja.

Hingga malam itu, dengan hati-hati Yuni bangun dari tidurnya menuju kamar mandi. Ternyata Yuni sedang datang bulan tanpa dia sadari. Gunawan yang tidak sengaja terbangun, dan melihat istrinya tidak di sampingnya menjadi kahwatir.

Dia segera mencari istrinya itu, dia melihat istrinya sedang membuang sesuatu di tempat sampah. Setelah Yuni pergi, Gunawan segera menuju ke tempat sampah. Dia mengambil apa yang Yuni buang.

Gunawan membuka bungkusan plastik hitam itu, betapa kagetnya Gunawan ternyata Yuni membuang bekas pembalut.

"Apa ini kok orang hamil haid, ada yang tidak beres sama kamu Yuni," kata Arman geram, sambil membawa bekas pembalut itu dia menamui Yuni dan meminta penjelasan.

"Yuni, sebentar aku mau bicara sama kamu," kata Gunawan.

"Oh Mas, bangun ya maaf tadi dari kamar mandi," kata Yuni salah tingkah.

"Ini apa, aku minta penjelasanmu," kata Gunawan dengan marah sambil menunjukkan bekas pembalut itu.

"Itu .. itu ... anu ... anu .., bisa aku jelaskan Mas," kata Yuni Gugup.

"Setahuku, orang hamil tidak haid, jadi ini jawaban kenapa kamu selalu menolak memeriksakan diri ke dokter kandungan untuk USG," kata Arman dengan kemarahannya.

"Maaf, Mas awalnya memang aku mengaku hamil dengan harapan bisa hamil beneran saat sudah menikah, tapi hingga saat ini belum hamil juga," kata Yuni dengan takut dan berlinangan air mata.

"Apa yang harus ku katakan pada orang tuaku, kamu tidak hamil, Ya Allah kenapa aku begitu bodoh," kata Gunawan lagi.

"Tolong Mas, aku benar-benar cinta sama kamu," kata Yuni sambil berlutut dan memohon pada Gunawan.

"Tidak semudah itu, aku menikahmu karena kamu hamil kalau kenyataannya seperti ini, buat apa pernikahan ini, semua berawal dari kebohongan dan kebohongan, aku kecewa sama kamu," kata Gunawan.

Malam itu juga, dia pergi meninggalkan Yuni entah kemana dia pergi, dia tak sudi melihat istrinya yang telah membohonginya.

"Mas, ku mohon jangan tinggalkan aku , ku mohon!" kata Yuni meminta belas kasih Gunawan.

Namun semua itu tidak diiindahkan Gunawan, dia sudah terlalu kecewa. Di tengah semua kegalauannya dia pergi ke rumah orangtuanya. Dia menceritakan semuanya kepada orang tuanya tentang kebohongan Yuni.

"Sebenarnya Ibu sudah menduga ini akan terjadi, karena ada wanita yang sedang hamil mengakui memberikan air seninya pada Yuni, dengan dibayar mahal," kata ibu.

"Teganya Yuni melakukan itu padaku, aku memang mau bertanggungjawab karena merasa bersalah, namun tidak dengan kebohongan," kata Gunawan.

"Terus bagaimana rencanamu apakah kamu akan meneruskan pernikahanmu?" tanya bapak.

"Aku bingung, menurut bapak dan ibu ,aku harus bagaimana?" tanya Gunawan.

"Kalau ibu, memintamu menceraikan dia apakah kamu mau? ibu tidak suka padanya, usianya juga sudah tua, kamu masih muda carilah wanita yang sepandan denganmu," jawab ibu.

"Baik Bu, akan ku pikirkan dengan baik," jawab Gunawan.

Akhirnya Gunawan memilih menceraikan Yuni. Dia mengajukan perceraian di pengadilan agama dengan alan ketidak harmonisan rumah tangga.

Setelah tiga kali persidangan, akhirnya Gunawan dan Yuni resmi bercerai. Yuni menjadi janda untuk yang ketiga kalinya.

Siang itu tampak ramai, ada pertunjukan kuda lumping di depan rumah orang tua Gunawan. Sesuai dengan janji ibu Gunawan, kalu Gunawan bisa bercerai dengan Yuni. Dia akan mengadakan syukuran dengan mengundang pertunjukan kuda lumping.

Kini janji itu benar-benar bisa terlaksana, pertunjukan kuda lumping sebagai hadiah perceraian putranya.
















Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)