Masukan nama pengguna
JERITAN KALBU SEORANG IBU
Mengapa jalanku harus begini, penuh dengan onak duri.
Kenapa harus aku, tidak yang lain semua ini tertuju.
Jalanku memang penuh liku, namun tak membuatku semakin terpaku.
Ku langkahkan kaki walau kadang sesak dan perih, terasa menyayat hati.
Ku berharap dan yakin semua ini rencana terbaikMu.
Walau kadang hati memberontak tak terima, tapi tetap tak berdaya.
Beginilah hamba yang tak punya kuasa atas segalanya.
Hanya bisa diberi kesabaran dan kekuatan menghadapi badai yang tak terduga.
Hari itu seakan jam berhenti berdetak, hilir mudik orang tiada terlihat. Seperti petir yang datang tiada angin tiada hujan. Berharap semua ini hanya mimpi dan saat terbangun berharap semua baik-baik saja.
Saat vonis dokter yang diberikan untuk anak yang pertama di usia ke tujuh tahunnya.
”Ini kejadian langka, Bu?” kata Dokter Soni Spesialis anak.
”Saya harus bagaimana, Dok?” tanya Nania dengan sedih.
”Ibu ke RS Sarjito di sana ada profesor yang akan menanganinya,” jelas Dokter Soni.
”Namun sebelum ke sana ke dokter spesialis kulit dulu,” saran Dokter Soni.
Kalau di ingat itu sungguh terasa teriris-iris hati. Setelah tujuh tahun baru diketahui adanya keanehan pada diri Hani.
Berawal dari wali kelas Hani yang menyarankan untuk memeriksakan keanehan yang ada di kulit Hani.
”Bu, maaf saya memperhatikan Hani kok beda ya?” kata Bu Fisa.
”Kemarin saya lihat merata di seluruh tubuhnya,” jelas Bu Fisa.
”Iyabu saya menyadari di tahun dua tahun belakangan Hani kok beda,” kata Nania.
”Coba diperiksakan siapa tahu ada solusi pengobatan atau apa?” saran Bu Fisa.
”Periksanya ke mana ya?” tanya Nania.
”Dokter anak dulu baru ke dokter spesialis kulit,” jelas Bu Fisa.
”Ada kasus di kakak saya yang serupa tapi berbeda dan Bapak selalu memeriksakan ke dokter,” jelas Bu Fisa.
”Bagaimana keadaannya sekarang , Bu?” tanya Nania penasaran.
”Kakakku sudah bekerja keluhan hanya di kulit saja,” jelas Bu Fisa.
”Memang setahu saya dulu, Kakak sering diperiksakan sewaktu masih kecil,” kata Bu Fisa lagi.
”Oh terima kasih, Bu atas perhatiannya,” jawab Nania.
Sampai di rumah segera Nania adukan semua pada Febri suaminya. Dengan linangan air mata sambil cerita.
”Sudah kita besok periksakan saja,” kata Pak Febri sambil menenangkan Nania.
”Iya harus segera Aku tak tahu harus bagaimana lagi,” jawan Nania sambil menangis.
Keesokan harinya Mereka membawa Hani ke dokter spesialis kulit untuk diperikas. Dalam hati berharap semua baik-baik saja. Namun yang didapatkan hanyapenjelasan yang sangat membuat hati ini kian sakit rasanya.
”Ini penyakit langka, Bu.” kata Dokter Yuli Spesialis kulit.
”Saya harus bagaimana, Dok?” tanya Nania.
”Sebaiknya Hani dibawa ke spesialis kulit di RS Sarjito Yogyakarta disana nanti akan lebih jelas,” jelas Dokter Yuli.
”Terima kasih, Dok,” kata Nania.
Sepanjang perjalanan tak terasa air mata tak berhenti mengalir begitu saja. Banyak penyesalan kenapa baru di sadari semua ini. Kenapa tidak dari dulu tahu tentang hal ini.
Hani memang tampak berbeda dengan adiknya Iwan namun tak terduga ada yang lebih spesial seperti ini.
Hari berikutnya Hani, Nania dan Febri berangkat ke RS Sarjito dengan menggunakan Kereta. Karena belum pernah, mereka pergi pagi-pagi dengan harapan belum antri panjang di rumah sakit nantinya.
Begitu datang segera mengambil nomer antrian, ternyata banyak juga para pasien yang akan memeriksakan diri ke RS Sardjito.
Setelah dari tempat registrasi pertama di lantai satu kami menuju ke lantai tiga, disitu letak poli spesialis kulit. Ternyata di Poli spesialis kulit masih banyak terbagi beberapa poli lagi.
Sungguh terasa banyak syukur saat di RS Sarjito diantara begitu banyak pasien. Semua diuji dengan penyakitnya masing-masing, membuat Nania tambah bersyukur.
”Ternyata ujianku belum ada apa-apanya dibanding mereka,” ujar Nania dalam hati.
Saat memasuki poli kulit kami diperiksa di poli kulit anak. Disana Hani diperiksa semua oleh dokter spesialis kulit. Kemudian berbincang tentang keadaan Hani.
”Bagaimana keadaan anak saya, Dok?” tanya Nania dengan penuh harap.
”Begini, Bu anak ibu ini mempunyai ciri penyakit langka, dalam kesehatan namanya Neurofibromatosis masuk Tipe 1, ” kata Dokter.
”Maksudnya? Terus penyebabnya apa?” tanya Nania lagi.
”Banyak hal bisa karena keturunan atau mutasi gen, Bu,” jelas Dokter.
”Pengobatannya bagaimana?” tanya Nania penasaran.
”Selama ini tidak ada obatnya, Bu kita hanya menangani kasus/gejala yang muncul saja,” kata Dokter.
Dokter menjelaskan banyak tentang penyakit NF1 ini pengaruhnya kepada perkembangan Hani sampai dewasa nanti. Mulai dari akan semakin berkembang bintik coklat di sekujur tubuhnya, kelainan-kelainan di kulit, menyangkut kecerdasan juga.
Yang paling mengkhawatirkan tentang akibatnya jika di mata yang bisa mengakibatkan kebutaan. Mendengar semua penjelasan dokter hati Nania semakin sakit, nyeri dan rasanya tak menentu.
Namun apa yang bisa dilakukan tidak ada semua sudah menjadi kehendakNya. Untuk selanjutkan disarankan dokter untuk berlanjut pemeriksaan ke dokter spesialis mata.
Disana dokter spesialis mata memeriksa Hani, memang ada yang berbeda di matanya. Namun itu tidak berbahaya dan harus dipantau terus. Ternyata Hani harus memakai kaca mata karena miopi dan silinder juga.
Untuk lebih tahu tentang NF1 Nania banyak cari berita di internet, bukannya semakin membaik namun malah semakin membuat sedih hati.
Bayangan-bayangan buruk tentang NF1 ada di pikiran Nania dan Febri, setiap melihat Hani. Tak kuasa hati bagaimana cara menyampaikan ke Hani suatu hari nanti.
Beberapa hari,minggu berganti bulan awal diagnosa Hani, Nania tampak semakin kurus dari biasanya. Banyak pikiran dan hati yang belum menerima ketetapan takdirNya.
Ya Allah dulu aku yang menerima takdir sedari kecil tak pernah merasakan kasih ayah. Tak merasakan hangatnya kasihsayang dalam sebuah keluarga, berat dan perih sudah kulalui, kenapa Kau beri aku takdir anak yang istimewa ini, mampu kah aku lalui semua ini. Begitu gejolak batin Nania dengan segala takdir yang diberikan. Hanya kepasrahan yang bisa dilakukan. Dengan banyaknya artikel-artikel yang menyebutkan macam-macam dan vonis dokter yang diberikan.
Enam bulan sekali Hani diperiksakan timbul pikirannya kenapa dengan dirinya.
Selama pemeriksaan tidak diberikan apa-apa cuma diperiksa dan tidak ada tindak lanjut. Karena secara kesehatan Hani sehat. Tidak ada keluhan.
Yang bisa kami harapkan adalah keajaiban dari Allah saja. Karena Dia yang menciptakan dan Dia pula yang bisa menghentikan semuanya.
Ya Allah memang kita tak bisa memilih takdirMu tapi bagaimana harus diajalani takdir ini. Tolong beri kekuatan untukku mengahadap semua ini.
Dalam suatu perjalanan ke RS Sarjito kami bertemu orang-orang yang senasib dan seperjuangan dengan kami. Mereka tampak heran melihat Hani yang tampak baik-baik saja. Salah satunya Hendra yang penasaran dengan apa yang diderita Hani.
”Kenapa putrinya diperiksa sakit apa?” tanya mereka.
”Tidak hanya kontrol saja,” jawab Nania sambil tersenyum.
Memang di RS Sarjito banyak berkumpul orang-orang yang diuji dengan berbagai macam penyakit. Jadwal kontrol yang semula enam bulan sekali menjadi satu tahun sekali. Dan tidak diberikan tindakan apapun juga.
Suatu hari kami disarankan dokter untuk melaksanakan EGG. Untuk mengetahui kemampuan otak itu dengan cara dipasang dialat dan Hani dibuat tidur dulu.
Dari hasil pemeriksaan memang Hani berbeda dengan anak yang lain namun masih tahap normal. Untuk itu kami harus memperhatikan betul perkembangan Hani ke depannya.
Salah satu efek dari NF1 adanya rasa kurang percaya diri itu juga terjadi pada diri Hani. Hani lebih cenderung pendiam dari anak yang lain. Dia juga jarang mau bergaul dengan anak seusianya, selain karena penampilannya secara kecerdasan dia juga agak ketinggalan.
Tapi untuk kecerdasan masih tergolong normal untuk anak lain saja ada yang tidak NF1 juga banyak yang dibawah Hani.
Saat banyak pikiran berkecamuk dalam diri Nania dengan kondisi Hani bagaimana nanti... bagaimana kalau....
Membuat pikiran tak terkendali dan berandai-andai hal yang belum terjadi seorang temanyang bekerja di sebuah rumah sakit memberikan saran yang cukup menenangkan hati Nania kala itu.
”Ujianmu sudah jelas itu beda denganku entah apa ujian yang akan diberikan nantinya, karena setiap orang pasti diuji sesuai kadar kekuatannya, dan menurut Allah kamu mampu. Jangan takut dengan masa depan lihat saat ini Hani sehat-sehat saja. Jangan takut dengan bayangan,” kata Ani membesarkan hati Nania kala itu.
Benar memang yang dikatakan Ani, jangan takut bayangan toh itu belum terjadi semua tidak ada yang salah alamat semua harus dijalani. Kalau sebagai ibu Nania lemah bagaimana dia akan memberi motivasi Hani nantinya.
Kemudian Nania banyak membaca buku-buku motivasi dan islami untuk menguatkan diri. Banyak buku yang dia baca membuat hati semakin kokoh menjalani takdirnya. Sebagai manusia apalah daya semua sungguh diatas kuasaNya.
”Yang Allah ciptakan itu sempurna tidak ada yang tidak sempurna, manusia saja yang mengatakan tidak sempurna sungguh itu sempurna menurut pandangan Allah. Dan siapa yang menghina ciptaan Allah artinya dia menghina penciptanya,” kutipaan ceramah AA gym.
Sungguh itu suatu yang menampar diri ini dengan keadaan Hani, banyak orang yang diberikan ujian lebih berat dari Hani secara fisik. Kondisi Hani saat ini lebih beruntung dari mereka.
Teman terbaik adalah buku Nania menenggelamkan diri dengan banyak membaca buku. Ada dua buku yang sering Nania baca, La Tahzan penulis karya Dr.Aidh al-Qarni dan Seni menawar takdir karya Syekh al-Qalyubi.
Dengan membaca buku La Tahzan membuat diri Nania tersadar bagaimana harus menyikapi setiap masalah dalam kehidupan. Seakan memberi kekuatan untuk selalu berbahagia dan sabar serta bersyukur dengan apapun yang diberikan Allah.
Begitu pula dengan buku Seni Menawar Takdir begitu banyak hikmah yang bisa di ambil. Di dalamnya mengisahkan kepada kita perjuangan para tokoh melalui doa dan usaha dalam mengetuk kemurahan-Nya, sehingga bisa menawar alur jalan takdir mereka.
Setelah membaca kedua buku itu membuat Nania mempunyai semangat kembali dan menata hatinya.
Hingga sore itu Nania bertemu dengan sahabatnya Ranti secara tidak sengaja di sebuah super maket. Ranti memperkanalkan kepada Nania anaknya yang bernama Tia.
Melihat kondisi Tia, di dalam hati Nania terharu dan salut dengan Ranti yang begitu sabar dan tlaten membimbing anaknya.
”Anakku dari lahir sudah divonis dokter Downsyndrom,” ungkap Ranti pada Nania.
”Tapi aku, ayahnya serta kakaknya sangat menyanyangi Tia, bagaimanapun kondisinya,” lanjut Ranti.
Mendengar hal itu Nania merasa trenyuh dengan keadaan Tia, bagaimanapun Hani anaknya masih normal pada umumnya. Hanya kondisi kulitnya saja yang membedakan.
Nania memberikan motivasi pada Ranti agar senantiasa berbesar hati bagaimanapun anak adalah titipan Allah. Sebenarnya Nania sedang menghibur dirinya sendiri dan memotivasi diri bahwa dia tidak sendirian.
Banyak ibu-ibu lain yang juga diberikan titipan anak-anak istimewa agar senantiasa mengingat kebesaran dan kekuasaan Allah.
Saat ini Hani sudah berusia enam belas tahun dan memang bercak coklat di tubuh Hani semakin hari semakin banyak. Sebagai manusia tiada daya dan upaya menentang takdirnya. Kedokteran tidak dapat menyembuhakn pun mencegahnya. Benar-benar hanya kepasrahan dan keridhoaan dengan segala kebesaran dan kuasa Allah.
Satu hal yang terlihat memang Hani kurang percaya diri dengan kondisinya. Tapi Nania selalu membesarkan hatinya agar senantiasa bisa bersyukur dengan kondisinya saat ini.
Hari ini saat Nania pergi ke sebuah pasar tak sengaja melihat orang yang diuji hampir sama dengan Hani namun lebih parah lagi keadaan kulitnya.
Kembali teringat bahwa Allah tidak melihat fisik, harta dan kedudukan namun yang dilihat adalah ketakwaan. Sungguh yang dibutuhkan dan yang dipunyai saat ini hanya keridhoaan dengan segala ketetapan takdir, manusia yang tak punya daya kecuali hanya bisa berharap padaNya. Sebuah kutipan dari buku La tahzan menenangkan hati;
Jangan bersedih, meskipun para dokter sudah kehabisan cara, kalangan bijak bestari tak lagi mempan nasehatnya, para ulama tidak lagi dapat berbuat apa-apa, para penyair hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala, dan semua usaha tidak lagi ada gunanya di hadapan takdir, qadha dan keniscayaan Allah.
Ali bin Abi Thalib mengatakan,
“Semoga jalan keluar terbuka, semoga
kita bisa mengobati jiwa kita dengan doa.
Janganlah Engkauberputus asa manakala
kecemasan yang menggenggamjiwa menimpa.
Saat paling dekat dengan jalan keluar adalah
ketika telah terbentur pada putus asa.”