Cerpen
Disukai
0
Dilihat
5,835
SAAT SUSUK MERASUK SUKMA
Drama

           

Suara riuh orang beradu mulut terdengar jelas dari rumah nenek Surti. Untuk tetangganya itu merupakan hal yang biasa terjadi, sudah menjadi pemandangan sehari-hari.

”Sana kamu pergi, ini rumahku tanah yang kubeli dengan uangku!” kata nenek Surti dengan lantang sambil berkacak pinggang ke arah anak dan menantunya.

”Sesukamu Nek, mau bilang apa, sudah jangan diladeni bikin ribut,” kata Heru anak tertua.

Akhirnya semua anak, menantu membubarkan diri. Sementara, Nenek Surti terus merancu dengan semua omelannya yang tidak jelas kemana arahnya.

”Bagaimana kalau Nenek kita undangkan ustaz untuk diruqyah,” kata Dino salah satu cucu tertua nenek Surti.

”Itu ide yang bagus, siapa tahu ada perubahan yang lebih baik,” kata Nina anak bungsu.

”Baiklah, kalau begitu besok akan ku carikan ustaz untuk meruqyah nenek,” jawab Dino.

Akhirnya malam itu, sesuai dengan yang telah disepakati ustaz datang meruqyah nenek. Nenek Surti sempat melawan dan tidak mau diruqyah namun, ustaz akhirnya dapat juga membujuknya.

Selesai meruqyah nenek Surti kemudian ustaz membicarakan keanehan dalam diri nenek kepada anak, menantu dan cucunya.

”Begini, berdasarkan pemantauan dan pengalaman selama ini meruqyah orang dalam diri nenek ada semacam susuk, dan dia juga memakai jimat juga,” kata ustaz.

”Sebentar saya ingat-ingat, dulu memang waktu masih kecil saya diajak nenek ke saudara di desa sebelah. Orang-orang memang menyebutnya dukun, tapi saya tidak tahu juga karena saya hanya disuruh menunggu di luar rumah,” kata Heru.

”Seingat saya, tidak cuma sekalidi ajak ke sana.Tapi terakhir saya dengar dukun itu sudah meninggal beberapa tahun yang lalu,” kata Heru lagi.

”Oh jadi prediksi saya tidak keliru, mungkin bisa dicari di mana nenek menyimpan jimat itu,” kata Ustaz.

”Pak Heru tahu tidak atau pernah diberitahukan kelemahan dari susuk atau jimat itu?” tanya Ustaz.

”Waduh saya betul-betul tidak tahu Ustaz, karena tidak diberitahu dan juga masih kecil jadi kurang paham,” jawab Heru.

”Benar, kita coba cari ustaz dan semoga segera bisa ditemukan,” jawab Nina.

”Dulu adakah kejanggalan waktu nenek jualan Pak Heru?” selidik Ustaz.

”Sepertinya biasa saja, sebentar saya ingat-ingat,” jawab Heru sambil merenung.

”E... anu dulu pernah memang nenek mengalami kerugian, dagangannya tidak laku. Nenek harus pulang dengan membawa gorengannya sebakul, kemudian di bagi-bagikan tetangga. Tapi tidak berlangsung lama, dagangan nenek selalu laris manis,” kata Heru lagi.

”Ya mungkin nenek memang memakai penglaris agar dagangannya habis, kalau tidak kan ya rugi. Cuma dari itu saja untuk mencukupi kebutuhan keluarga, dia juga harus selalu sehat untuk anak-anaknya,” kata Nina sambil menyeka airmatanya.

Semua sepakat akan mencari jimat itu, berhari-hari dicari di sekitar rumah dan di kamar. Namun, keberadaan jimat belum ditemukan juga. Hingga suatu hari, nenek Surti tidak tampak di keluar rumah dan hanya berbaring saja di tempat tidur.

Beberapa hari ini nenek Surti sakit. Badannya panas dan muntah-muntah ditambah tidak mau makan sehingga badannya semakin melemah. Melihat kondisi nenek Surti yang seperti itu membuat anak-anaknya segera bertindak membawanya ke rumah sakit.

Sudah beberapa hari nenek Surti dirawat di rumah sakit. Berdasarkan diagnosa dokter dan hasil laboratorium nenek Surti dinyatakan sakit Demam Berdarah. Untuk itu perlu perawatan yang lebih intensif agar sembuh kembali.

Sementara itu untuk menjaga nenek Surti anak-anaknya bergilir menunggui dan merawatnya. Kesempatan inipun tidak disia-siakan, saat nenek di rumah sakit Nina dibantu dengan Dino serta yang lain mencari keberadaan jimat nenek.

”Dimana ya kira-kira disimpannya jimat itu,” kata Nina.

”Coba kita geledak kamarnya,” kata Dino.

Mereka akhirnya menggeledak seluruh isi kamar, dari tumpukan baju, bawah kasur, kolong tempat tidur. Hingga akhirnya jimat itu ketemu ada di dalam dompet yang di simpan sangat tersembunyi di dalam lemari baju.

”Ini dia, sepertinya,” kata Nina sambil memegang buntalan warna putih.

”Benar sepertinya itu, kata Ustaz kalau sudah ketemu disuruh di bakar saja,” kata Dino.

Saat membakar jimat itu Heru bercerita tentang nenek Surti yang dulu berjuang menghidupi anak-anaknya.

”Kakekmu sudah meninggal sedari kami masih kecil, nenek benar-benar sendiri berjuang mencari nafkah. Memang dagangan nenek yang paling laris setiap hari pasti habis,” kata Heru bercerita.

”Bukan membenarkan tindakan nenek yang memasang susuk dan jimat, tapi untuk menghidupi anak-anaknya begitulah perjuangan seorang ibu. Kalian harus tetap menghormati dan menyanyangi nenek kalian bagaimanapun keadaannya,” kata Heru lagi memberikan nasihat untuk anak-anak dan adik-adiknya.

Akhirnya jimat itu dibakar juga dengan harapan nenek Surti bisa pulih seperti sedia kala. Setelah beberapa hari di rumah sakit, berangsur-angsur nenek kembali sehat dan sudah diperbolehkan pulang.

Beberapa hari setelah sehat dari sakitnya, nenek Surti masih belum membuat ulah lagi dan cenderung diam mungkin karena baru sembuh dari sakit juga. Namun setelah pulih, ternyata nenek Surti berulah kembali dan lebih parah lagi ulahnya.

Dia malah semakin membenci semua anak dan cucunya. Sampai suatu hari anak-anaknya di usir semua di rumahnya.

”Sana pergi, ini rumahku pergi sana!” kata nenek Surti dengan marah-marah yang tidak terkendali dan mata yang memerah.

Dengan usianya yang sudah tua dia masih tampak kokoh, tidak sesuai dengan usia itu pada umumnya. Kemudian Dino berkonsultasi lagi dengan ustaz yang mengruqyah nenek.

Ustaz menyarankan untuk mendatangkan temannya. Ustaz yang mengetahui tentang seluk beluk untuk hal perdukunan.

Setelah itu ustaznya datang dan memeriksa nenek Surti, dia mengatakan nenek memasang susuk di tubuhnya.

”Ada susuk yang menempel di tubuh nenek, dan itu hanya bisa diambil oleh orang yang memasangnya, karena itu diatas kuasanya dan tanggung jawabnya,” kata ustaz Farhan.

”Bagaimana ya ustaz, dukun itu sudah meninggal dunia. Apakah bisa dengan memanggil dukun yang lain?” tanya Nina.

”Jangan dan sepertinya tetap tidak akan bisa, karena itu menyangkut perjanjian dengan dukun yang memasangnya,” jawab ustaz Farhan.

”Terus kami harus bagaimana, ustaz?” tanya Heru penuh selidik.

”Sabar itulah senjata bagi seorang muslim saat mendapatkan ujian. nenek Surti memasang susuk agar dia bisa selalu kuat dan sehat untuk mencari nafkah. Memasang jimat penglaris untuk menghidupi anak-anak. Kini di usia senja diapun harus sakit menanggung semuanya,” kata ustaz Farhan sambil berkaca-kaca.

”Sebagai anak dan cucu wajib berbakti pada orang apalagi di usia senja, Itulah pintu surga untuk anak-anaknya,” kata ustaz Farhan lagi.

”Susuk itu berarti tidak bisa diambilkah?” tanya Heru penasaran.

”Susuk itu sudah mengalir bersama aliran darahnya. Allah punya cara untuk melepasnya suatu hari nanti percayalah akan kekuasaanNya,” jawab ustaz Farhan dengan bijak.

Sejak mengetahui semua itu mereka hanya bisa sabar dan pasrah. Kondisi nenek Surti yang kian renta harus menanggung semua beban derita. Dulu berjuang untuk anak-anaknya kinipun masih harus berjuanga kembali. Begitulah kasih ibu sepanjang jalan untuk anak-anaknya.

Suatu hari entah dari mana nenek makan dengan lahap pisang emas. Hampir satu sisir pisang di makan dengan lahap. Beberapa hari kemudian nenek sakit, dia tampak lemas dan tak berdaya.

Suaranya yang biasanya keras dan menantang tidak terdengar lagi. Dia benar-benar lemah dan tidak bertenaga.

”Mungkin inilah yang dimaksud Ustaz, nenek telah makan yang menjadi titik lemahnya,” kata Heru.

”Benar, sudah beberapa hari ini nenek juga tidak mau makan, badannya sakit semua katanya,” kata Nina.

Semua anak dan cucu nenek Surti berkumpul, kondisi nenek semakin lemah. Tapi tidak mau di bawa ke rumah sakit. Dari ustaz menyarankan kepada keluarga untuk membacakan Al Quran agar jiwa nenek tenang.

”Maafkan nenek ya cucu-cucuku, nenek sayang kalian semua,’’ kata nenek Surti dengan suara yang lemah nyaris tidak terdengar.

Sudah sehari ini nenek Surti dalam kondisi kritis dan sudah tidak sadarkan diri. Hanya doa yang bisa dipanjatkan, hingga nenek Surti menghempuskan napasnya yang terakhir.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)