Masukan nama pengguna
"Jadi saya tadi katakan saya merasa bahwa saya yang sangat keras membela hak asasi manusia nyatanya orang-orang yang dulu ditahan, yang katanya saya culik sekarang ada di pihak saya, membela saya saudara sekalian."
Kriuk, kriuk.
Dengan berhati-hati, si kakek berusia 85 tahun ini mengunyah kacang atom berasa telur.
"Oh, begitu, yah, Pak," Si kakek mengangguk-angguk. "Oke, pemilu nanti saya pilih bapak."
"Dikiranya masalah kelangkaan pupuk terjadi di kampung saya saja Oh, tentu saja tidak. Untungnya saya berkeliling ke seluruh Indonesia. Untungnya saya berkeliling dan mendengarkan langsung dari para petani yang ada di paling bawah."
Padahal sudah dianjurkan agar mengurangi konsumsi kafein, si kakek yang mengenakan sarung sebagai bawahan itu malah meminum dengan asoy kopi hitam tanpa gula tersebut.
"Koyokne aku pilih dia wae." ujar si kakek tertawa.
"Inilah bedanya orang yang berbicara pakai data sama mereka yang hanya berbicara pakai piksi. Pakai logika sederhana sekali, jumlah motor dari hari ke hari sama, jumlah mobil dari hari ke hari sama, maka harusnya angka polusinya sama setiap waktu. Betul tidak? Nanti kalau perlu saya kirimkan gambar satelitnya kepada Bapak, supaya Bapak bisa menyaksikan. Inilah mengapa tim saya ketika itu mengambil langkah dengan menggunakan ilmu pengetahuan, data, dan melibatkan saintis. Pasalnya, kalau enggak menggunakan itu maka enggak ada langkah yang benar."
Si kakek berdecak lalu berkata saking takjubnya, "Ah, pilih sing iki wae. Koyokne iki luwih mahir kelola negara."
Segelas kopi kembali si kakek seruput. Sampai-sampai si kakek terbatuk-batuk. Jelas terbatuk-batuk, sembari mengisap cerutu.
Apakah si kakek tak sadar sedang diperhatikan oleh cucunya? Bukankah sejak acara debat publik para calon presiden, si kakek menontonnya bersama cucunya yang tempo lalu menonton pertandingan sepak bola bersama-sama?
Si cucu tertawa. "Hahaha. Eyang, eyang. Eyang jadinya pilih capres yang mana? Kan, nggak bisa coblos semuanya?"
Si kakek yang sudah mengenakan kaus bergambar salah satu calon anggota legislatif yang merupakan teman cucunya, seketika itu langsung menoleh ke arah cucunya tersebut. Ujarnya, "Iya, yah, piye, toh? Andai iso pilih semuanya, Eyang wis pilih semuanya. Kata-kata mereka luar biasa. Koyokne paham betul tangani negara ini."
"Yah, tapi pilih salah satulah, Eyang."
Kakek itu hanya nyengir.
"Lagian Eyang mau pilih yang mana?"
"Oh, rahasia, dong. Masih berprinsip yang sama, kan? Jurdil--jujur dan adil?"
Acara debat publik di televisi memasuki segmen jeda pariwara. Terdengar musik yang cukup khas.
Ayo rakyat Indonesia
Bersatu langkahkan kaki
Menuju bilik suara
Rabu 14 februari
Segera bangkit si kakek dari bangku kayu yang ia duduki.
"Mau ke mana, Eyang? Debatnya belum selesai."
"Eyang mau langsung tidur. Segitu saja sudah cukup. Eyang tahu harus pilih siapa."
Padahal masih jam delapan malam lebih sekian. Dasar kakek-kakek pengangguran. Jam segini saja sudah merasakan kantuk yang luar biasa.