Masukan nama pengguna
"Bagiku, kado Natal terindah adalah sebuah ikatan pernikahan. Itu juga akan menjadi kado ulang tahun paling indah seumur hidup aku. Tapi, dengan kondisi aku yang seperti sekarang ini, mungkinkah?"
Aku cukup asyik dengan sinetron ini. Ini salah satu sinetron favorit aku. Yang mengucapkannya itu tengah mengidap sebuah penyakit ganas. Saking ganasnya, sampai-sampai ia tak bisa menggerakkan kedua tangan dan kakinya layaknya manusia normal. Di atas tempat tidur, ia hati-hati menulis di dalam buku catatan hariannya. Betapa ia sangat mendambakan pernikahan. Ia berharap laki-laki yang sering menjenguknya itu benar-benar serius mau menikahinya. Meskipun dirinya ragu, mengingat kondisi tubuhnya. Belum lagi, dokter sudah mewanti-wanti usianya pendek.
Aku mendesah. Kebetulan lagi iklan. Kuganti saluran. Terdengar alunan lagu "Jingle Bell". Hari ini memang tanggal 24 Desember. Besok sudah hari Natal. Hari ini aku sengaja tidak ikut ibadah Malam Natal. Lagi pula, tadi pagi juga sudah ibadah minggu. Ah, cukup sekali saja.
Aku iseng mengambil buku harian aku. Ingin kutiru langkah Nayla. Aku pun memiliki impian aku sendiri. Begini aku menuliskan di dalam buku harian:
"Dear God...
God, please, give me a chance. Hanya sekali saja, bisakah Engkau pertemukan aku dengan dirinya lagi?
Bertemu secara kebetulan juga tak apa. Hanya sekali saja. Dan, secara kebetulan. Masa tidak bisa, Tuhan?
Sudah lama aku tidak ketemu lagi sama dia. Seingat aku, terakhir ketemu itu tahun lalu. Waktu ret-reat. Yang ada di benak aku sekarang ini, dia duduk di dalam bus. Duduk dekat jendela. Dia mengenakan topi agak aneh. Lusuh begitu. Aku tidak tahu itu topi apa, tapi kurasa cocok buat dia. Dia pakai kaus you-can-see dan jaket tipis berwarna pink. Celananya jins biru agak tua. Tentunya dia berkacamata.
Tuhan, aku merindukannya. Rindu yang aneh. Karena, sampai sekarang, aku kurang tahu dia tinggal di mana. Yang aku ingat, dia pernah bilang ke teman laki-lakinya, dia tinggal di Bintaro, yang aku tidak tahu itu di mana. Sekolahnya saja aku tidak tahu di mana. Makanya, kubilang, rinduku aneh.
Aku merindukan sesosok perempuan yang tak tahu rimbanya di mana. Seperti Cinderella saja. Yang begitu menjelang tengah malam, langsung kabur entah ke mana. Aku bagaikan seorang pangeran yang terus menerus mencari-cari Cinderella-nya.
God, give me a chance. Sekali saja. Kebetulan ketemu juga tak apa."
Aku berhenti menulis. Biarlah kutuliskan saja seluruh perasaan terpendam aku untuk dirinya. Barangkali suatu saat terkabul. Seperti scene sinetron sekarang ini. Nayla mendadak menikah dengan Moses. Mengada-ada sekali. Namun, mungkin begitulah kekuatan mimpi. Seperti mengada-ngada, tapi yang penting terkabul, bukan?
Di malam Natal, 24 Desember 2006, aku sudah berdoa sendirian. Semoga pangeran berkacamata ini segera dipertemukan dengan Cinderella-nya.
Aku kaget. Sebuah SMS masuk ke dalam ponsel Fren milik Mami. Mami sengaja meninggalkannya di rumah. Lagi pula Mami memiliki dua ponsel. Satu Fren, satu Esia. Yang Esia dibawa ke gereja tadi.
Temanku, Ronnie, membalas pesan Natal aku hampir dua jam yang lalu. Bunyinya:
"Don't stop dreaming, Bro. If an human stops dreaming, it's time to die. And, merry Christmas 2006 and happy new year 2007!"
Aku tertawa terbahak-bahak. Apakah dia sedang membaca pikiranku? Kenapa tepat sekali dengan suasana hatiku yang sedang merindukan seorang Cinderella?