Masukan nama pengguna
Seseorang berpakaian khas satuan pengamanan. Ia berkulit kecoklatan agak gelap. Kemeja yang ia kenakan berwarna krem. Krem itu adalah warna kuning gading. Sebagian orang menyebut krem adalah warna kuning gading. Krem sendiri merupakan perpaduan antara kuning pucat dan putih.
Di depan sebuah warung es buah, ia menghentikan motornya. Semuanya hanya karena melihat seorang laki-laki berkacamata tengah menggowes sepedanya. Laki-laki berkacamata itu sadar sedang diikuti oleh si satuan pengamanan--atau sebut saja satpam. Tangan si laki-laki berkacamata mendadak terarah ke arah dirinya.
Apa maksudnya, pikir si satpam berpakaian krem mengernyitkan dahi, ketakutan. Padahal si laki-laki berkacamata itu terlihat culun. Mendadak si satpam teringat dengan sinetron yang ia pernah tonton di kala ia masih remaja. Oh, laki-laki berkacamata ini kelihatannya seusia dengan dirinya. Minimal, yah, sebaya.
Selain itu, tak hanya kenangan masa remaja yang satpam itu ingat. Terngiang-ngiang di kepala si satpam, suara-suara yang mendatangi dirinya subuh. Itu saat ia tidur. Ia kira tidurnya lelap. Nyatanya, ia bermimpi. Mimpi yang cukup hidup. Di sana, ia bertemu beberapa orang yang berjumlah tak sedikit. Wajahnya tak terlalu terlihat. Mereka-mereka ini seperti mengenakan jubah bertudung. Tudung ini menutupi wajah mereka-mereka yang nyaris setiap hari memberikan tugas untuk dilakukannya. Ada bayarannya, tentu saja. Mana mau orang kecil si satpam sembarangan menerima pekerjaan, jika tidak dibayar. Di zaman yang katanya sedang krisis finansial ini, berapa pun uang yang masuk ke dompet atau rekening, itu sangat ia perlukan untuk menafkahi istri dan anaknya yang rencananya tahun depan akan dimasukkan ke sebuah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Salah seorang dari mereka seperti memerintah, "Laki-laki berkacamata itu, tolong, kamu awasi,"
"Buat apa, tapi?"
"Awasi saja."
Yang lainnya menimpali, "Dia sungguh ancaman buat masyarakat di sekitar kamu tinggal. Perhatikan saja gerak-geriknya."
"Tapi, kalau saya perhatikan baik-baik, dia nggak nampak seperti orang yang kalian bilang sebut ancaman. Dia seperti tokoh di sinetron yang pernah saya tonton dulu. Nampak lugu, malah lebih ke arah culun."
"Itu hanya yang terlihat dari permukaannya. Kamu bisa lihat sendiri kalau matamu menerawang-nerawang, dalam tubuh laki-laki berkacamata itu, sangat membayahakan orang banyak."
"Itu, kan, yang ada di dalam. Saya rasa kebanyakan orang pasti lebih melihat apa yang kelihatan sama mata telanjang. Bukan sama mata batin."
"Pokoknya, awasi saja. Lakukan saja persis seperti yang kami perintahkan. Nanti pasti apa pun yang kamu kerjakan, akan kami buat berhasil."
Yang lainnya ikut menambahkan dengan suara cukup tegas dan menggelegar, "Pokoknya, ikuti saja!"
Si satpam tersentak. Belum apa-apa laki-laki berkacamata itu sudah berada di dekat dirinya. Ia kaget bukan kepalang. Si laki-laki berkacamata yang sudah menjadi target operasi setiap satpam di kawasan itu mendadak mengajaknya berjabatan.
"Kenalin, nama saya--" ujar si laki-laki berkacamata coba ramah kepada si satpam. "Heran saya, Bang. Kenapa sih satpam-satpam di daerah sini, hobi ngikutin saya?"
Seketika itu, si satpam berpakaian krem itu langsung jual mahal dan memacu sepeda motornya melangkah sejauh-jauhnya. Sembari membawa sepeda motornya mengebut sekencang-kencangnya, si satpam itu teringat dengan peristiwa lain yang tak kalah anehnya dengan mimpinya tadi subuh.
Dalam sebuah pelatihan, si satpam itu iseng saja bertanya ke seniornya. Dalam sebuah apel.
"Apa nggak kebanyakan jumlah satpam di daerah ini, Bos?"
"Yah, udah pas, lah. Makin banyak security, makin aman daerah ini."
"Perasaan di daerah lain nggak sebanyak ini jumlah satpamnya. Dan, buat apa juga, kita disuruh patroli sering-sering, apalagi cuma buat patroli di sekitar seorang laki-laki berkacamata? Apa bahayanya?"
Seniornya berdecak. "Ckck... ah, kamu nggak tahu apa-apa. Ikuti lagi aja. Lagian mencegah lebih baik daripada mengobati, kan?"
Catatan Kaki:
Flash fiction atau fiksimini ini terilhami dari kisah nyata penulisnya.