Masukan nama pengguna
Tertulis begini:
"Apamaruto merugi. Diperkirakan akan menutup lebih dari 400 gerainya di 2024."
Aku coba mengeklik lebih lanjut gambarnya. Sepertinya aku baru saja membuka jebakan clickbait. Caption-nya saja hanya tertulis, "Wah, banyak yang bakal tutup nih, Der,"
Anjrit, padahal niat hati ingin mendapatkan sesuatu yang menghibur hati. Nyatanya, hampir tengah malam begini, aku malah di-prank. Saking kesalnya, aku sampai terloncat dari tempat tidur.
Ah, mungkin disengaja. Mungkin akun Instagram yang seperti portal berita ini lebih ingin menuai like dan comment. Belum apa-apa, sudah ada sekitar 58,5 like dan 1256 komentar. Kucoba membuka bagian komentarnya. Banyak juga pikiran-pikiran menarik dari netizen Indonesia, yang entahlah, kenapa sering disebut Wakanda atau Konoha.
Ha-ha-ha.
"Karyawan situ galak-galak, sih,"
"Kok bisa? Menurut gue, pelayanan mereka baik-baik aja!"
"Gara-gara biaya sewa pada naik. Naiknya juga nggak kira-kira. Udah lihat beritanya di web portal lainnya."
"Bangku IDM semakin ramai, nih."
"Semoga semua teman-teman di sana, bisa segera mendapatkan pekerjaan yang lebih baik."
"Yang rugi mah karyawan. Mereka tiap bulan nombok mulu. Padahal belum tentu karyawan yang ambil barang, kena minus mulu."
"Keok lawan warung Madura?"
"Coba banyakin kursi besi dan stok goldanya."
"Salah beritanya, Bos. Apamaruto justru nggak rugi. Buat teman-teman netizen, justru telusuri dulu ke Google. Justru dari web yang saya baca, laba mereka justru lebih 3x naik dari tahun-tahun sebelumnya. Itu setelah Pitu-Welas cabut dari Indonesia."
Aku coba membaca beberapa komentar yang ada. Ada yang menggelikan. Ada pula yang membuat aku mengerutkan dahi. Benar isunya ternyata. Netizen Indonesia sangat jago berkata-kata di kolom komentar. Hingga akhirnya, aku cukup tertohok dengan komentar yang satu ini.
"Gara-gara Kang Parkir, jadi pada malas ke Apamaruto."
Loh, apa-apaan ini? Apa hubungannya tukang parkir dengan Apamaruto yang harus menutup 400 gerainya di seluruh Indonesia?
Aku cukup tersinggung, nih. Lagi pula, tidak semua tukang parkir seperti yang ditulis orang-orang ini. Yang bermartabat masih ada. Yang tidak memaksa seperti kata ibu-ibu ini.
"Sebenarnya saya nggak apa-apa kasih duit ke Kang Parkir. Yah, minimal bantuin saya narik motor dan nyeberangin motor saya. Bukannya yang awalnya nggak ada, mendadak ada. Mana abis terima duit, langsung pergi gitu aja. Itu yang kadang suka malas kasih duit."
Yah, ampun, Bu. Hanya itukah?
Aku menggeleng-gelengkan kepala, lalu minum suplemen diet yang beberapa hari lalu, aku beli dari salah seorang teman yang hanya kukenal di Facebook. Tak hanya si ibu-ibu ini. Yang lainnya pun sama. Seperti sedang menjatuhkan profesi tukang parkir saja. Saking gemasnya, kuputuskan untuk memberikan tanggapanku.
"Jujur nih, gue akrab banget sama tukang parkir dekat kosan gue. Tapi, kadang ada beberapa tukang parkir yang merasa risih. Ini yang gue coba sampein ke kalian, yang kenyataannya aja. Tukang parkir yang beneran kerja dan ramah itu emang sedikit. Banyak yang cuma mau nerima duitnya aja, tahu-tahu nggak diseberangin. Pada risihnya di situ, kan. Kalau diseberangin, tertolong, lah. Apalagi waktu jalan lagi rame-ramenya. Padahal, dari curhatan teman-teman tukang parkir, mereka nggak seberangin gitu, kadang ngindarin security atau tramtib yang suka jelalatan soal duit. Bahkan waktu gue suka lewat Apamaruto dekat kosan, suka gue sapain. Kadang gue bagi udud. Mereka udah senang banget. Bukan soal apa-apa, yah. Lebih ke arah respect aja, sih."
Setelah merasa sudah yakin sekali, aku coba mengeklik tombol 'publish'. Omong-omong, sebetulnya selain terlibat dalam bisnis multi-level marketing, aku ini pun seorang tukang parkir. Aku bertugas di sebuah Apamaruto dekat kosan. Boleh dibilang, komentar aku ini...
...sekiranya biar mereka tahu, menjadi tukang parkir itu tidak mudah.