Masukan nama pengguna
Bangun tengah malam buta, pengarang Pen merasakan jujuhan ide di kepalanya. Ide-ide liar yang mengetuk-ngetuk tempurung kepalanya.
Pengarang Pen segera mengambil pena dan kertas. Ide-ide itu mengalir deras dari sungai imajinasinya, seperti bah, tak bisa ia kendalikan sama sekali.
Berlembar-lembar kertas habis sudah, tapi idenya masih segar mengalir, semakin deras, tak tertampung.
Dan Pengarang Pen mulai menulis di atas meja kerjanya, di atas kursi, loncat ke jendela, turun ke lantai, loncat lagi ke pintu - ke mana-mana, tak kuasa ia bendung.
Setelah kamarnya penuh oleh ide-ide, Pengarang Pen keluar menuju ruang tamu, menuliskan ide-idenya di sana, lalu ke ruang makan, ruang TV, dapur, kamar mandi, garasi, kamar tidur ayah-ibu, kamar adik, kamar pembantu, kamar mandi, koset - semuanya dipenuhi oleh ide-ide yang keluar dari kepalanya.
Tentu saja tak cukup sampai di situ, ide-ide di kepalanya terus mendesak Pengarang Pen, menulis di taman, di pohon-pohon, di lembar-lembar daun, di jalanan, di trotoar, di tiang-tiang listrik, di pagar-pagar pembatas....
"Berhentilah! Aku lelah!" teriak Pengarang Pen.
Tapi ide-idenya terus saja bergerak sesuka hati mereka, meloncat dari satu mobil ke mobil yang lain, dari satu gedung ke gedung lain, dari pelabuhan ke bandara, dari stasiun ke halte-halte.
"Tolong hentikan! Aku bisa gila!" Sekali lagi Pengarang Pen berteriak.
Saat itulah sebuah ide lain menyelinap di jejaring otaknya untuk menghentikan banjir ide-ide itu.
Pengarang Pen memegang kedua ujung pena itu, lalu PLATAK! Pena itu pun patah.
Dan benar, aliran ide dari kepalanya langsung berhenti, sebagaimana detak jantungnya. *