Masukan nama pengguna
Menghimpun napas secara mendalam, ia menjurus hampir tidak mengerti bagaimana merasakan diri. Gemetar membungkus tubuh. Keringat dingin tak terkendali. Dalam keadaan terpojok oleh sosok yang kian memangkas bentang, ia harus memutar benak supaya dirinya selamat.
"SAYA MENGAGUMI ANDA!"
Langkah sosok itu terhenti. Sebelah alis terangkat. "Apa maksudmu?" tanyanya dengan nada sayup menusuk. Belati di tangan yang baru saja menjilat darah manusia, masih meneteskan cairan merah sedikit kental. Baru saja menjalankan tugasnya, tiada terkira akan ada saksi mata.
"Bagaimana anda melakukannya? Saya ingin seperti anda!"
Sang pembunuh semakin mengerinyitkan dahi. "Apa maksudmu?"
Sang gadis menekuk kaki seakan hendak bersimpuh, namun memang kenyataannya ia ingin memohon. "Saya tidak tau bagaimana menjelaskan, tapi saya butuh kekuatan dari tuan!"
Pembunuh yang disebut tuan mengernyitkan sebelah mata ke sekian kali. Semakin dibuat bingung, yang demikian membuatnya harus memutuskan cepat untuk segera menghabisi si gadis yang telah menjadi saksi mata.
"AKU MOHON JANGAN BUNUH AKU! INI MASA YANG KUNANTI-NANTIKAN"
Bergetar terdengar suara gadis asing itu di telinga si pembunuh. Menghentikan langkah 'sang tuan'. "Ada apa denganmu? Siapa dirimu?" tanyanya tetap sayup menusuk.
Airmata tidak mampu terbendung, segala memori buruk berputar-putar saling berebut mempengaruhi si gadis. Berjalan keluar dari rumah tanpa arah, ia benar-benar tidak menyangka menemukan sebuah jalan buntu dan melihat pembunuhan di depan mata. Sungguh ia tidak menyangka bila apa yang 'diimpikan'-nya sejak kecil sudah terwujud. Penat jiwanya tak tertahankan lagi dan merasa sudah saatnya ia memiliki kekuatan kelam untuk membalas apa yang ditahannya sejak lama. "Aku mohon jangan bunuh aku... Atau setidaknya, serahkan senjata tuan padaku supaya terlihatnya aku yang melakukan pembunuhan..."
Sang pembunuh sungguh bertanya-tanya dalam diam, apa yang terjadi pada gadis yang terlihat lugu di depan matanya. Ia lalu melempar belatinya secara sembarang, mendekati sang gadis yang tertunduk. Mengangkat wajah itu dengan kedua tangan yang berlumuran darah. "Siapa kau? Apa yang terjadi padamu? Apa sesuatu telah terjadi padamu?"
Pandangan mereka saling bertumpu. Belum si gadis menjawab, sang pembunuh seperti seakan luluh oleh tatapan sendu itu. Sentuhan kedua tangannya dijauhkan dari kedua pipi sang gadis, ia yang berdiri demi mengangkat wajah gadis itu pun segera berdiri dan menghindar mundur. Emosi yang terpancar di wajahnya seakan menunjukkan bahwa ia sedang grogi.
"Tuan...?"
"Jangan sebut aku demikian, aku bukan tuanmu!" Tegas sang lelaki pembunuh. Sepersekian detik setelah mengendalikan diri, ia kembali meraih senjata tajamnya dan menyimpan ke dalam tas jinjingnya. "Saya tidak kenal anda. Dan anda sebaiknya tidak perlu mengenal saya. Lebih baik kau pergi dan jangan pernah ingat kejadian saat ini."
Sang gadis tidak berkata apa-apa, selain berusaha menerjemahkan raut wajah pria berambut ikal sepundak itu. Roman wajahnya begitu polos memandang sang pembunuh saat mengelap tangan penuh darah ke jaket hitam, dan tak lama darah di kedua pipinya juga dibersihkan pria itu. Lagi, tatapan pria itu seperti seorang yang masih bisa merasakan sesal. Tidak hanya itu, sang pria menarik tangannya untuk keluar dari tempat itu.
"Sekali lagi kukatakan, jangan ingat lagi. Pulanglah. Jangan berpikir untuk menjadi sepertiku!" seru si pria sebelum meninggalkan sang gadis di keramaian.
Sang gadis terpaku diam.