Masukan nama pengguna
Aku terkejut nama itu disebut, bersamaan dari poli mana ia berasal untuk pengambilan obat. Bersamaan dengan berkelebat memori masa sekolah, aku memanjangkan leher mencari tahu benarkah gadis yang dalam memoriku yang dimaksud petugas apotik. Bukan, bukan karena pernah ada kasmaran diantara kami--meski bisa kurasakan dia menaruh rasa padaku. Akan tetapi, bersamaan sekali baru saja kudapati notifikasi suka di instagramku dari gadis itu.
Menelan air ludah, diantara para pasien yang tengah berebut menaruh persyaratan pengambil obat, memang ada dia yang dilayani sekuriti bersama pasien-pasien lain yang dipanggil untuk mengambil obat.
Tidak ada yang berubah dari rupa itu. Terlihat lebih tenang. Namun apa aku tidak salah dengar bila ia berasal dari poli kesehatan jiwa?
Bergelung pesat memoriku pada masa yang hampir karam dalam ingatanku. Dia duduk berdekatan denganku kala itu. Bersebelahan dibatasi ruang untuk berjalan. Kami saling bertukar catatan bila salah satu dari kami ketinggalan pelajaran karena guru terlalu cepat menulis di papan tulis. Tidak jarang pula saling bertanya bila salah satu dari kami tidak paham apa yang ditanya. Terlihat baik-baik saja. Tidak pernah memiliki masalah di sekolah. Citra gadis baik ada padanya, baik yang memang murni. Sungguh langka untuk zaman sekarang. Namun apa yang terjadi padanya saat ini?
Selepas kenaikan kelas, kami berbeda kelas, tidak lagi bertegur sapa, terlebih lagi ketika tidak masuk SMA yang sama. Namun memang, bisa kurasakan dia seakan menghindar.
Apotik yang ramai, membuatku hampir terbawa hanyut oleh memori tentangnya. Beruntun memori tentangnya menghampar di benakku. Rasa khawatir menggodaku mendorongku untuk mengikutinya. Namun aku lupa aku sedang bersama Paman yang kutemani dalam pengambilan obat setelah jalani kontrol bulanannya.
"Uwak, Sidiq...," Belum aku mengatakan sesuatu pada pamanku, nomor yang kami tunggu sudah dipanggil. Aku harus menuju loket pengambilan obat. Tidak sadar olehku ada gemuruh karena ingin mengejar Raras si gadis itu. Namun aku kemudian heran, memangnya untuk apa aku harus mengejarnya?
Cukup muram kurasakan ketika sosoknya sudah tidak ada karena keluar dari apotik rumah sakit, dan pula aku bersama pasien-pasien lain berdiri menanti obat di loket pengambilan obat. Setelah obat didapat, aku kembali pada paman dan menaruh obat-obatannya ke tas yang berada di pangkuan paman.
"Ada apa Sidiq?" Uwakku ini pasti menangkap kesan lamunan di roman wajahku.
Aku menarik kedua ujung bibir, menggeleng samar. "Tidak, Uwak. Pulang yuk, biar bisa istirahat cepat." Aku pun membimbingnya berdiri dan berjalan, sebelum ia akan bertanya lebih lanjut.
Berusaha aku untuk tidak termenung dalam melangkah dan membimbing Uwak. Raras dulu dan Raras sekarang terlihat sama saja, namun aku merasa tidak sampai hati mengetahui bahwa ia tidak baik-baik saja.
Menaiki angkot bersama Uwak, sesal perlahan menjerat. Seharusnya aku sadar mengapa dia kala itu menghindariku. Mungkin aku sudah menyakitinya karena memacari gadis lain di kelas yang sama, padahal sebenarnya aku juga memiliki perasaan pada Raras tetapi aku merasa tidak pantas baginya waktu itu sebab pergaulanku dengan anak-anak berandal.
Semoga aku bukan salah satu penyebab sakitmu sampai berurusan dengan dokter kejiwaan..., aku membatin sambil memandangi notifikasi suka di Instagram. Penasaran olehku mengapa ia like postingan lamaku, sungguh tampak jelas bahwa dia sedang men-stalking-ku.