Flash
Disukai
0
Dilihat
16,875
Nyaris
Drama

Resahnya tidak mampu diselimuti oleh rasa apa pun. Dari jarak berjauhan ia memantau, sesekali kendaraan lalu lintas menghalangi pandangan.

"Ra--" Nama sang keponakan hampir dipanggilnya, tapi urung saat keponakan di seberang jalan sana itu menoleh.

Tatapan itu, Mizan tidak mampu menafsirkan. Ia merutuk putri sulung dari kakaknya itu. Sudah diingatkannya untuk tidak bersikap gegabah, tapi keponakannya berkeras hati.

Berawal dari meniru Mizan sang Paman berhasil menemui tambatan hati melalui aplikasi jodoh, Rara sang keponakan ingin mengikuti jejak sang paman karena sudah penat ditagih bilamanakah masa pernikahannya tiba. Beberapa hari menuju hari pernikahan Mizan, Rara mendapat sang calon tambatan hati, namun Mizan tidak yakin akan seberhasil dirinya, mengingat mencari tambatan hati secara online tidak selalu berjalan mulus.

Rasa keabangan pun mencuat. Kembali Mizan seakan dibawa pada masa sekolah yang selalu memantau Rara yang satu sekolah dan satu angkatan dengannya, karena iba pada Rara yang seperti harus selalu memantau sang adik atas perintah sang ayah--yang bila terjadi apa-apa pada sang adik maka kakak yang menjadi tumpuan sumber kesalahan. Mizan tidak sampai hati, sampai pernah digosipi oleh sebagian anak-anak di sekolah dikiranya Mizan menaruh hati pada Rara hingga Rara dijadikan objek cemburu para siswi karena dekat dengan Mizan, padahal hubungan mereka adalah paman dan keponakan.

Rara selalu berusaha menjaga adiknya. Lantas, siapa yang menjaga Rara? Pikirnya waktu itu.

Di bawah terik sore hangat, sang keponakan masih dalam keadaan menoleh. Mizan menangkap bahasa tubuh itu menjemba ponsel. Dan tak perlu berpikir untuk menebak akan menelpon siapa.

"Pam-Mi," begitu Rara menelpon pamannya, karena sang paman memang enggan disebut om sebab seusia, pun risih disebut paman.

"Ya?" Mizan merasakan khawatir yang menuju pekat oleh suara keponakan yang seperti ketakutan.

"Terus ikuti Rara ya..."

"Ra, enggak! Rara harus berbalik! Jangan dengar orang itu?!" Percuma, Mizan kemudian melihat keponakan terdekatnya itu memasukkan ponsel ke saku pakaian tanpa mematikan sambungan panggilan.

Wajah gadis itu seperti butuh bantuan, namun tetap pula mengikuti seorang pria yang kemudian tak lama menghampirinya. Begitu melihat mereka memasuki gang, Mizan menyebrangi jalan dan mengikuti, ia tidak mau keponakannya bernasib nahas. Rara hanya buta akan tuntutan sanak kerabat karena belum juga menikah. Namun sungguh, bukan dengan main patuh saja untuk kopi darat ke kost-an calon tambatan.

Rara, betapa bodohnya kau!

Melewati rumah-rumah warga, Mizan terus mengikuti dengan jarak yang diharapkan tidak membuat calon tambatan keponakannya curiga. Salah satu rumah menjadi tujuan, Mizan bersembunyi di balik tembok untuk mencuri dengar ketika keponakan dan lelaki asing sudah di depan pintu kost.

"Loh kok gak mau?"

Rara menggeleng, menolak dipersilahkan masuk.

"Ayolah kamu pasti capek banget."

Rara tetap menggeleng, kemudian dengan agak ketakutan berkatalah ia, "maaf, aku ternyata ada agenda...," akan berbalik tapi lengannya disambar si lelaki yang akan memaksakan Rara masuk. Refleks Rara menarik lengannya dan sebelah kakinya menendang si lelaki.

Mizan yang mendengar keributan, keluar dari persembunyian. Terpana syukur karena Rara mampu menolong diri sendiri. Dan sekarang, wujudnya sudah tampak oleh si lelaki. "Rara, ayo pulang!" Ia lekas menarik lengan sang keponakan untuk pergi jauh.

"Makasih, Pam-Mi dah mau pantau Rara," Rara menunduk ketika puncak kepalanya ditepuk-tepuk.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)