Flash
Disukai
0
Dilihat
4,687
Kereta Terakhir
Misteri

Setengah mengantuk, Hus masuk ke gerbong, berdesak-desakkan. Ini kereta terakhir ke Vaqinor, dan sungguh beruntung ia bisa mendapatkan tempat duduk. 

Segera saja, begitu pantatnya menyentuh busa lembut, Hus langsung tertidur. Suara mesin, gesekan pada rel, percakapan orang-orang menghilang bersama dengkurannya. 

Dalam sepekan belakangan, tumpukan pekerjaan di mejanya selalu menggunung. Itu adalah konsekuensi dari 'keberuntungannya' karena tidak diberhentikan seperti karyawan-karyawan lain akibat pandemi yang tak berujung.

"Kita harus bersyukur, Hus. Hanya beberapa karyawan terpilih yang masih dipertahankan. Kau tentu tahu bagaimana nasib rekan-rekan kita yang di-PHK," ujar teman kerjanya beberapa hari lalu ketika Hus mulai mengeluhkan beban kerja yang kian bertambah.

"Tapi gak gini juga, dong! Ini namanya perbudakan!" Ia masih belum bisa terima, meski - tentu saja - ia tak punya pilihan selain menyelesaikan semua pekerjaan itu.

"Jangan keras-keras! Seseorang bisa saja mencuri dengar dan melaporkanmu pada bos!"

"Laki-laki sialan itu mengambil kesempatan dalam kesempitan!" Meski dengan nada geram, kali ini suara Hus benar-benar sudah merendah.

"Dia memang babi, tapi mau gimana lagi?"

"Kalau dipikir-pikir, siapa sih sebenarnya yang lebih beruntung? Kita atau rekan-rekan yang di-PHK?"

"Udahlah, aku jadi pusing!"

Malam itu, Hus pulang paling terakhir, dalam rasa kantuk yang luar biasa.

Dan, demikianlah. Ia langsung tertidur begitu pantatnya menyentuh bantalan empuk kursi kereta terakhir ke Vaqinor.

Hingga entah pada stasiun ke berapa, ia terbangun karena guncangan yang cukup hebat. "Ada apa?" tanyanya pada penumpang yang duduk di sebelahnya.

"Tak ada apa-apa. Memang selalu seperti itu, bukan?" balas penumpang tadi. 

"Maksudnya?" Hus masih belum bisa mencerna kata-kata itu.

"Ya, bukankah setiap kali akan tiba di stasiun terakhir, kereta ini akan selalu berguncang hebat?"

Hus memandang keluar jendela. Lampu-lampu berwarna ungu berjejer di jalanan kota. Tiba-tiba bulu romanya berdiri. Tak salah lagi, ia masuk ke kereta yang dua minggu belakangan menjadi perbincangan orang-orang. 

"Kenapa kamu pucat begitu? Sebentar lagi kita sampai di stasiun terakhir. Bersiaplah!" 

Hus tahu ia tak akan pernah kembali ke Vaqinor. * 

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)