Masukan nama pengguna
Sinar matahari pagi menghangatkan tubuh mereka. Di bawah sebuah pohon yang besar nan rindang, di sudut lapangan seorang anak perempuan berusia Dua belas dengan ditemani oleh seorang pemuda nampak sangat bersemangat dalam menggali ilmu pengetahuan. Seorang pemuda yang merupakan salah satu anggota KKN UNNES dan dikenal dengan nama Rendy itu tak pernah lelah untuk menjalankan tugasnya. Ia tetap teguh pada pendiriannya untuk terus menjalankan tugasnya untuk membantu kegiatan belajar anak-anak di desa Pandanaran itu. Walau ujian terus datang padanya ia tak pernah memperdulikannya.
Anak perempuan bernama Rani itu terus bersemangat dalam menuntut ilmu walau dunia masih dilanda pandemi. Ia juga tak pernah memperdulikan perihal teman-temannya yang tak ingin bergabung bersamanya untuk belajar setiap harinya bersama Rendy. Api semangat dalam jiwanya seolah tak pernah padam walau diguyur dengan air sebanyak apa pun.
"Kamu harus terus bersemangat dalam belajar. Kamu tidak perlu memperdulikan segala macam rintangan yang datang di hadapanmu. Yang kan menghalangi terwujudnya cita-citamu di masa depan. Walau Kepala Desa sendiri telah melarang kita untuk belajar di Balai Desa lagi, walau kita harus belajar secara sembunyi-sembunyi, walau kita harus belajar berdua saja, kamu jangan pernah terpengaruh dengan semua itu. Kamu harus tetap teguh pada pendirianmu untuk terus belajar," tutur Rendy pada Rani seusai belajar.
"Itu pasti. Aku tidak akan pernah menyerah untuk terus belajar. Aku tidak peduli jika aku tidak mempunyai teman untuk belajar. Walau harus bersembunyi untuk belajar itu tidak masalah bagiku. Aku akan tetap semangat untuk terus belajar," jawab Rani dengan penuh semangat.
Setelah selesai mengaji dan melaksanakan sholat isya’, Rani segera mengambil buku dan alat tulisnya. Disembunyikannya buku itu di balik tubuhnya. Ia pun berpamitan pada ibunya dengan alasan bermain bersama Reyhan di rumah Kepala Desa .Tanpa berfikir panjang lagi, sang ibu langsung memberikan izin padanya. Rani pun segera keluar dari rumah dan mengayuh sepedanya dengan cepat.
"Lihat itu anak Pak Lurah! Dia saja tidak memperdulikan sekolahnya. Dia juga yang mempengaruhi teman-temannya untuk tidak belajar lagi," Ucap Fandy pada Rendy sambil menunjuk ke arah Reyhan yang tengah bermain di ruang tamu.
Rendy hanya dapat diam mendengar perkataan Fandy. Tiba-tiba Rani datang dengan nafasnya yang terengah-engah. Ia langsung memasuki rumah setelah mengucapkan salam. Reyhan langsung meletakkan ponselnya di atas meja. Kemarahan langsung mewarnai wajahnya.
"Rani! Kamu ini! Apa kau tidak bisa masuk rumah dengan perlahan? Kenapa kau harus terburu-buru datang kemari malam-malam begini?" bentak Reyhan.
"Biarkan saja! Aku kan hanya ingin belajar bersama Kak Rendy. Dan kakak. Apa yang kakak lakukan di malam seperti ini? Seharusnya kakak belajar.Ini kan memang sudah waktunya belajar. Lagipula sebentar lagi kita kan akan ujian. Masa kakak tidak mau belajar? Nanti kalau nilai ujian kakak buruk bagaimana?" bantah Rani.
"Memangnya apa urusanmu? Lebih baik kau diam saja! Kalau kau ingin belajar, maka belajar saja sendiri. Jangan sok menasihatiku, anak kecil!" tambah Reyhan.
Rani memalingkan wajahnya dari Reyhan. Reyhan pun melanjutkan permainannya. Rani kemudian mendekati Rendy dan membuka buku yang dibawanya dari rumah. Ia langsung memusatkan perhatiannya pada buku yang ada di depannya itu.
"Biarkan saja dia seperti itu! Aku sudah beberapa kali menasihatinya. Tapi dia tetap tidak mau mendengarkanku," tutur Rendy.
"Barangkali dia mau mendengarkanku. Aku kan adik sepupunya. Kami sudah lama bersama selama ini," jawab Rani
Siang itu setelah membimbing Rani dalam belajar, Rendy kembali ke rumah Pak Lurah untuk beristirahat. Sementara itu, Rani bergabung dengan teman-temannya untuk bermain. Dalam perjalanan pulang, Rendy terus memikirkan nasib anak-anak desa Pandanaran itu yang kesulitan mendapatkan fasilitas pendidikan selama masa pandemi berlangsung. Orang tua mereka pun tak pernah mengontrol waktu belajar mereka dan terus membiarkan mereka bermain sepuas hati.
Rendy mulai memasuki gerbang rumah Pak Lurah. Nampak di teras rumah teman-temannya yang tengah duduk bersantai sambil terus berbincang sambil terus memainkan ponselnya. Adapula yang disibukkan dengan buku pelajarannya. Hati kecilnya semakin hancur melihat sesuatu yang buruk berada di depan matanya.
Rendy melepaskan rasa lelahnya dengan duduk di samping Fandy yang tengah duduk di sudut teras. Sambil terus menggenggam ponsel di tangannya. Fandy tak mengindahkan kehadiran Rendy. Ia melirik ke samping tempat duduknya yang telah diduduki oleh Rendy. Kemudian ia memalingkan wajahnya dan kembali fokus pada ponselnya itu.
"Kenapa? Kau terlihat murung hari ini. Eh maaf, kau memang terlihat murung setiap hari. Sudahlah, tidak usah difikirkan! Kenapa kau tidak bergabung saja bersama kami disini?Jangan terlalu memikirkan nasib anak-anak itu! Kalau mereka datang pada kita untuk belajar kita layani saja mereka. Tapi kalau mereka tidak mau maka belajar biarkan saja. Tidak usah memperpanjang masalah. Orang tua mereka saja membiarkan mereka terus bermain. Masa kau mau memaksa mereka untuk terus belajar?" ucap Fandy.
Rendy menghela nafas sejenak lalu berkata,"Kalian tidak tahu saja bahwa alasan sesungguhnya aku melakukan semua ini adalah untuk sebuah darma. Aku ingin melakukan sesuatu untuk tanah kelahiranku. Aku ingin melakukan apa yang seharusnya seorang pemimpin lakukan. Karena aku adalah cucu dari salah satu mantan kepala desa di Desa Pandanaran ini."
"Alah kau ini terlalu berlebihan!" ucap Fandy dengan acuh.
Rendy tak ingin berdebat dengan Fandy. Ia berdiri dari tempat duduknya dan mulai memasuki rumah. Sementara itu, Fandy dan beberapa pemuda lainnya terus melanjutkan aktivitas mereka masina-masing. Ada yang sibuk dengan media sosialnya. Namun ada pula yang sibuk dengan buku-bukunya.
Esok harinya, Rendy kembali melakukan niatnya untuk membimbing kegiatan belajar Rani. Ia mulai berjalan keluar gerbang rumah Kepala Desa. Kepala Desa tertawa terbahak-bahak sambil berjalan mendekati Rendy. Ia pun berkata,"Rendy, Rendy! Sudah pernah aku katakan kepadamu bahwa kau tidak perlu bekerja keras untuk melakukan semua itu. Pemerintah saja meliburkan sekolah karena adanya Virus Corona yang melanda negeri kita. Masa kau mau memaksa mereka untuk terus belajar? Apa kau tidak merasa kasihan dengan anak-anak itu yang seharusnya mereka terus bermain, tapi kau harus mengambil waktu mereka untuk belajar? Sekarang lihatlah! Tidak ada seorang pun anak yang ingin belajar denganmu. Itu karena kau yang memaksa mereka untuk terus belajar. Padahal mereka tidak mau melakukannya."
"Sebelumnya saya ingin meminta maaf pada bapak, masa pandemi ini anak-anak bukan diliburkan, tapi diperintahkan untuk belajar di rumah .Agar kita dapat memutuskan rantai penyebaran Virus Corona.Dan saya hanya membantu mereka saja agar mereka dapat memahami pelajaran dengan lebih mudah. Kita harusnya merasa kasihan dengan masa depan mereka yang terancam karena prestasi anak-anak yang terus menurun selama masa pandemi ini. Lagipula saya hanya meminta waktu mereka satu jam perhari saja dan setelah itu mereka dapat kembali bermain," jawab Rendy.
"Ah kau ini memang banyak alasan saja! Pokoknya saya hanya membantu kalian agar kalian bisa terus menjalankan tugas kalian disini.Tapi saya tidak mau menyediakan fasilitas belajar untuk kalian. Terutama untuk belajar di Balai Desa. Mengganggu pekerjaanku saja!" ucap Kepala Desa dengan sangat marah.
Raut wajah Pak Lurah nampak merah padam. Ia kemudian meninggalkan Rendy dan melanjutkan perjalanannya menuju ke Balai Desa. Rendy tak ingin memperpanjang masalahnya dengan Pak Lurah. Ia pun kembali melanjutkan niatnya untuk pergi menemui Rani di lapangan.
Suatu hari usai bermanja dengan Sang Kepala Desa, Rani mencoba untuk mengutarakan niatnya pada pamannya itu. Dengan sedikit ragu ia pun berkata,"Pak dhe,kenapa Pak dhe melarang anak-anak untuk belajar? Padahal belajar itu sangat penting. Bayangkan saja jika Kak Reyhan terus bermain dan lupa untuk belajar. Pasti Kak Reyhan tidak akan menjadi pintar lagi. Sebagai Kepala Desa seharusnya Pak Dhe mengajarkan anak-anak untuk bersemangat dalam belajar. Agar mereka dapat menjadi anak-anak yang pintar dan akan menggantikan tugas Pak Dhe di kemudian hari. Bukan sebaliknya. Malah menghasut mereka untuk berhenti belajar."
Raut wajah Pak Lurah menjadi merah seketika. Ia pun berkata,"Kamu itu masih kecil sudah berani untuk menasihati orang tua. Memangnya kamu tahu apa tentang tugas sebagai seorang kepala desa? Sudahlah lebih baik kamu bermain bersama Reyhan di luar ."
Rani berdiri dari tempat duduknya sambil menundukkan wajahnya. Ia pun pergi dengan penuh kecewa. Walau usahanya telah gagal, namun ia tak ingin menyerah.Ia terus mencari cara untuk dapat terus belajar.
Suatu hari Pak Kepala Desa melihat sesuatu terjadi pada Reyhan. Reyhan yang dikenal banyak orang sebagai anak yang pandai dalam berhitung itu mulai kehilangan kemampuan berhitungnya. Ia tak tahu harus berbuat apa pada putranya itu. Ia sudah terlanjur menghasutnya untuk tidak belajar lagi. Kini ia harus melihat akibat dari perbuatannya. Reyhan kini telah kehilangan semangatnya dalam belajar. Juga kehilangan prestasinya di sekolah.
"Memang benar apa yang dikatakan Rani. Aku telah bersalah dalam menggunakan jabatanku. Sebagai Kepala Desa seharusnya aku memerintahkan rakyatku untuk berbuat kebaikan. Yang akan membawa masa depan desa ini menuju yang lebih baik. Bukan malah sebaliknya. Menghasut mereka untuk berbuat sesuatu yang salah. Yang akan menghancurkan masa depan desa ini." Gumam Kepala desa setelah melihat Reyhan yang tak mempunyai semangat lagi dalam belajar.
Pagi yang tak biasa bagi para warga desa Pandanaran. Seluruh warga baik dari kalangan orang tua maupun anak-anak berkumpul di depan Balai Desa atas permintaan dari Sang Kepala Desa. Wajah-wajah penuh tanda tanya memenuhi halaman Balai Desa.
"Para warga! Aku sengaja mengumpulkan kalian disini karena hal yang sangat penting. Karena kita akan membicarakan suatu hal yang sangat penting. Aku ingin meminta maaf pada kalian. Selama ini aku telah menghasut kalian untuk melarang anak-anak kalian pergi belajar. Seharusnya aku tak melakukannya. Sebagai Kepala Desa aku merasa sangat malu telah berbuat hal sehina itu. Seharusnya aku memerintahkan kalian untuk berbuat sesuatu yang baik. Yang akan membawa masa depan desa ini menjadi lebih baik. Bukan malah sebaliknya. Menyuruh kalian untuk melakukan sesuatu yang akan menghancurkan masa depan desa ini. Sekarang aku meminta pada kalian semua agar kalian menyuruh anak-anak kalian untuk kembali belajar. Demi masa depan mereka. Dan demi masa depan desa ini," ucap Kepala Desa di depan seluruh warga.
"Pak dhe benar-benar ingin melakukan semua itu? Apa Pak dhe tidak akan merasa rugi jika melakukan hal itu?" Sela Rani yang berdiri tepat di depan Kepala Desa.
Kepala Desa tertawa kecil lalu menjawab,"Bagaimana mungkin aku akan merasa rugi setelah melakukan hal yang baik? Justru aku akan merasa sangat rugi bila tidak melakukannya. Aku juga ingin mengatakan bahwa aku memberikan keluasan waktu untuk para anggota KKN yang memberikan bimbingan pembelajaran pada anak-anak di desa ini. Aku juga akan memenuhi segala fasilitas yang dibutuhkan dalam kegiatan belajar tersebut. Termasuk tempatnya. Kalian boleh menggunakan Balai Desa ini lagi untuk kegiatan belajar kalian."
Rendy tersenyum puas mendengar semua pernyataan dari Kepala Desa. Kepala Desa menganggukkan kepalanya pada Rendy. Memberinya sebuah isyarat bahwa ia telah mendapat izin kembali untuk membimbing anak-anak dalam belajar. Rendy kemudian menolehkan pandangannya ke arah Rani. Keduanya pun saling memberi senyuman. Anggukan kepala Rani memberikan sebuah isyarat pada Rendy agar ia kembali bersemangat dalam melaksanakan darmanya terhadap tanah kelahirannya itu. Rendy kembali menghadapkan pandangannya ke depan. Api semangat dalam jiwanya yang hampir padam kini telah kembali berkobar setelah mendapat solusi terbaik untuk masalah besarnya itu.