Cerpen
Disukai
0
Dilihat
5,647
Kakek dan Bisma
Slice of Life

Sudah terlambat. Semuanya sudah terlambat. Wayang kulit Resi Bisma itu memang telah ditemukan di dalam gudang ketika Utari membantu sang ibu membersihkannya pagi tadi. Namun semua itu tetap tidak berguna. Wayang kulit kesayangan kakeknya itu ditemukan sehari setelah kakeknya pergi menghadap Tuhan.

Utari merasa bahwa jiwa kakeknya pasti tidak tenang disana. Karena ia tak memegang atau bahkan melihat wayang kesayangannya itu saat hendak menutup matanya untuk selama-lamanya. Utari sengaja tidak memberitahu ibunya bahwa ia telah menemukan wayang Resi Bisma itu. Sebab ibunya pasti akan sangat marah padanya atau mungkin akan merusaknya

Satu hari yang lalu, sakit jantung yang dialami kakeknya telah mencapai puncaknya. Kakek pun dilarikan oleh ibu dan ayahnya ke rumah sakit. Sang syah berdoa agar nyawa kakek dapat diselamatkan walaupun ayah tahu bahwa itu semua tak akan terjadi. Penyakit yang menyerang tubuh kakeknya telah membuatnya merasa tak berdaya. Dan tentu saja tidak ada kemungkinan lagi bagi sang kakek untuk dapat sembuh. Namun ayahnya tak ingin berfikir sesuatu yang buruk. Ayahnya tetap percaya pada pertolongan Tuhan yang mungkin akan berkenan untuk menyembuhkan kakenya.

Beberapa menit setelah dokter menangani kakeknya, kabar buruk pun datang. Air mata sang ayah mengalir deras di pipinya. Tubuh ayahnya itu menjadi lemah tak berdaya dan jatuh ke lantai. Kepala Utari tertunduk sebagai pertanda dukanya karena telah kehilangan seorang kakek yang sangat sayanginya.

Ibu memegang pundak ayah lalu berkata, "Sudahlah, jangan terlalu bersedih seperti itu! Ini memang sudah waktunya bagi ayah beristirahat. Penyakit jantungnya itu telah membuat hidupnya menderita. Kini dia bisa hidup berbahagia karena tidak akan merasakan sakit lagi."

Ayah mengangkat wajahnya. Memandang wajah ibu dengan mata tajamnya dan berkata, "Mengapa kau berkata seperti itu? Aku sangat bersyukur karena ayah kini tidak merasakan sakit lagi. Tapi aku masih merasa bersalah karena aku belum bisa menemukan wayang kulit kesayangan ayah bahkan hingga ayah tiada."

Aku hanya terdiam saat ayah dan ibu mulai bertengkar. Aku tak mampu berkata apa-apa. Aku takut jika aku akan menambah masalah mereka jika aku ikut membuka mulutku. Karena aku hannyalah seorang anak kecil.

Aku teringat pada kakek yang selalu menanyakan tentang keberadaan wayang kulit kesayangannya itu padaku. Karena memang aku yang selalu melihatnya setiap hari bersama kakek. Bahkan malam sebelum hari duka itu terjadi kakek masih terus bertanya. "Dimanakah dia? Dimana ksatria panutan hidupku itu?"

Begitulah kakek terus bergumam setiap harinya.

Wayang kulit Resi Bisma kesayangan kakek itu memang telah menghilang tanpa jejak sejak beberapa hari yang lalu. Selepas bangun tidur kakek tak melihat wayang kulit kesayangannya itu di dinding kamarnya. Padahal kakek tak pernah merubah tempat wayang itu. Kakek selalu menggantungnya di dinding kamarnya. Agar kakek bisa melihatnya setiap saat.

Kakek langsung keluar dari kamarnya dan mengadukannya pada ayah. Ayah yang juga baru terbangun dari tidurnya dan akan pergi ke kamar mandi itu hanya bisa menjawab, "Maaf ayah. Aku tidak tahu-menahu tantang wayang kulit ayah itu. Aku bahkan tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Sekali lagi maaf ayah."

Kakek menghela nafas panjang lalu memandang mataku. Aku pun menjawab,"Maaf kakek. Aku juga tidak tahu."

Kakek nampak sangat sedih setelah kehilangan wayang Resi Bisma itu. Sejak saat itu raut wajahnya menjadi muram. Senyuman di wajah kakek pun tiada terlihat lagi. Saat itu pula aku melihat raut wajah ibu yang nampak berbeda dari biasanya. Sebenarnya aku telah menyimpan rasa curiga pada ibu. Namun aku tak berani untuk mengatakannya pada ibu atau kakek. Aku sungguh takut bila terkena amarah ibu. Terlebih jika penyakit jantung kakek semakin parah jika aku benar-benar mengatakan tentang kecurigaanku padanya.

Kakek terus mencari wayang Resi Bisma itu. Kakek mencarinya di setiap ruangan. Aku pun ikut mencari wayang kulit kesayangannya itu. Berhari-hari kami mencarinya. Namun kami tak menemukannya juga

Kakek semakin bersedih karena wayang kulit kesayangannya itu tak ditemukan. Aku mencoba mencari cara untuk menghilangkan kesedihan kakek. Aku mencoba mencari kembali wayang itu. Tapi aku juga tak menemukannya. Aku malah mendapat amarah dari ibu karena masih berusaha untuk mencarinya. Aku pun berhenti mencari wayang itu karena takut akan terkena amarah ibu lagi

Kakek memang telah menderita penyakit jantung dua tahun terakhir. Sejak saat itu kakek tidak pernah datang ke sebuah pesta rakyat untuk memainkan wayangnya. Kakek pun jarang menceritakan kisah-kisah pewayangan kepadaku lagi karena harus terbaring di atas tempat tidur. Tapi kakek tetap berusaha keras untuk membacakan sebuah kisah pewayangan padaku walau terkadang penyakit jantungnya mengganggu kegiatannya.

Kakek selalu membacakan sebuah kisah tentang dunia pewayangan padaku sebelum tidur. Dan aku selalu senang mendengarkan cerita dari kakek itu. Karena pengetahuanku tentang dunia pewayangan menjadi semakin bertambah karena kakek selalu menceritakannya padaku. Kisah pewayangan yang sering kakek ceritakan padaku membuatku menjadi lebih mengerti tentang dunia pewayangan dibandingkan dengan anak-anak seusiaku lainnya. Mereka sering meminta keterangan padaku saat menemui kesulitan dalam mengerjakan tugas sekolah tentang kisah pewayangan. Kakek sreing menceritakan tokoh Resi Bisma. Setiap haroi kakek selalu menceritakannya. Hingga aku pun merasa sangat bosan mendengarnya. Tapi aku mencoba untuk mendengarkannya dengan seksama. Agar kakek merasa senang.

Kisah-kisah pewayangan yang sering kakek ceritakan padaku membuat amarah di hati ibu bergejolak. Ibu sering marah-marah karenanya. Meminta kakek untuk menghentikannya. Jika kakek tidak mau melakukannya, maka ibu akan menutup kedua telinganya. Ibu juga sering menarik tanganku dan membawaku ke dalam kamarku agar kakek segera menghentikan kegiatan berceritanya itu.

Tapi amarah ibu dapat sedikit menurun semenjak kakek sakit keras. Karena suara menggelegar kakek saat bercerita padaku semakin berkurang. Ibu yang biasa mendengarkan kisah pewayangan yang kakek ceritakan padaku setiap detik itu kini hanya dapat mendengar di beberapa waktu saja.

"Sudahlah ayah, jangan menceritakan kisah-kisah kuno itu lagi pada Utari! Utari bukan anak zaman dulu yang senang dengan kisah-kisah mitologi seperti itu. Dia anak yang pandai dan hidup di zaman yang modern. Dia hanya perlu mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan masa kini dan masa depan saja. Agar dapat menjadi generasi penerus bangsa yang baik di masa depan. Bukan mempelajari kisah-kisah kuno yang akan menghancurkan masa depannya," ucap ibu pada kakek

Kakek menghela nafas sejenak lalu berkata, ”Justru karena dia ingin menjadi generasi yang lebih baik di masa depan, dia harus diajarkan untuk mencintai sejarah dan budaya negeri kita sejak dini. Agar dapat mengenal dan menghormati nenek moyangnya. Agar dia juga bisa meniru budi pekerti luhur yang diajarkan nenek moyang melalui sejarah."

"Alah! Omong kosong belaka! Ayo Utari, pergi ke kamarmu dan tidur sekarang juga! Jangan pernah lagi belajar tentang hal-hal kuno dari kakekmu itu!"

"Baik, Bu," jawabku sambil menundukkan kepalaku.

Kakek memang seorang pencinta kebudayaan. Kakek terkenal sebagai seorang dalang yang handal di Kauman sejak masa mudanya. Kakek sering diundang ke pesta rakyat untuk menampilkan pertunjukkan wayangnya itu. Nama kakek sudah sangat terkenal di Kauman. Tiada seorang pun yang tidak mengenal kakek. Semua orang juga menyukai pementasan wayang yang dibawakan kakek. Dan aku merasa sangat bangga bisa memiliki kakek seperti itu.

Sebagai seorang dalang, kakak tentu saja memiliki tokoh pewayangan yang sangat dikaguminya. Resi Bisma adalah tokoh pewayangan kesayangan kakek. Karena Resi Bisma adalah orang yang selalu setia mengabdi pada keluarga dan negaranya. Pangeran dari Astina itu tak pernah lelah dalam mengabdikan dirinya untuk negaranya. Apapun akan ia lakukan untuk negara yang sangat dicintainya itu. la rela tidak menikah agar tahta kerajaan dapat dimiliki oleh adiknya. Ia selalu mengabdikan diri pada keluarga dan negaranya sampai mati. Ia bahkan mati di medan perang untuk membela bangsa dan negaranya. Itulah alasan mengapa kakek sangat menyukai karakter Resi Bisma.

Kakek tidak bisa berpisah dari wayang kulit kesayangannya itu walaupun hanya satu detik. Kakek bahkan tidak bisa tidur tanpa melihat wayang Resi Bisma terlebih dahulu. Kakek selalu memainkan wayang kesayangannya itu setiap hari. Kakek dan wayang Resi Bisma itu tidak pernah dapat terpisahkan. Mereka seperti sepasang saudara yang memiliki watak dan tujuan hidup yang sama. Mereka sama-sama ingin mengabdikan diri kepada bangsa dan negara.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)