Masukan nama pengguna
PADA awal musim dingin 1926, di saat badai salju diramalkan akan turun sepanjang hari dari langit Rotterdam yang kelabu, Julia Jelsma memohon kepada ayahnya untuk dibawa kembali ke Batavia. “Aku rindu sengatan matahari di Jawa.” Begitu ia merengek pada ayahnya, sekaligus menambahkan bahwa ia telah sepenuhnya pulih dan siap menempuh perjalanan jauh ke Hindia.
Kalau saja ia bukan anak kesayangan, Willem tentu tak akan mengizinkan putrinya itu berangkat bersamanya untuk kembali ke Jawa. Karena memang, setahun sebelumnya, Julia sengaja dipulangkan ke Belanda karena kondisi kesehatannya yang memburuk.
Julia tentu tidak sedang berbohong kepada ayahnya ketika mengatakan bahwa kesehatannya sudah pulih. Badannya memang sudah kembali segar bugar. Namun, mengenai kerinduannya kepada ‘sengatan matahari di Jawa’ tentu hanya kata-kata berbunga untuk menyembunyikan maksud hatinya. Ya, apalagi yang dirindukan Julia tentang Jawa kalau bukan laki-laki bernama Suryo itu.
Julia bertemu laki-laki itu pertama kali saat ia diajak ayahnya memenuhi undangan makan malam dari seorang residen di sebuah rumah peristirahatan di kaki gunung Salak. Suryo adalah kemenakan jauh si residen yang kebetulan juga tengah berkunjung ke sana bersama keluarganya.
“Jadi kau akan segera tamat dari AMS?” tanya Julia di sela-sela percakapan setelah jamuan makan malam usai.
Suryo mengangguk. “Ya, dan kuharap aku bisa melanjutkan pendidikanku ke Belanda.”
“Tentu saja kau bisa,” jawab Julia. “Di sana kau bisa membaca lebih banyak buku dan bertemu lebih banyak orang-orang pintar.”
Percakapan itu meninggalkan kesan yang sangat mendalam di hati Julia dan ia mengatakan pada Suryo bahwa ia akan mengirim surat paling tidak sebulan sekali kepada laki-laki yang telah mencuri hatinya itu.
Namun, tahun-tahun berlalu, tak satu pun surat Julia mendapat balasan. Suryo menghilang begitu saja. Hingga kemudian Julia jatuh sakit, dan ayahnya memutuskan agar ia dibawa pulang ke Rotterdam.
Lima tahun sudah sejak pertemuan malam itu, tapi Julia masih belum bisa sedikit pun melupakan Suryo.
“Aku akan mencarinya hingga ke seluruh pelosok Hindia,” tekad Julia begitu kapal yang mereka tumpangi bertolak dari pelabuhan Rotterdam.
Namun, satu hal yang tak kunjung disadari Julia hingga akhir hayatnya, adalah sebuah kenyataan pahit bahwa beberapa hari setelah perjamuan di rumah residen itu, Willem Jelsma telah mengirim beberapa anak buahnya untuk melenyapkan Suryo, pribumi murid AMS dari kalangan biasa yang telah dengan lancang mengencani putri semata wayangnya itu. ***