Masukan nama pengguna
Buat Apa Membeli Kembang Api?
Malam tahun baru tidak hanya soal perayaan dan harapan baru semata. Pada saat itulah Mad Bii dan cucu semata wayangnya Herjunot yang sepanjang tahun hidup miskin, melarat, dan kelaparan di sepanjang hidupnya bisa merasakan sedikit keberuntungan di malam tahun baru. Betapa tidak, mereka yang dikenal sebagai keluarga pengrajin terompet hanya bisa makan layak 4 sehat 5 sempurna hanya pada malam natal dan tahun baru saja. Karena pesanan terompet di hari-hari tersebut melonjak drastis. Selebihnya mereka hanya makan Sarimi isi dua yang dibagi berdua, dan bahkan bisa berhari-hari mereka menahan lapar bersama.
Pada akhir tahun, mereka saling bahu membahu membuat terompet sebanyak-banyaknya lalu mereka jual pada malam harinya. Untuk membuat terompet pertama-tama mereka membuat sempritannya dari bilah bambu kecil yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menghasilkan bunyi. Lalu bambu kecil itu kemudian dibalut dengan kertas karton atau kertas warna warni yang agak tebal dan besar. Lalu dibentuk menjadi terompet. Untuk urusan hias menghias tentu saja si cucu sangat ahli dan cekatan, ia memberikan pita-pita dan dibungkus dengan warna yang mencolok pada terompet buatan kakeknya itu.
Mad Bii sudah melakukan persiapan beberapa hari yang lalu, untuk modal ia menggadaikan cincin emas satu-satunya peninggalan almarhumah istrinya. Dan ia bertaruh dengan itu. Malam tahun baru tiba, selepas isya mereka berangkat ke alun-alun kota untuk menjajakan terompet buatan mereka. Benar saja, tahun baru menjadi semacam berkah tersendiri bagi mereka, karena di malam itu orang-orang beramai-ramai merayakan pergantian tahun bersama keluarga, sahabat, pacar, gebetan, atau menyendiri di pojok sepi, dan entah mengapa penjualan terompet pun meningkat drastis pada malam tahun baru.
Jika terompet habis boleh jadi Herjunot bisa memesan martabak bangka, makanan kesukaan almarhum neneknya dulu. Tidak setiap hari mereka bisa memasan dan memakan martabak bangka yang lumayan mahal itu bagi kantung mereka. Dengan martabak bangka yang mereka beli saat menjelang tahun baru. Mereka memiliki dua kemungkinan untuk dirayakan, pertama makan martabak bersama dengan satu-satunya keluarga yang masih dimiliki sambil melihat perayaan kembang api. Kedua adalah usaha yang tak pernah putus untuk mengingat dan mengenang istri bagi Mad Bii dan seorang nenek penyayang bagi Herjunot yang sudah lama meninggal dunia, meninggalkan mereka berdua.
Malam kian larut, terompet buatan mereka laris manis, ludes dibeli oleh orang-orang kota yang begitu gemar sekali meniup terompet saat tahun baru tiba. Perut Mad Bii mulai berbunyi, si kakek baru tersadar jika mereka belum makan dari sore. Mad Bii kemudian memberikan uang pada Herjunot untuk pergi membeli martabak bangka kesukaan almarhum neneknya di dekat pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Malam itu tentu saja antrean mengular panjang. Herjunot kemudian mengingat kembali apa yang menjadi alasan almarhumah neneknya sangat menyukai martabak di tempat itu. Ya, dulu sekali, saat neneknya masih hidup, neneknya bercerita bahwa nenek dan kakeknya bertemu di tempat itu, saat menjadi asisten koki pembuat adonan martabak bangka. Martabak di tempat itu memiliki citarasa yang khas, kenyal, lembut, dan juga enak. Sehingga martabak bangka yang dulu hanyalah di kios kecil, kini memiliki gerai besar bahkan berdampingan dengan mall terbesar di kota itu.
Herjunot mendapat giliran, ia mengeluarkan uang pecahan ribuan dan receh ke meja kasir, seorang kasir perempuan dengan pakaian serba putih dengan topi natal dengan ramah mempersilakan Herjunot untuk menunggu sebentar. Martabak bangka yang masih hangat sekarang berada di tangan Herjunot, dengan plastik putih yang bertuliskan jenama toko martabak bangka itu.
Suasana dan keadaan di dekat toko martabak bangka begitu ramai, karena lokasinya berdekatan dengan jalan raya, ditambah lagi dengan kerumunan orang-orang sedang menunggu pergantian tahun. Tiba-tiba ada sebuah mobil sedan dengan kecepatan tinggi menuju ke arah Herjunot, ketika tubuh Herjunot hampir dihantam mobil, tiba-tiba ada tarikan keras di belakang tubuh Herjunot, tangannya sedikit tersenggol badan mobil spontan kotak martabak jatuh, dan sebagian tercecer ke atas aspal. Untungnya beberapa detik sebelum tubuh Herjunot dihantam bemper depan mobil Mad Bii berhasil menarik cucunya, ia menyusul karena khawatir kepada Herjunot yang begitu lama membeli martabak, dan mereka berdua akhirnya terjengkang di pinggir jalan.
Dan beruntung juga Mad Bii dan cucunya itu tidak memiliki luka fatal, kecuali lecet di kedua tangannya. Setelah puas memaki dan membangsati si pengendara mobil, Mad Bii dan cucunya kemudian memungut sisa Martabak yang masih bagus, lalu mencari tempat duduk di bawah pohon mahoni di dekat alun-alun kota, si cucu membuka kotak martabak yang sudah agak semrawut namun masih hangat yang baru saja ia beli. lalu mengambil satu potongan martabak yang masih bagus dan menyuapkan ke mulut si kakek. Kakeknya juga melakukan hal yang sama. Mereka saling menyuapi, si cucu tertawa dengan lumeran keju yag belepotan di mulutnya, si kakek juga ikut tertawa, tapi air matanya juga ikut menetes jatuh tepat di atas martabak bangka yang agak hancur, namun hangat. Pergantian tahun dimulai. Serentak dentuman kembang api memenuhi langit malam tahun baru itu. Warna-warna yang dihasilkan juga begitu indah, ada yang berwarna merah, kuning, hijau, biru, ungu
“Kakek ngga ikut beli kembang api?” si cucu bertanya dengan mulut penuh dengan potongan martabak
“Buat apa?” Si kakek balik bertanya
“Ya ikut merayakan tahun baru, ikut menghiasi langit supaya berwarna-warni gitu”
“Ah buang-buang duit saja, buat apa juga Kakek beli kembang api, kalau malam ini Kakek sudah duduk dengan warna yang paling indah dalam hidup Kakek”
“Itu kalimat Kakek waktu merayu Nenek dulu ya? Gombal!!!
“Hahaha”
Mereka berdua tertawa, sambil memakan martabak bangka hangat dan melihat langit tahun baru yang dipenuhi dengan kembang api.
Bengkel Idiotlogis, Desember 2019-2024