Masukan nama pengguna
HARIMAU betina itu berlari ke arah sungai. Jelas, itu keputusan yang sangat tidak tepat. O andai saja ia tahu bahwa di seberang sana, para pemburu sudah siap dengan senapan masing-masing.
Dan lihatlah! Begitu ia terjun dan mulai berenang, sebuah peluru bersarang tepat di kepalanya. Ia mengaum keras sambil terus berusaha berenang mencapai tepian sungai.
Letusan kembali terdengar. Kali ini peluru berhasil menembus matanya. Ia kembali mengaum kesakitan.
"Sudah! Sudah! Ia sudah tak bisa apa-apa lagi! Jangan sampai perutnya kena! Ia sedang bunting!" Seorang pemburu segera berlari ke arah harimau betina yang meregang nyawa itu.
"Cepat belah perutnya! Sebelum terlambat!"
Sebuah sayatan memanjang berhasil membuka rongga perut bagian bawah harimau itu. "Wah, syukurlah anaknya masih hidup! Ini rezeki kita!"
Begitu selaput pembungkus dicabik, aku menatap mata mereka satu per satu. Ya, suatu hari kelak, aku harus membalas kekejian mereka terhadap Ibuku.
Aku menjilat tangan pemburu yang tadi memuntahkan peluru menembus mata Ibu. Ia akan menjadi orang pertama yang akan aku habisi.
"Bayi harimau yang manis..." ujarnya, mengusap-usap kepalaku. **