Masukan nama pengguna
"Kamu asisten terbaik yang pernah bekerja sama saya," ujar Pak Keri kepadanya, selalu. "Paling paten!" Ia akan menambahkan, dengan sedikit penekanan pada kata 'paten', dan mengacungkan jempolnya kepada Rike.
Meski selalu salah tingkah setiap kali mendapat pujian dari Pak Keri, jauh di dalam harinya Rike tentu saja merasa bangga. Bagaimana tidak. Diterima bekerja saja di kantor bupati ini rasanya sudah ia sudah sangat bersyukur, apalagi dipuji sebagai asisten terbaik oleh sang bupati.
Tentu tidak dalam satu malam ia mencapai posisinya yang sekarang. Bertahun-tahun ia bekerja bak babu di bawah arahan kepala rumah tangga bupati, dengan status pegawai kontrak. Tugas yang diberikan kepadanya selama tahun-tahun awal tidak hanya berjibun, tetapi juga sering tidak masuk akal. Bayangkan, ia bahkan pernah disuruh mencari pengrajin untuk membuatkan boneka berbentuk aneh permintaan anak bupati di tengah malam buta!
"Saya nggak mau tahu! Pokoknya sekarang juga kamu cari pengrajin yang bisa membuat boneka itu. Pastikan bentuknya sama dengan yang asli. Awas kalau nggak bagus! Dan, langsung antarkan boneka itu ke rumah Bapak malam ini juga!" perintah atasannya itu.
Dan, siapa sangka, ternyata itulah yang menjadi awal kedekatan Rike dengan Pak Keri, yang malam itu berterima kasih kepadanya berkali-kali karena berkat boneka yang diantarkan Rike, anak sang bupati yang manja nggak ketulungan itu akhirnya berhenti merengek.
Mulai sejak itu, Rike seolah muncul ke permukaan, menjadi andalan sang bupati. Ia dibawa ke berbagai acara, diminta mengurus ini-itu, dipercayakan mengatur jadwal, dan bahkan tak jarang juga dimintai pendapat oleh sang bupati.
Ini sudah periode kedua Pak Keri menjabat. Itu artinya sudah hampir delapan tahun Rike bekerja sebagai asisten Pak Keri. Maka, tak heran jika Rike sudah tahu segala tetek-bengek keperluan Pak Keri. Ia mengurusi semua keperluan - dan kadang-kadang keinginan - Pak Keri. Singkat kata, lancar atau tidaknya pekerjaan Pak Keri bergantung pada tangan dingin Rike.
"Kamu memang asisten terbaik yang pernah bekerja sama saya, Rike," puji Pak Keri. "Paling paten!" Ia mengacungkan jempolnya kepada Rike yang kini terbaring di depan sang bupati.
"Terima kasih, Pak." Rike tak tahu harus menjawab apa.
"Jadi, besok kamu bisa hadir, kan? Kau tentu tahu, besok acara yang sangat penting bagi saya. Kalau bukan kamu yang mengurus segala sesuatu, saya yakin acaranya akan berantakan."
"Andaikan saya bisa, Pak. Tentu saya tidak akan menolak."
"Please. Ini permintaanku yang terakhir kalinya."
"Tolonglah, Pak. Saya mohon pengertian Bapak. Pergilah, cari asisten yang baru!"
"Rike...." Pak Keri mulai menangis.
Rike juga ikut menangis. Namun, waktunya sudah habis. Ia segera masuk ke peti matinya. Orang-orang sudah dari tadi menunggunya untuk dibawa ke pemakaman.
"Pak Bupati bukannya menolong, malah bikin orang menunggu berjam-jam! Bikin repot saja!" Gerutu para pengusung keranda yang sampai ke telinga Rike. ***