Flash
Disukai
2
Dilihat
7,469
Arini
Horor

"Bu ... Ibu masih ingat Aku?" terlihat ada sebuah kepala menyembul dibalik kelambu tempat tidur Ibu, dengan suara yang lirih.

"Adrina! kenapa malam-malam begini masuk kamar Ibu tanpa ketuk pintu dulu?" tanya Ibu dengan nada kesal, sambil mengucek kedua matanya.

"Aku Arini, bukan Adrina," jawabnya dengan mata yang menatap tajam ke Ibu dengan suara yang tegas dan ketus, namun dengan wajah yang sedikit pucat dan kaku. "Jangan pernah sakiti Adrina, tolong berikan semua apa yang ia butuhkan," lanjutnya.

"Tunggu, pintu kamar kan sudah Ibu kunci, bagaimana kamu bisa masuk? kamu seperti Adrian, tapi sekilas mirip Adrina, siapa kamu sebenarnya?" tanya Ibu, dengan suara gemetar dan sedikit rasa takut.

"Jika Ibu masih menyakitinya, aku akan mendatangi Ibu lagi," katanya mengancam dengan tatapan tajam dan marah, tanpa menjawab pertanyaan Ibu.

***

"Adrinaaaa ... ayo cepetan udah sore nih, nanti keburu tutup toko sepatunya," teriak Ibu dari teras rumah.

"Jadi kita beli sepatu baru Bu?" tanya Adrina setengah berlari dari dalam rumahnya, dengan senyum yang mengembang.

"Udah buruan ga usah banyak nanya kamu," kata Ibu sedikit ketus.

Setelah setengah jam perjalanan, mereka pun sudah sampai ditoko sepatu.

"Bang, tolong bantu cari sepatu sekolah untuk ukuran anak ini, sesuai model yang dia mau ya," terdengar suara Ibunya sedang berbicara dengan penjual.

"Maaf Bu, kemarin bukannya sudah beli?" tanya penjual sepatu.

"Kemarin kan buat saudara kembarnya yang laki-laki, saya hanya butuh ukuran kaki anak ini saja Bang, kebetulan ukurannya sama." Kata Ibu.

"Oooh ... " kata penjual sepatu mengangguk, tapi dengan mimik wajah yang penuh tanda tanya mendengar penjelasan Ibu.

Adrina mengernyitkan dahinya, seperti sedang berpikir keras untuk memahami apa yang sedang terjadi dengan ibunya, kenapa tiba-tiba dia diajak kepasar untuk membeli sepatu, padahal biasanya ibunya hampir tidak pernah mengabulkan permintaannya, ibunya selalu menyuruhnya ke tukang sol, untuk memperbaiki sepatunya.

Setiap dia meminta untuk dibelikan sesuatu yang dibutuhkan untuk keperluan sekolahnya, jarang sekali Ibunya membelikan, kalau memang barang itu sangat dibutuhkannya, ia selalu minta tolong kakaknya Adrian untuk memintanya ke Ibu, dan sudah pasti dibelikan, lalu Adrian akan memberikannya ke Adrina.

Adrina dan Adrian memang anak kembar, namun Ibunya lebih menyayangi Adrian dibandingkan Adrina, tapi Adrina tidak berkecil hati karena Adrian selalu ada saat dia membutuhkannya.

Suatu ketika pernah Adrina membuat sebuah kesalahan kecil, tapi ibunya sangat marah kepadanya, dan hampir memukul dirinya, untung saja saat itu ada Adrian yang menghalanginya.

Ketika Ibu dan Adrina pulang, ternyata dirumah sudah ada Nenek yang datang dari kampung dan berniat akan tinggal bersama mereka untuk beberapa hari.

Adrina sangat senang karena sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan Nenek yang sangat menyayanginya, tidak seperti Ibu yang selalu memarahinya. Malamnya Nenek tidur dikamar Adrina, mereka berbincang-bincang sebelum tidur.

"Adrina, kamu sudah besar, walaupun kamu kembar dengan Adrian, tapi kalian sangat tidak mirip, Adrian sangat pendiam dan kamu selalu ceria walaupun sering dimarahi Ibumu, muka kalian juga tidak begitu mirip, kamu lebih mirip dengan Arini," kata Nenek.

"Arini siapa Nek"? tanya Adrina sambil mengernyitkan dahinya.

"Ibumu tidak pernah menceritakan Arini?, memang sifat Ibumu tidak pernah berubah dari dulu seperti itu," kata Nenek dengan nada sedikit kesal.

Adrina menggelengkan kepalanya, dan berharap Nenek menceritakan semuanya, dia penasaran kenapa selama ini ibunya selalu memarahinya tanpa sebab, tidak pernah memberitahu apa yang telah terjadi didalam keluarganya, tentang mendiang Ayahnya maupun Arini.

"Ibumu sangat mencintai mendiang Ayahmu," Nenek mulai bercerita.

"Waktu Arini lahir, Ayahmu sangat kecewa, karena dia menginginkan seorang anak laki-laki. Ayahmu pun menjadi seorang pemabuk, ia juga berjudi, bahkan seringkali ada tetangga yang melihatnya sedang berdua dengan wanita yang berbeda-beda."

"Tapi Ibumu bukannya sakit hati dengan kelakuan Ayahmu, dia malah melampiaskan semua kekesalannya pada Arini yang kala itu masih bayi, dia berpikir Arini lah yang membuat suaminya berubah, suatu ketika saat Arini demam, Ibumu membiarkannya, tidak membawanya berobat ke Puskesmas terdekat, hingga akhirnya Arini pun meninggal dunia," Nenek menarik napasnya perlahan, dan diam sesaat, airmatanya menetes perlahan jatuh ke pipinya yang sudah keriput karena usia senjanya, matanya menerawang dalam saat mengingat kejadian saat itu.

"Ketika kamu dan Adrian berusia 7 bulan dalam kandungan, Ayahmu sakit, dan tidak lama meninggal dunia, Ibumu frustasi dan berniat ingin mengakhiri hidupnya, namun diurungkannya, karena dia menyadari sedang mengandung bayi kembar laki-laki dan perempuan, ia beranggapan mendiang suaminya akan sangat senang melihat kehadiran Adrian, tapi tidak dengan kamu Adrina, makanya sekarang dia bersikap seperti itu, kamu yang sabar ya cucuku," kata Nenek terlihat sedih sambil mengelus rambut Adrina.

"Kamu tenang saja, Adrina, walaupun Ibumu bersikap seperti itu kepadamu, tapi lambat laun dia akan menuruti semua permintaan kamu, karena sekarang Arini sudah kembali," kata Nenek sambil tersenyum tipis penuh makna.

Namun Adrina sama sekali tidak mengerti maksud dari perkataan neneknya yang terakhir, tidak lama ada Kak Adrian yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu.

"Sekarang ada Aku ... Arini, yang akan selalu menjagamu, Adrina," ucap Adrian dengan tatapan tajam, dan senyuman yang terlihat aneh, menyela pembicaraan mereka.

Nenek pun bangkit dari tempat tidur, berjalan keluar kamar sambil tersenyum, kemudian diikuti Adrian yang berjalan dibelakangnya, sikap keduanya sangat aneh, seakan Adrina tidak mengenali mereka berdua.

Mereka meninggalkan Adrina didalam kamar, yang masih keheranan dengan segudang pertanyaan dikepalanya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (4)