Masukan nama pengguna
Perjalanan yang cukup melelahkan. Bukan karena jarak tempuhnya yang memakan waktu tiga hari dua malam, kalau lewat jalur laut. Akan tetapi, makan hatinya yang sangat luar biasa.
Ceritanya dimulai saat aku melakukan perjalanan ke bagian timur Indonesia.
Dalam rangka pernikahan anak kerabat. Kami dari wilayah tengah Indonesia berusaha semaksimal mungkin untuk hadir.
Aku berangkat terlebih dahulu. Tiga hari sebelum acara pernikahan dimulai.
Aku sebagai pembuka jalan untuk mereka yang akan menyusul. Jauh-jauh hari sebelum berangkat, kami mendapat kabar dari sanak saudara yang pernah tinggal di daerah sana. Katanya, tempat itu jauh sekali. Setelah jarak tempuh jalur laut dua malam, kita akan melewati jalur darat dengan ratusan kilometer.
Itulah membuat beberapa orang dari kami berpikir untuk menghadiri pernikahan anak pertama dari kerabat terdekat kami itu.
Oleh karena itulah, aku inisiatif untuk berangkat terlebih dahulu. Alasannya, karena aku ini orangnya simpel saja. Tidak punya anak, apalagi suami. Hanya ada ibu dan kakak-kakak aku yang masih memperlakukan aku sebagai anak kecil, walau umur aku sudah kepala tiga.
Aku berangkat bersama kakak sepupu aku yang datang dari jauh juga. Bagian barat Indonesia, dengan melalui jalur laut. Jarak tempuh dua hari dua malam.
Kami berangkat menggunakan jalur udara. Untuk pertama kalinya dia naik pesawat. Beda dengan aku, yang setiap kali bepergian jauh, selalu melalui jalu udara.
Tapi aku akui, walau sudah berkali-kali naik pesawat, deg-degan aku lebih besar dibandingkan yang dirasakan oleh kakak sepupu aku itu.
Singkat cerita, setelah melewati jalur udara kurang lebih dua jam, jalur darat satu jam, jalur laut satu jam, dan terakhir jalur darat lagi satu jam. Jika ditotal semuanya empat jam. Itu kalau dihitung mulai dari pesawat lepas landas. Belum lagi perjalanan kami dari kampung halaman menuju bandara yang letaknya di kota, dengan jarak tempuh, kurang lebih lima jam.
Waktu tempuh sembilan jam. Kabar sampainya kami di rumah kerabat yang dituju itu, dengan perjalanan hampir setengah hari, membuat yang lainnya tergerak untuk menyusul.
Esok harinya mereka semua langsung berangkat. Tentu saja dengan mengikuti panduan dari aku via online. Mulai dari pesan tiket online, sampai mereka tiba, membuat aku tidak pernah lepas dari handphone.
Jaringan internet yang terbatas. Cuma satu saja jaringan provider seluler yang ada di sana. Aku harus numpang hotspot ke ponakan aku, adik dari calon pengantin.
Makan aku terganggu. Tidur, aku tidak bisa. Aku baru merasa lega saat mereka tiba dengan selamat.
Akan tetapi aku belum bisa istirahat dengan tenang karena masih ada satu orang yang belum datang.
Dia kakak sepupu aku. Saudara kandung dari yang punya hajatan. Dia adalah yang termuda dari tiga bersaudara.
Kakak sepupu aku itu memiliki kehidupan yang berbeda dengan kedua kakak laki-lakinya, yang sudah hidup mapan.
Meskipun kedua anak perempuannya sudah beranjak remaja, tapi dia masih saja suka merepotkan orang-orang terdekatnya.
Dia tidak ingin melewatkan acara pernikahan anak saudaranya itu. Namun, dia tidak memiliki uang untuk membeli tiket pesawat. Sedangkan untuk jalur laut itu sudah tidak mungkin. Karena acaranya tinggal satu hari lagi.
Hal itu memicu perdebatan di antara kami. Ada yang setuju dia datang, ada juga yang tidak. Itu dikarenakan tiket mahal.