Masukan nama pengguna
"Kacamata aku mana, ya?" sembari jari-jarinya yang keriput meraba-raba di atas kasur.
Baru saja si cucu perempuan kesayangan, pamit pergi ke kantor, meninggalkan nenek dan tante bungsunya yang tempramen berdua di rumah.
"Emangnya, Ibu letakkan dimana itu kacamata?" teriak tante dari luar kamar nenek.
"Ibu letakkan di sini waktu sholat!" balas nenek.
Suara gesekan sapu ijuk si tante di luar terdengar jelas. Sesekali terdengar benturan dari dinding luar kamar nenek.
"Selalu saja begitu. Itu kacamata disimpan di mata, bukan di kepala, bukan di meja ... Penyakit pelupanya makin parah!" omelan si tante sambil memainkan sapunya dan melintas di depan pintu kamar nenek.
"Ya ampun ..., Ibu bikin apa? Kenapa kamar Ibu berantakan lagi? teriak tante.
"Ibu cari kacamata! Apa ... waktu kamu menyingkap kelambu ibu, kamu tidak lihat? Cuma kamu yang lalu lalang di kamar ini sejak pagi, tadi."
"Coba ingat dulu, setelah sholat Ibu bikin apa saja?" timpal si tante dengan judes.
Nenek berusaha menerawang. Umur yang sudah tua membuat ingatan nenek melemah.
"Ibu tidak ingat apa-apa!" ujar nenek.
Si tante geleng-geleng kepala dan melanjutkan menyapu lantai terbuat dari kayu berwarna cokelat itu.
"Setiap hari, selalu saja begitu. Masalah kacamata, masalah kacamata! Palingan, sebentar lagi dia temukan sendiri itu barang, tunggu satu dua menit, pasti dia akan teriak Dia ...." gumam si tante.
"Diana a a ...!" teriak nenek. "Siapa?" histeris.
Si tante yang baru saja menggiring sampah-sampah dan debu-debu berterbangan sampai di teras, kaget bukan kepalang mendengarkan teriakan histeris nenek.
Wanita 35 tahun itu berlari menuju kamar nenek, seperti orang yang mau memukuli maling.
"Kacamata Ibu ...."lirih nenek.
Tante yang sedang berdiri di depan pintu kamar nenek, menghela nafas. Memperbaiki posisi batang sapu ijuk di tangannya.
"Ibu!" nada jengkel.
"Kacamataku ... Siapa rusak kacamataku?" nenek terlihat syok.
Kedua tangannya meremas kain sejadah miliknya.
Si tante menanggalkan batang sapunya ke dinding. Kakinya melangkah pelan masuk ke dalam kamar menghampiri nenek.
"Kacamataku!" mata nenek memelas.
Si tante lalu mengambil sejadah itu dan membuka lipatannya, pelan.
"Kenapa bisa seperti ini, Bu? Ibu kenapa simpan di sini?" tante ikut syok, mengingat harga dari kacamata itu lebih dari dua juta.
Nenek meratapi kacamatanya.
"Ibu ada uang di bawah kasur. Bawa itu kacamata. Pergi perbaiki, sana! tukas nenek.
"Ini mahal, Bu! uang yang 300 ribu itu mana cukup, Bu?" timpal si tante.
"Diah! Tadi, Diah kasi uang ke Ibu ...." cerita nenek.
"Diah! Hem ..., aku faham sekarang, siapa lagi kalau bukan si kaki gajah itu yang merusak kacamata neneknya?" ketus si tante.
***
Kilas balik.
Diah masuk ke dalam kamar itu dan membuang badan bongsornya, di depan sang nenek yang baru saja selesai Sholat Dhuha.
"Nenek, aku ada hadiah untukmu!" sumringah menyodorkan amplop. "Ini gaji pertama aku, Nek, 500 ... semuanya untuk nenek!"
"Kamu memang Cucu nenek yang paling baik!" mencium pipi Diah.
Diah pamit, berdiri pergi meninggalkan nenek yang senang dapat rejeki nomplok di pagi hari.
Tangan nenek menarik ujung sajadahnya dan melipatnya.
***
"Harga gagang kacamata ibu itu 500 ribu, satu!" tukas si tante, memandangi kacamata nenek yang patah tiga.