Flash
Disukai
0
Dilihat
16,610
KOPI TERAKHIR BAPAK
Drama

"Pak kopinya dihabiskan, ya!" teriak ibu di dapur.

"Sisanya buat ibu saja!" balas Bapak dari teras depan.

"Ya Tuhan, sampai kapan laki-laki itu menyisakan kopi untuk ku?" gerutu Ibu.

Begitulah pagiku. Aku selalu dibangunkan oleh perkara secangkir kopi.

"Suf, minum itu sisa kopi Bapak kamu!" seru Ibu.

"Tapi, Bu!"

"Mubasir, Suf!"

Mau tidak mau aku harus habiskan sisa kopi Bapak. Sayang kalau dibuang Ibu.

Ibu sudah mencekoki aku sisa kopi bapak sejak aku kecil. Karena itulah, aku tidurnya selalu kemalaman.

***

"Suf, ini sudah sore, Bapak kamu seharusnya sudah ada di rumah jam segini," ujar Ibu khawatir.

"Aku susul Bapak saja, ya, Bu!" ucapku.

"Ibu tidak ingin kamu menambah kecemasan Ibu, Suf. Kita tunggu sebentar lagi, ya!" seru Ibu.

Mata Ibu nanar, menerawang jauh. Berharap bapak muncul dari ujung jalan.

Satu piring pisang goreng dan secangkir kopi tersaji di atas nampan, menjadi ritual wajib bagi ibu dalam menyambut bapak pulang, setiap hari.

"Suf, kamu minum itu kopi!" seru ibu yang tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa dan cemasnya.

"Ibu saja yang minum. Besok upacara di sekolah, aku harus tidur lebih cepat, Bu!" sanggah aku.

Hari hampir gelap, Bapak belum juga muncul. Suara mengaji dari Mesjid sudah terdengar. Aku bergegas membersihkan diri dan mengganti pakaian. Sebentar lagi teman-teman aku lewat depan rumah. Aku tidak pernah ketinggalan bersama mereka, yang disusul Bapak, kemudian.

Ibu tampak lelah menanti Bapak yang belum juga pulang dari menarik angkot.

"Bu, aku ke Mesjid dulu, ya!"

"Langsung pulang, tidak ada acara main-main lagi!" tegas ibu.

Teman-teman aku sudah terlihat dari jauh. Aku menunggu mereka di depan rumah.

Tiba-tiba saja, aku merasakan ada percikan air, mengenai kakiku. Aku memeriksanya, bercak-bercak cokelat kehitaman menempel banyak di ujung celana panjang putihku.

Aku menoleh ke ibu, kesal.

"Maaf, Ibu tidak sengaja," ketus Ibu.

Ibu masuk ke dalam membawa nampannya. Aku harus membersihkan noda kopi di celana, terlebih dahulu.

"Cup ... Cup, Ucup ... !" teriak teman-teman aku.

"Iyya tunggu!" jawabku

"Bapak kamu, Cup ...." lanjut mereka.

"Bapak!" Ibu kaget.

Ibu bergegas keluar, menanggapi teriakan teman-teman aku yang tidak seperti biasanya.

"Bapakkk," teriak Ibu histeris.

Penasaran dengan apa yang terjadi di luar, aku menyusul ibu.

"Bapak!"

Aku syok melihat tubuh Bapak digotong beberapa orang, keluar dari mobil angkot miliknya.

"Bapak ini meminta kami mengantarnya pulang!" terang orang yang mengantar bapak.

Tubuh Bapak tergulai lemas di atas pembaringan.

"Bu, sisa kopi Bapak tadi ... mana? Sini, Bapak habiskan!" suara Bapak terdengar berat, dan nafas tersengal-sengal.

"Kopi Bapak ...." ibu panik, memintaku membawa cangkir kopi bapak.

Cangkir kopi yang kosong. Tersisa bekas ampasnya.

Ibu beranjak ke dapur, untuk menebus kopi yang baru saja dibuangnya.

"Gula, gula ... gulanya mana?" Ibu kikuk. Tangan dan bibirnya gemetaran.

Kopi dan gula tanpa takaran bercampur air dingin, sebagai sajian kopi terakhir ibu ke bapak.

Satu sendok lolos masuk ke dalam mulut bapak, selanjutnya ....

"Dingin, Bu!" ucap Bapak.

Ibu kembali ke dapur hendak menyajikan kopi panas. Tapi yang terjadi,

"Bapak sudah pergi, Bu!" tangisku pecah memeluk ibu di dapur.

"Biarkan Ibu, menyajikan kopi untuk Bapakmu, sekali lagi!" lirih ibu.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)