Cerpen
Disukai
0
Dilihat
1,461
The Second Wife
Slice of Life

Bab 2

Haidar bergerak menutup pintu, ia tidak ingin orang lain berkata yang tidak-tidak. Sebelumnya ia sudah berbicara dengan ibu kos, untuk bilang pada yang lain sekaligus RT bahwa mereka sudah menikah.


Rani bangkit saat Haidar menutup pintu tersebut, ia mendorong Haidar menjauh dari pintu. Namun Haidar tak bergeming, ia menggunakan tangannya untuk mencekal tangan dan tubuh Rani.


Rani terus menangis sesenggukan, hatinya terus mengatakan kalau ini tidak mungkin. Haidar bergerak memeluk Rani dengan erat, agar Rani tidak bisa memberontak.


Tubuh keduanya merosot ke bawah, Rani duduk tepat dipangkuan Haidar. Kepalanya tenggelam di dada Haidar, matanya mulai membengkak karena banyak menangis.


Haidar dengan tenang terus mengusap punggung Rani, guna menenangkan. Tak lama nafas Rani mulai teratur, Haidar mencoba untuk melihatnya. Ternyata dia tertidur.


"Maaf" ucap Haidar mengecup puncak kepala Rani yang masih tertutup oleh hijab


Haidar memposisikan diri, ia akan menggendong Rani menuju ranjang. Tepatnya hanya kasur langsung beralaskan lantai, tidak tersedia dipan di sana.


Haidar membaringkan Rani dengan pelan, ia juga ikut berbaring dengan memeluk Rani kembali. Keduanya kini berada di alam mimpi, dengan perasaan yang saling bercampur aduk.


Rani mengucek mata, ia melihat dirinya yang terbaring di atas kasur. Pakaiannya masih lengkap, hanya jaketnya yang sudah tersampir di tempat gantungan baju.


Suara gemericik air terdengar, Rani mengedipkan mata dengan cepat. Otaknya mulai berpikir, mengingat kejadian sebelum ia tertidur.


"Pak Haidar" ucapnya dalam hati


Haidar menyudahi mandinya, ia memutuskan untuk mengenakan baju di kamar mandi. Pintu kamar mandi terbuka, pandangan keduanya bertemu.


Haidar menatap sendu kepada mata yang menatapnya datar, ia tetap harus tenang dalam menghadapi istri kecilnya ini. Rani membalikkan arah tubuhnya, kini ia memunggungi Haidar dan menghadap ke tembok.


Haidar menghela nafas panjang, ini sudah siang ia harus membeli makanan untuk makan siang mereka. Sebelum itu Haidar duduk di samping kasur.


"Dek, mau beli makan atau pesan online saja?" tanya Haidar menatap sendu punggung Rani


Namun Rani tak kunjung menjawab, meskipun ia mendengarnya Rani tidak ingin menjawab sama sekali. Haidar mengucap sabar, ia memilih membuka ponsel untuk memesan makanan lewat online.


***


"Terima kasih kak" ucap ojek online yang mengantarkan makanan


"Iya sama-sama, terima kasih kembali pak" balas Haidar


Haidar membiarkan pintu kos terbuka, meskipun panas sedang terik. Tapi lebih baik seperti itu, daripada di dalam tidak terkena cahaya matahari sama sekali.


Haidar membawa makanan itu ke tengah ruangan, di mana Rani masih berbaring di sana. Haidar tidak lupa membawa piring, serta mengambil air minum yang tersedia.


"Ayo makan dulu, nanti bicara lagi" ujar Haidar


Rani tetap tidak bergeming, padahal kini tangannya sedang memegang telepon dan berselancar menggulir video yang tersedia.


Haidar mengalah, ia tidak ingin semakin memperburuk keadaan. Ia memilih untuk duduk di ruang depan, dan memakan makanannya. Sebelum itu, Haidar sudah menyiapkan makanan disimpan dekat kasur tadi.


Rani membuka pesan whatsapp yang masuk terus menerus, mereka bertanya-tanya. Para alumni pesantren, baik yang seangkatan, senior, dan junior yang mengenalnya. Mereka bertanya, dengan pertanyaan yang sama.


Beberapa dari mereka, tak sedikit memberi ujaran kebencian. Bagaimana tidak, istri pertama Haidar adalah seniornya dan juga senior yang sangat terkenal di kalangan santri. Rani bukanlah apa-apa, dia tidak menonjolkan diri sedikitpun di sana.


Rani hanya tertuju membuka satu pesan dari sahabat kecilnya, yang mana sampai kini masih selalu bersamanya.


"Hani, are you okay?" tanya Hana tertulis dalam pesan tersebut


Dari sekian orang yang dekat dengannya, hanya 3 orang saja yang menanyakan bagaimana keadaan dia saat ini. Dan Hana salah satunya. Dua lainnya sahabat Rani, yang mana mereka senior.


"Gak mungkin aku baik-baik aja kan?" balas Rani dengan tanda tanya


Hal tersebut juga ia kirimkan di grup, yang mana isinya hanya ada mereka berempat. Rani bisa dengan leluasa berkeluh kesah di sana, pada mereka.


Di saat Rani mengeluh, mereka akan memberikan semangat, dan beberapa nasihat. Terutama kali ini, mereka masing-masing menasihatinya.


"Rani ingat, surgamu sekarang ada di suami. Ilmu yang sudah di pelajari, tidak mungkin kamu acuhkan bukan. Kita tahu kamu adalah orang yang berbakti"


Air mata Rani sukses menggenang kembali, ia bingung harus bagaimana. Semuanya terlalu tiba-tiba baginya, seperti melihat petir di siang bolong. Tapi mereka benar, tapi Rani juga butuh waktu untuk menerimanya.


Rani berterimakasih pada mereka, karena telah mengingatkan. Ia bangun dari tidurnya, melihat piring yang di sampingnya sudah tersedia makanan yang tadi suaminya beli.


Ia mengusap air matanya, lalu mulai memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Di samping itu, Haidar senang saat mendengar piring lain ikut berdenting. Setidaknya istri kecilnya tetap mau makan.


***


Malam tiba, Haidar masih di masjid dekat kosan Rani. Ia memilih untuk sholat di masjid dulu, meskipun jauh dalam hatinya ia ingin mengimami sang istri kecil. Di kosan Rani berjalan kesana kemari, menunggu kepulangan Haidar.


Namun malam semakin larut, Haidar belum juga pulang, Rani memutuskan untuk menyusulnya. Ia bersiap-siap, dan tak lupa mengunci pintu kosan. Rani membuka payung yang ia siapkan.


Beberapa menit yang lalu hujan turun, Rani pikir mungkin Haidar menunggu hujan reda. Tapi saat hujan deras seperti ini, Rani tahu hujan ini akan berlangsung lama.


Sampai di masjid Rani berjalan menuju pintu saf laki-laki, matanya mencari sosok yang ia cari. Tak lama pandangan mereka bertemu, Rani memanggilnya tanpa bersuara.


Haidar menatap kaget saat melihat Rani ada di masjid, menerjang hujan deras malam ini. Ia keluar saat Rani memanggilnya.


"Kenapa kesini, sudah malam harusnya kamu tidur" ucap Haidar khawatir


"Ayo pulang pak! " ajak Rani tanpa menjawab pembicaraan Haidar. Haidar tidak ingin bertanya lebih, kini mereka sedang jadi pusat perhatian.


"Kamu bawa payung berapa?" tanya Haidar. Bukannya ia tidak mau satu payung berdua, kalau ada berarti istri kecilnya yang keberatan.


"Saya bawa satu pak" jawab Rani sambil merutuki kebodohannya


Haidar lantas mengambil alih payung tersebut, "Biar saya yang bawa"


Rani mengangguk, lalu masing-masing dari mereka berpamitan pada beberapa orang yang mengenal Rani di sana. Rani berusaha berjalan tidak terlalu dekat dengan Haidar, Haidar sangat tinggi, Rani hanya sampai sepundaknya saja.


"Jangan terlalu jauh nanti kamu basah!" ujar Haidar melihat kelakuan istri kecilnya, yang terus menjauh darinya.


Haidar berbicara tidak dituruti, akhirnya ia memegang tangan Rani dengan paksa. Ia tidak ingin setelah ini Rani sakit, lagipula memang ia berniat untuk tidur di masjid. Kenapa malah di jemput, ia merasa dipermalukan.


Bukan, bukan ia malu karena banyak orang. Tapi melihat keadaan Rani siang tadi, ia tidak berpikir sama sekali kalau Rani akan berbuat seperti ini. Rani menatap nanar pada tangannya.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)