Cerpen
Disukai
0
Dilihat
11,391
Aku, Kamu Dan Dia
Drama

Reuni Berujung Ribut

Acara reuni santri dimulai, Fajar sebagai pembawa acara mulai maju ke depan untuk membuka acara. "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat datang kakak-kakak alumni santri dan santriwati pondok Daarul Hikmah"

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab seluruh alumni serta guru di sana. Acara mulai berjalan sesuai jadwal yang telah di jabarkan. Para ustadz ustadzah belum datang semua.

Rani memilih duduk di barisan belakang, karena ia juga membawa Salsabila tak lupa Uci yang setia menemaninya. Rani pikir ini adalah posisi aman agar tidak terlalu terlihat, tapi siapa sangka ternyata masih terlihat oleh beberapa mata.

Mata seorang guru yang selalu tertuju padanya sejak dulu, ternyata tatapan masih sama, tatapan yang tidak bisa diartikan oleh Rani. Pandangan guru tersebut tak luput dari penglihatan istrinya, yang mana seorang ustadzah juga di sana.


"Bisa-bisanya kamu masih menatapnya, mas." ucap ustadzah Lina pelan, tanpa berkata-kata ia langsung beranjak dari duduknya lalu jalan menuju tempat duduk Rani. "Kamu, nama kamu Rani Meilani?" tanya ustadzah Lina


Rani sontak membulatkan matanya, ia sangat kaget dibuatnya. Uci dengan sigap mengambil alih Bila, sedangkan Rani tak berhenti mengucapkan istighfar dihatinya. Ia menarik nafas dalam, "Benar mba Lina, ada apa ya?"


Tanpa banyak bicara Lina menarik tangan Rani untuk mengikutinya, ia membawanya keluar dari gedung lalu berhenti ditengah lapang.

"Seharusnya kamu tidak ikut acara ini!" ucap Lina dengan tegas


Rani menatap mata ustadzah Lina dengan berani, "Kenapa mba, ada yang salah?" tanyanya menyeringai dalam hati


"Jangan mengganggu saya dan Adam lagi!" jawabnya masih dengan nada tegas


"Saya hanya mengikuti acara reuni, bukan untuk menggoda suami anda bu" ujar Rani tetap tenang


Pertengkaran itu tak luput dari pandangan guru lain, serta para alumni. Ustadzah Lina mencoba mempermalukan Rani di hadapan semua orang, agar mereka tahu bahwa Rani seorang pelakor.


Namun kenyataannya tidak seperti itu, Rani bahkan tidak pernah menggoda Adam selama dia berada di pesantren. Adam tidak ingin diam saja, namun ia tidak tidak menyusul sendiri, Gus Fadlan juga menyusul Rani untuk memisahkannya.


"Gus, ini urusan saya" ucap Adam


"Tidak, bila sudah menyangkut Rani saya tidak akan tinggal diam" jelas Fadlan lalu berjalan mendahului Adam


Adam menurunkan Umar, ia menitipkannya pada ustadz Ali. Ali menerimanya, ia mengusap wajah ikut kalut dengan keadaan yang tidak kondusif ini.


"Tapi kehadiran kamu hari ini, tidak pantas untuk Adam lihat!" Dina sedikit meninggikan suaranya


Rani sedikit kaget, namun raut wajahnya tetap datar. Gus Fadlan segera memundurkan Rani, lalu berdiri di depannya. Semua orang kaget melihat perlakuan Gus Fadlan pada Rani, mereka tidak pernah melihat keduanya dekat.


"Gus tidak perlu ikut campur," ucap Rani pelan


"Tidak apa, ini sudah lewat batas dek" balas Gus Fadlan


"Gus, tolong jangan ikut campur. Ini urusan penting yang harus selesai sekarang sampai selamnya" ujar Lina menekankan nada bicaranya


"Sadar mba, anda sudah kelewatan" Gus Fadlan mencoba untuk tenang


Sebelum Lina mulai maju meraih tangan Rani, ustadz Adam lebih dulu menahan tangannya.


"Sudah cukup, hentikan semua kecemburuan yang tidak beralasan ini!" Adam menatap Lina dengan tajam


"Tuh kan, ini pasti karena kamu ketemu lagi sama perempuan ini. Perempuan yang dari dulu selalu kau puja-puja, HaH!" teriak Lina sudah tidak bisa menahan emosinya


Semua yang mendengar hal tersebut, kini terkaget-kaget. Bukan main, sosok ustadz Adam dan Rani, ternyata saling mencintai. Nika tersenyum, pikirnya berarti dulu saat ustadz Adam menatap kak Rani tapi malah menunjuk Nika. Ternyata benar dugaan kecilnya itu.


"Apa kata gue Dit," ucap Nika pada Dita


Rani memutar bola matanya, "Gak seru sekali, mana Gus Fadlan ikut campur pula" ucap Rani dalam hati


"Apa masih kurang, selama ini saya selalu memperlakukan yang terbaik untuk keluarga kecil kita. Di saat cinta yang saya miliki tidak bisa saya perjuangkan, meskipun bisa, tapi saya tetap memilih menikah dengan kamu" jelas ustadz Adam


"Memang Mas, tapi kamu tidak pernah mencintaiku. Sampai saat ini, aku yakin cinta itu masih ada kan?" tanya Lina


Adam menghela nafas kasar, dia tidak bisa bohong kalau rasa itu memang masih ada.


"Kalau iya keduanya masih ada rasa, mba mau apa? mau kita menikah, dan saling memadu kasih?" tanya Rani membuat Lina tersentak


"Dek," panggil Gus Fadlan pelan


"Sadar mba, meskipun rasa itu masih ada. Jalan kita sudah berbeda, dan aku tidak suka berbagi" jelas Rani mengambil alih pembicaraan


Adam mengedipkan mata cepat, ia tidak menyangka Rani akan berbicara seperti itu. Hatinya terenyuh mendengar bahwa dia masih memiliki rasa padanya. Andaikan, andai dulu dia lebih berani, mungkin kini mereka telah bersama dalam waktu yang lama.


"Terimakasih mba, terimakasih banyak sudah menjaga ustadz Adam. Silakan lanjutkan, aku tidak akan menghancurkan keluarga kecil kalian" jelas Rani lagi, entah kenapa suasana menjadi hening. Para guru dan alumni lainnya, seperti menyimak dengan baik-baik tentang penjelasan Rani.


"Mama," panggil Salsabila di ikuti Uci di belakangnya


Rani mengalihkan pandangannya, ia mencoba tersenyum, Salsa berhasil di gendongnya. Uci berdiri tak jauh dari mereka, mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk sahabatnya.


Lina, Adam, juga gus Fadlan terdiam seketika saat mendengar panggilan tersebut.

"Oh.. syukurlah kalau sudah menikah!" sewot Lina


"Istighfar sekarang juga, sudah diam!" tekan Adam membuat Lina menatapnya tajam


"Sudah mba, cukup sudah sampai sini saja. Lagipula Rani sudah bilang, kalau jalannya sudah berbeda" jelas Gus Fadlan


"Ma... atut," sendu Bila


Rani mengelus kepala Salsabila lalu mendekapnya, "Terima kasih mba, walaupun sebenarnya benar. Aku kesini ingin membuktikan, apakah kita masih saling mencintai atau tidak. Setelah melewati acara tadi, aku bisa langsung tahu kalau cinta itu masih ada"


"Kamu!" tunjuk Lina hampir melangkah maju, namun Adam lebih dulu membawanya untuk menjauh


Gus Fadlan membalikkan badannya, "Sudah jangan dilanjutkan, kasihan anak dede!"


"Iya, terima kasih Gus,"


"Saya masih ada banyak pertanyaan, jadi ayo bicara di rumah. Uci, kamu ikut juga,"


"Baik Gus," jawab Uci


***


Adam menatap kepergian Rani, lagi dan lagi ia hanya bisa melihatnya dari jauh. Lina menarik tangan Adam pergi menuju rumah kecil mereka, "Stop, berhenti mas!" Lina teriak sekuat mungkin dan melemparkan semua barang yang ada di hadapannya.


Adam terdiam melihatnya, ini adalah kali kedua setelah waktu pertama kali Lina mengetahui tentang buku milik Rani yang ia simpan. Adam menatap nanar pada istrinya, entah kenapa hatinya seolah dikoyak. Hatinya terkoyak merasakan perasaan cinta yang muncul kembali, namun juga melihat lagi kejadian istrinya ini.


Lina bersujud, "Berhenti mas, bila memang mas masih mencintainya. Aku mohon ceraikan aku, dan kamu bisa menikahinya!" pinta Lina dengan pilu


Adam terduduk mendengar penuturan Lina, pernikahan 4 tahun mereka jalani bersama. Apa mungkin Adam mampu meninggalkan semuanya, hatinya gundah. Ia ingin mengejar Rani, namun ia tidak mungkin meninggalkan istri dan anaknya.


Lina bergerak mendekati kaki Adam, "Mas, tolong ceraikan aku,"


"Istighfar Lin, itu tidak mungkin terjadi. Kamu adalah pilihan mutlak dari nenek saya, dan nenek berpesan agar aku tidak meninggalkan kamu!" ucap Adam tanpa melihat istrinya sedikitpun.


"Mas egois, aku juga punya mimpi, punya cita-cita, dan aku juga punya cinta. Lepaskan aku, atau aku sendiri yang mengajukannya ke pengadilan!" tegas Lina.


"Tidak bisa begitu, kamu tidak memikirkan nasib Umar?" tanya Adam


"Loh kenapa, kenapa aku harus memikirkan nasib Umar. Sedangkan abi-nya saja malah mencintai wanita lain selain umi dari anaknya, bahkan cinta untuk uminya tidak ada sedikitpun!"


Adam menatap lesu, benar ucapan Lina. Cintanya tidak pernah ada untuk istrinya, pemiliknya masih Rani sampai detik ini juga. Akan tetapi pada akhirnya Adam menyerah, ia lebih memilih keluar dari rumah untuk menjemput Umar.


***


"Kak Dida, benarkan aku bilang. Kak Rani sama ustad Adam tuh ada sesuatu, soalnya tatapan ustad Adam tuh bukan tatapan biasa" Nika semakin menyebarluaskan pendapatnya sejak dulu


"Kok malah begini ya Nik, Dita. Duh kasihan Rani, dia bahkan gak pacaran sama sekali. Gak nyangka ternyata punya cinta yang dalam sekali," sendu Dida


Tak hanya para alumni santriwati yang angkat bicara, tapi alumni santri laki-laki juga mulai saling berbisik.

"Lih, untung lo belum menyatakan perasaan lo!" bisik Yanto


"Gak masalah, tapi jujur gue kasihan dan malah tambah jatuh hati sama dia." ungkap Galih


"Ya ampun kakakku sayang," Fahmi salah satu yang sikapnya luluh pada Rani juga sudah menganggap mereka dekat, ikut kasihan melihat kejadian tadi.


"Duh.." adu Fahmi saat Hilmi memukul kepalanya


"Enak saja, kak Rani tuh kakak gue" ucap Hilmi tak mau kalah


"Sudah-sudah, kalian malah ribut. Ayo masuk, lanjutkan lagi acaranya!" ucap Ustadzah Tati, ustadzah yang paling dekat dengan semua santri.

***

"Mas!" panggil Deti pada suaminya

"Mas, sudah menasehati Adam dulu, namun dia tetap pada keputusannya. Inilah yang mas takutkan, dan akhirnya terjadi" ucap ustadz Ali menjelaskan setelah melihat raut wajah istrinya yang sedang khawatir.



Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)