Masukan nama pengguna
"Besok saja pak" pinta Hani pada bapaknya
Pasalnya sang bapak tak henti-henti melihat ke arahnya, mukanya terlihat kesal tanpa sepatah katapun keluar.
"Besok kapan, enggak, sekarang juga!" titah bapak dengan nada tegas
Padahal ini sudah malam, tadi siang mereka juga mengunjungi sekolah yang akan ditempati Hani. Tapi Hani meminta untuk pulang setelahnya, beralasan ingin berbuka puasa di rumah.
Hani meneguk ludah susah payah, apa ini akhir dari segalanya. Karena kita naik mobil milik teman bapak, bapak tidak ingin membebaninya sampai besok.
Sebenarnya teman bapak biasa saja, menerima saja kalau berangkatnya besok. Hanya bapak yang tidak menerima, dan mungkin sudah tidak ingin melihat Hani berada di rumah.
Hani mengangguk menurut, ia segera menyelesaikan makan berbukanya. Hani berjalan tanpa menegakkan kepalanya, air matanya sudah menggenang, tak mungkin takkan meluncur nantinya.
Hani mencuci alat makannya tadi, lalu berjalan menuju kamar mengumpulkan semua barang yang telah siap.
***
Perjalanan malam ini meski bersedih, tapi Hani merasa sedang di iring-iringi. Ya, malam ini tepatnya tanggal 1 Muharram, dimana di kampungnya selalu merayakannya dengan berjalan sambil menyalakan obor.
Hani melihat keluar jendela, pemandangan tersebut membuat hati Hani sedikit tenang. Tapi hanya sementara, tak lama mereka sampai di pondok pesantren.
Tempat Hani akan mencari ilmu selain ilmu dunia, ilmu yang mana membuatnya akan menemukan jalan yang benar.
Pesantren kecil, lebih kecil dari pesantren sebelumnya. Hani mencoba menenangkan hatinya, ia mulai berjalan masuk kala ibu pemilik pesantren menyambutnya.
"Sudah sampai, ayo langsung ke kamar" ibu mengawali pembicaraan, tentunya bapak dan ibu Hani langsung menyahutinya.
Hani tersenyum dan menyalami tangan ibu pemilik pesantren. Yani, nama beliau selaku istri dari pemilik pesantren. Dilihat dari raut wajahnya, umur beliau diatas tidak jauh dari ibu Hani.
Hani langsung di antar menuju kamar asramanya, saat datang tadi banyak santri hilir mudik. Menurut penjelasan ibu Yani, mereka sudah menyelesaikan pelajaran malamnya.
Sampai di kamar Hani di sambut oleh anggota sekamarnya, di sana terdapat 3 orang penghuni. 2 orang berbadan besar, 1 berbadan ramping mirip dengannya.
"Muf, ini Hani yang mau masuk pesantren mulai malam ini" ucap bu Yani memperkenalkan keduanya
Yang dipanggil Muf tersenyum ramah,
"Mufidah" ucapnya mengulurkan tangan
"Hani kak" balas Hani menerima uluran tangannya
Setelah bersalaman dengan Hani, Mufidah juga menyalami tangan kedua orang tua Hani. Hani kemudian masuk, juga memasukkan barang-barangnya.
Di bantu bapaknya, ibunya ikut masuk ikut merapikan barang milik Hani. Malam semakin larut bu Yani juga sudah mempersilahkan Hani untuk istirahat.
Hani ikut menyalami tangan orang tuanya sebelum mereka pulang.
"Hati-hati, kalau ada apa-apa kabari bapak!"
Hani mengiyakan dengan senyuman, walau hatinya tidak begitu. Setelah kedua orang tuanya pergi, Hani di ajak masuk kembali ke kamarnya.
Mereka berempat kini duduk melingkar, "Kak Hani sekelas sama kak Mufidah di MA?" tanya Salma
"Iya," Jawab Hani singkat masih malu-malu
"Sebut nama dulu Sal!" ujar Mufidah
"Oh iya ya, aku Salma Kak" ucap Salma memperkenalkan diri
"Aku Rahma kak" ucap Rahma, satu orang lainnya yang sedikit berbadan besar.
Hani tersenyum, "Iya, salam kenal" balas Hani
"Sudah malam, besok saja beres-beresnya" ucap Mufidah
Hani mengangguk, satu persatu dari mereka mulai menggelarkan kasur lantainya. Hani mengikuti, ia menggelar kasur lantainya di tempat yang sudah di sediakan.
Tak butuh lama bagi Hani untuk tidur, ia sudah biasa di pondok sebelumnya. Disini lebih bagus ruangan kamarnya.
***
Adzan subuh tiba, tepat sebelum yang lain bangun Hani sudah mandi terlebih dahulu. Saat adzan tiba Hani memakai mukena, dan mengambil kitabnya.
Sedikit kesusahan, karena belum tahu kitab mana yang harus di bawa. Beruntung Mufidah mau membantunya.
"Ayo!" ajak Mufidah, mengajak Hani berangkat duluan. Meninggalkan Salma dan Rahma yang baru bangun.
Hani mengangguk, "Duluan ya," ucap Hani pada Salma dan Rahma, mereka mengangguk bersama-sama.
Di perjalanan menuju masjid, Hani bertemu dengan santri lainnya. Mereka terlihat melihat ke arahnya, mereka pasti berbicara kalau Hani santri barunya. Meskipun berbisik, Hani bisa mendengar dengan jelas.
Sampai di masjid Hani segera melaksanakan sholat subuh berjamaah, dia mendapatkan jajaran sholat kedua. Yang mana jajaran tersebut masih di dalam masjid, sedangkan yang tertinggal akan kebagian di luar masjid.
Masjidnya tidak terlalu besar, milik laki-laki lebih banyak. Karena masjid ini berada di pinggir jalan, jadi banyak para musafir yang ikut sholat juga.
Selesai sholat mereka bersalaman, memutar dari depan sampai ke belakang. Hani tidak lupa memeriksa barang bawaannya. Meskipun deg-degan, Hani tetap menampilkan wajah terbaiknya.
****
Tiba di madrasah, Hani mulai melangkahkan kakinya mengikuti Mufidah dan yang lainnya. Saat tepat ia memasuki ruangan madrasah, seseorang menyapanya.
"Hei, de Hani disini?" tanya Sri
Hani sontak mengangkat kepalanya, karena tadi berjalan menunduk.
"Ah, iya kak" jawab Hani dengan senyuman
Sri adalah salah satu kenalannya dulu sewaktu sekolah menengah pertama, dia orang yang baik. Begitu selama Hani mengenalnya secara jauh, karena mereka beda kelas.
Hani melanjutkan jalannya, lalu duduk di dekat Mufidah dan Salma. Tak lama guru pengajar datang, Hani masih belum tahu nama-nama guru di sana.
Guru tiba, beliau mengingatkan Hani pada guru di pondok sebelumnya. Beliau sosok yang humoris, senang becanda dengan para santri namun juga tegas. Para santri memanggilnya akang, pelajaran di mulai dengan baik.
***
Hani menyiapkan kebutuhan sekolahnya, ia harus buru-buru takutnya ditinggal Mufidah. Mufidah juga sebelumnya bilang, kalau sebentar lagi mereka akan membeli makan ke kantin.
Kira-kira ada lauk pauk apa saja ya, Hani tidak pemilih, tapi juga sebenarnya seorang pemilih. Tidak hanya berdua, kini mereka gerombolan menuju kantin. Bukan tanpa alasan, katanya di sana juga banyak santri putra.
Saat mereka tiba benar saja di sana telah banyak santri putra, Hani bingung harus bagaimana. Sebelumnya ia tidak pernah sedekat ini dengan kerumunan laki-laki. Tak ingin berlama-lama setelah mendapat bagiannya, Hani dan Mufidah langsung kembali ke kamar.
Selesai makan Hani buru-buru merapikan bekas makannya, ia harus mengejar kecepatan Fidah karena takut ditinggal. "Santri baru ya, Dah?" tanya seseorang saat keduanya sedang memakai sepatu.
"Iya, kak." jawab Fidah, sedangkan Hani hanya menyunggingkan senyum manisnya karena masih segan berbicara.
Kini Hani dan Mufidah sudah sampai sekolah, Mufidah sosok yang sangat tertib. Baru jam setengah 7, mereka sudah di sekolah. Hani menunduk sesekali, saat matanya bersitatap dengan para siswa.
Hani mengikuti langkah Mufidah, yang ternyata kelas mereka berada di lantai atas. Sampai saat mereka masuk kelas, Hani menjadi pusat perhatian. Ia mencoba tersenyum ramah walau malu sekali.
Mufidah menunjukkan tempat duduknya, yang ternyata tidak sebangku dengannya. Hani menerimanya, mau bagaimanapun ia hanya murid baru. Sampai sosok laki-laki yang baru datang masuk kelas, tetiba ada di sampingnya.
sosok laki-laki itu menyodorkan tangannya, "Hey anak baru ya, kenalin gue Ilham" sapanya
Hani menatap tangan Ilham, di sana keduanya menjadi tontonan anak sekelas. Hani ragu untuk menerimanya, ia terus berucap di hati, apakah boleh?, pikirannya buyar.
*Nama aktor dan tempat hanyalah karangan semata.