Cerpen
Disukai
0
Dilihat
1,732
Cerpen One Shoot
Romantis

Pernikahan itu terjadi, disini, di rumah sakit Bakti Kencana. Di hadapan ayah Syfa yang sedang kritis, dan ini permintaan terakhirnya saat beliau sadar beberapa saat lalu. Syfa tidak bisa mengelak, pagi-pagi sekali ia sudah di seret oleh kedua kakak tirinya yang juga seorang perempuan.


"Bu, jawab saya. Kenapa harus saya, bukankah kak Marsya juga kak Isvi ada!?" tanya Syfa terus mengajukan pertanyaan yang tak kunjung di jawab oleh sang ibu tiri.


"Kamu gak usah banyak tanya, ini pesan terakhir dari ayah kamu. Ayah kamu cuma ingin lihat pernikahan kamu sebelum dia meninggal," jawab ibu datar


Syfa menatap nanar pada ayah, apa benar ayahnya berpesan seperti itu? apa benar sosok yang nanti menikahinya juga ayah yang pilihkan? apa mungkin tidak ada campur urusan dari mak lampir di sampingnya?


Penghulu tiba, di belakangnya turut ada seorang laki-laki muda dan seorang laki-laki seumuran ayahnya. Syfa menghembuskan nafas panjang, tanpa interupsi kak Isvi mendudukkannya secara paksa.


"Ikuti saja, tidak usah banyak bicara!" ucapnya penuh penekanan


Syfa tidak menanggapinya, kini ijab tersebut akan segera di mulai. Pernikahan ini sudah langsung terdaftar secara agama, dan negara. Karena tepatnya kemarin, laki-laki calon suami Syfa telah mendaftarkannya secara langsung. Entah siapa yang menyodorkan data-data milik Syfa, padahal ia yakin sudah menyimpannya tanpa seorang pun tahu.


Ijab terucap oleh pria yang ia ketahui bernama Nathan, melihat sekilas dari dokumen umurnya beda 5 tahun dengan Syfa. Syfa kini berusia 22 tahun, berarti Nathan berusia antara 26-27 tahun. Penghulu menyuruh Syfa untuk menyalami Nathan, dan Syfa melakukannya.


Selesai menandatangani semua berkas, mereka berfoto tak lupa menyertakan sang ayah. Syfa tentu berdiri tepat di samping kanan ayahnya, di samping kiri ada ibu juga kedua kakak tirinya. Kepala Syfa terasa kosong, semua yang ia lakukan saat ini tidak sampai ke otaknya.


"Sudah, kalian tunggu di luar lagi. Biar ibu yang tunggu ayah disini!" ujar ibu pada semua orang


Kakak Marsya juga kak Isvi langsung keluar, mereka hanya izin sebentar dari kantor. Sedangkan Syfa terpaksa harus libur tanpa izin. Ia memutuskan keluar mengikuti suruhan ibunya. Kini Nathan berdiri tepat di depan Syfa yang sedang duduk, ia harus bilang kalau hari ini dia ada meeting penting jadi akan ke kantor sebentar.


Namun alis Nathan bertaut, loh kenapa dia harus peduli? toh tidak ada cinta dalam pernikahan mereka, lagipula mereka juga punya kesibukan masing-masing, jadi tidak masalah bukan. Akhirnya tanpa sepatah kata pun yang keluar dari mulut Nathan, ia melenggang pergi meninggalkan Syfa.


Syfa memegang tangan berisikan kertas, di sana tertulis alamat rumah dan kantor Nathan. Nathan memberikan padanya tanpa berkata sedikitpun, Syfa bingung tapi juga gak tahu harus berbuat apa. Syfa bangun dari duduknya, ia akan ke kantin untuk mengisi perut kosongnya.


Syfa memesan nasi goreng dan air mineral saja, ia memilih duduk di tepi jendela. Dia harus memikirkan langkah selanjutnya bagaimana, tidak mungkin bila terus diam seperti ini. Syfa mengeluarkan ponsel, ia membuka catatan lalu mulai menulis apa saja kegiatan hari ini.


Baru beberapa ia tulis, tak lama ada telepon masuk. Terpajang nama Ibu di sana, Syfa memutar mata malas, oh ayolah tidak bisakah dia santai sebentar. Tanpa menunggu lama dia langsung mengangkatnya.


"Halo bu," ucap Syfa lebih dulu


"Kamu dimana, cepat ke ruang rawat ayah!" balas ibu dengan keras


"Ada apa, saya sedang makan bu?!" tanya Syfa


"Udahlah, ayah baru siuman. Cepat kesini sebelum ayah kamu tidak ada!" balas ibu membuat Syfa langsung bangun dari duduknya


Panggilan berakhir, Syfa segera membayar makanannya. Sayang sekali, padahal nasi gorengnya baru di makan sedikit. Mana perut Rani keroncongan dari tadi. Syfa mempercepat jalannya. Sampai di lantai yang dituju, ia langsung lari kecil.


Sebelum masuk Syfa mengetuk pintu terlebih dahulu, lalu ia masuk. Mata Syfa langsung berkaca-kaca saat melihat ayahnya, walaupun di didik dengan keras ia tetap menyayangi ayahnya. Tangannya memilin ujung baju, Syfa berjalan mendekat.


"Ayah," panggil Syfa


"Selamat atas pernikahannya, anak ayah sudah menjadi istri orang" ucap ayah


Syfa mengangguk, menyunggingkan senyum tipisnya. Padahal ia hanya ikut-ikut saja, tidak ada hal yang lebih dalam pernikahan ini. Syfa melihat ayah bernafas sedikit kesusahan.


"Apa ibu belum memanggil dokter?" tanya Syfa selidik


"Sudah, kamu dengar saja nasihat ayah. Kalau ada apa-apa ibu di depan" jawabnya lalu pergi keluar


Kini hanya ada Syfa dan ayah saja yang berada di dalam ruangan, ini hal yang jarang terjadi bahkan bisa terhitung jari. Ayah menyuruh Syfa untuk duduk di sampingnya, ayah merasa waktunya sudah tak lama lagi.


"Kak, waktu ayah tinggal sebentar, ayah tahu pernikahan ini hanya sebuah perjodohan. Tapi ayah mohon, apapun yang terjadi nanti di depan kakak harus kuat menjalaninya. Tidak peduli ada cinta ataupun tidak dalam pernikahan ini, besar harapan ayah agar kakak tetap berusaha untuk bersama, dan tidak minta pisah sedikitpun" ucap ayah dengan pelan-pelan


"Kamu mengerti sayang," panggil ayah lembut


Syfa mengangguk, bila ayah sudah berbicara dengan lembut ia tidak akan bisa mengelaknya. Pokoknya ia harus ingat semua pelan-pelan dari ayah, dunia memang kejam dan kita harus kuat menjalaninya. Tak lama dari itu ayah berbicara kembali dengan terbata.


"Sayang, tolong bantu ayah dan cium kening ayah untuk terakhir kalinya ya?" tanya ayah, Syfa mengangguk menyanggupi. Ia menuntun ayah mengucapkan dua kalimat syahadat, dengan terbata ayah mengucapkan sampai akhirnya nafas terakhir berhembus.


Syfa mengecup kening ayahnya, tak lama tubuhnya merosot ke bawah. Meskipun ia tahu ini pasti akan terjadi, tapi ternyata kesedihan akan kematian tidak akan pernah bisa terbendung. Di luar sana ibu melihat semuanya, ia juga sama keadaannya seperti Syfa, terperosot ke bawah memegang dinding rumah sakit.


"Ibu..!!" panggil Marsya dan Isvi dari jauh, mereka langsung berlari mendekat.


Sebelumnya ibu menelepon mereka berdua, termasuk Nathan juga. Memberitahu bahwa ayah sadar untuk terakhir kalinya, tapi Nathan belum juga datang. Ibu tidak tahu bagaimana harus menenangkan Syfa nantinya. Walaupun Syfa kuat, ibu yakin bahwa dia juga tidak sekuat itu.


Sedangkan di kantor, Nathan masih sibuk dengan pekerjaannya. Belum lagi meeting selanjutnya juga merupakan meeting yang penting bagi perusahaan, bagaimana bisa dia pergi. Pada akhirnya ia mengirim sekretaris pribadinya, Justin.


"Sorry ya Justin, bilang kalau saya nanti akan ke sana. Kemungkinan sore atau malam, titip salam buat ibu, dan tolong jaga Syfa!" ucap Nathan pada Justin sebelum dia berangkat


"Siap kak, pokoknya kak Syfa aman sama gue" jawab Justin, setelah itu dia benar-benar pergi dari hadapan Nathan.


"Ayo Nath, lo harus fokus. Lagipula dia bukan hal yang penting-penting amat" ujarnya pada diri sendiri

















Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)