Masukan nama pengguna
Setelah empat tahun menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah alias PNSD. Nella berencana akan melanjutkan kuliahnya. Dari diploma tiga, ke sarjana strata satu. Seperti rekan kerjanya yang lain, yang sudah kuliah terlebih dahulu. Kemudian menyematkan gelar sarjana itu, sebagai haknya. Karena dia telah menempuh masa kuliah selama kurang lebih tiga tahun. Dengan gelar sarjana itu, sudah pasti mereka, akan memperoleh, gaji yang baru, yang tentu, lebih banyak dari sebelumnya.
Pasti akan menyenangkan, melihat lembaran slip penerimaan yang menerangkan, besaran gaji pokok, dan tunjangan ku. Yup. Brunella Putri Carolina SE.
Pikir Nella, sedang menyusui bayinya yang masih berumur tiga bulan. Dipandanginya bayi mungil itu, sang bayi langsung berhenti tersenyum, dan membalas tatapan, dan senyuman ibunya, kemudian lanjut, menyusu kembali.
Nella yang masih sarjana muda alias diploma tiga, sangat bersemangat untuk kuliah lagi. Tapi Kali ini, dia terbentur. Dimana seharusnya melanjutkan kuliah. Nella tidak ingin mengikuti jejak teman-temannya yang berkuliah di kampus swasta. Alasan Nella sederhana. Dia ingin kuliah di kampus yang berkualitas. Bukan tanpa alasan, Nella pernah mendengar sendiri dari mantan atasannya.
“Nell, kamu mau melanjutkan kuliah dimana?”
“Belum tahu pak.”
“Di universitas ABC aja Nell, bapak yang jadi dosennya.”
Nella hanya diam. Nella tahu rekam jejak bapak itu. Dosen baginya hanya side job, apalagi kompetensinya, Nella paham betul. Dia pejabat hanya berdasarkan kedekatan. Kemampuannya menjadi eselon II, seperti jauh panggang dari api. Dia juga tamatan kampus abal-abal untuk memperoleh gelar masternya.
“Kalau jadi dosen di sana gimana caranya bang?” Tanya teman Nella yang lain.
“Gampang tinggal bilang aja kita mau jadi dosen.” Jawabnya.
“Emang bisa gitu?” Lanjut teman Nella lagi.
“Ya bisa lah dia kan tahu abang Kadis. Lagian semua mahasiswanya hanya butuh Ijazah kok.” Terang mantan atasan Nella.
Nella yang mengikuti percakapan itu, kuping Nella menjadi panas, ada perasaan jijik dengan orang yang memandang rendah pendidikan. Kemampuannya melawan dan beradu argumen, jauh dibawah bapak yang galak itu. Jadi diam dan tersenyum adalah jalan yang bisa dilakukan Nella. Kemudian Nella berlalu, pergi untuk menghindar.
begitu sepele kah pendidikan PNSD bagi orang-orang yang berjabatan tinggi? .Berarti benar selama ini, ada jual beli ijazah. Memang tidak semua kampus swasta itu jelek, yang hanya memikirkan uang masuk, untuk kepentingan diri mereka sendiri, dan mengesampingkan kualitas mahasiswa lulusannya. Tapi dimana di daerah ini.
Didaerah Nella. Universitas, sekolah tinggi, institut swasta. Umumnya didirikan oleh dosen senior yang berstatus PNS, bahkan guru besar. Kemudian menggandeng pejabat sebagai tambahan tenaga pengajar mereka. Maka PNS mudalah, yang menjadi sasaran empuknya. Tahu apa yang terjadi. Mahasiswa yang kuliah di universitas swasta itu jarang ada dosen. Mereka yang berjuang menuntut ilmu. Diwaktu. Dimana seharusnya mereka beristirahat, dihabiskan untuk belajar, duduk berdiskusi, tatap muka, seperti yang seharusnya. Sampai di kampus, ternyata menghadapi jam kosong, karena dosen tidak hadir dan tidak ada kabar. Benar-benar dilema.
Selama hampir dari setengah dekade ini, Nella menganalisa bagaimana dengan kualitas pendidikan rekan-rekannya. ternyata mereka adalah sama. Dosen butuh side job untuk menambah income, dan PNS yang kuliah juga butuh gelar untuk menambah penghasilan.
Nella tak ingin seperti mereka. Setidaknya, kalau dia sarjana pemikirannya berubah lebih maju. Ini bukan untuk dirinya saja, tapi demi pendidikan anak-anak mereka juga. Kualitas pendidikan adalah nomor satu. Walaupun mereka masih balita dan masih bayi. Nella harus memberikan contoh. Bahwa untuk pendidikan mereka nanti, wajib melihat kualitas, dan kampus yang memiliki daya saing.
Nella masih berfikir. Akan kemana dia menetapkan hati, untuk menempuh pendidikan sarjananya. Di ibu kota provinsi yang jaraknya sekitar seratus kilometer lebih itu. Hanya dua kampus negeri. Salah satu dari universitas itu, hanya menerima mahasiswa fresh graduate minimal dua tahun, setelah tamat diploma. Kemudian kampus satunya lagi. Baru memulai untuk membuka intake diploma. Kemudian Nella melihat syarat umum dari kampus itu. Baiknya tidak mencantumkan umur, jadi Nella termasuk kategori.
Dengan perasaan tidak puas Nella mencari informasi dengan menelpon, nomor contact personnya. jawabannya Nella harus mendaftar satu tahun lagi. Karena pembelajaran sudah dimulai satu bulan yang lalu. Dengan sabar Nella menunggu.
***_________***
Tidak semua orang menerima pemikiran Nella. Ada yang suka, tentu ada juga yang tidak senang. Suka atau tidaknya adalah kewajaran. Terkadang banyak orang yang tidak ingin, orang lain melampaui dirinya.
“Buat apa kuliah jauh-jauh Nell, Apa tidak kasihan dengan anak-anak yang kecil?”
“Kita sudah kerja Nell, yang penting kampus terakreditasi. sudah. kita dapat Ijazah.”
“PNS seperti kita cuma butuh ijazah, terus disematkan gelar, upgrade gaji.”
“Kamu lihat dong, pak Diki, Kabid. pak Mul, Kadis, pak Yasin, Kasi, Bu Rita, Kepala BKPSDM. Semua itu tamatan kuliah di kota ini. yang jaraknya sepuluh menit dari kantor ini. noh kampus yang onoh, cat putih merah.”
“Mutu pendidikan nggak akan menjadikan kamu pejabat Nell. Semua pejabatan harus ada hubungan dekat dengan Bupati.”
“Buat apa kamu ke kampus itu, dengan jarak dua jam. belum lagi letih dan lelah yang kamu rasakan. Ditambah tugas yang bejibun. Kita sudah tua begini, mana bisa lagi mengerjakan tugas yang banyak.”
Apakah sekerdil itu jalan pikiran kita. Bukankah dengan PNSnya kita, pendidikan harus lebih bermutu. Pemikiran yang tertanam dalam diri seorang sarjana, tentu bukan untuk dirinya sendiri, tapi orang lain juga. Gelar sarjana adalah tanggung jawab moral. Di akhirat pun jadi pertanggungjawaban.
Walaupun sedang dilema. Nella tidak pernah serius menanggapi ocehan rekan kerjanya. Hatinya mantap. Dia akan kuliah di universitas Negeri itu.
***_____________***
Sudah sebulan lamanya, Nella terdaftar di kampus negeri, pilihannya itu. Dia bergabung dengan mahasiswa yang seharusnya menjadi ponakan baginya. Ada tersirat rasa bangga. Seorang Pegawai Negeri Sipil, yang berumur tiga puluh dua tahun, menjalani masa pendidikan di salah universitas negeri ternama di pulaunya. Tidak tanggung-tanggung, Nella menjalaninya dengan senang hati. duduk belajar di ruangan kuliah, berdiskusi dengan teman sesamanya, mengerjakan tugas yang tidak seharusnya dikerjakan oleh orang ibu dan PNS seperti dirinya. Tapi Nella berbeda dengan teman-teman lainnya. Dia menikmati proses itu. Nella senang dengan status mahasiswanya, tanpa membawa embel-embel umur dan status pekerjaannya agar di mudahkan. Seperti teman-teman yang kuliah di universitas swasta. Mereka mendapat keistimewaan. Yaitu bebas dari tugas.
Hebatnya, semua mahasiswa yang ada, menghormatinya. Nela menjadi tempat bertanya, dan belajar. Tentunya Nella senang membantu. Mereka adalah anak-anak yang sopan.
Ah jika aku menikah, sesudah tamat SMA, anak-anakku sudah sebesar mereka. Pikir Nella. Sehingga dengan mudah Nella dekat dengan mahasiswa.
Menjalani hari, sebagai PNS, ibu, istri dan mahasiswa. Memang menguras tenaga dan emosi. Syukurnya, semua bisa di handle, berkat dukungan, dan bantuan sang suami. Memilih kampus yang baik pun dorongan suami yang ingin pendidikan istrinya lebih baik.
Tapi, apakah lancar-lancar saja kuliahnya Nella. Sama sekali tidak. Tidak semua guru, pengajar, dosen, yang betul-betul ingin mengajar. peduli pendidikan dan perubahan. Mereka juga manusia, butuh mendidik dan mengajar diri mereka dahulu, baru bisa mengajar orang lain. Kedewasaan semua penghuni kampus memang betul-betul dituntut.Mahasiswa dituntut kedewasaannya menghadapi dosen yang kekanak-kanakan.
Ternyata kita hanya menjalani nasib. Nasib yang sudah digariskan. Dosen nasibnya lah yang menjadikan dia seorang dosen. Aku lah, yang salah, menganggap mereka pintar. Kenyataannya banyak juga mahasiswa yang lebih pintar darinya. Arogansinya membuat mahasiswa itu terlihat bodoh.
Nella menemukan dirinya yang naif. benar kata teman-temannya. Semua ocehan itu, diingat oleh Nella. Jabatan itu berdasarkan kedekatan bukan kemampuan. PNS yang lulus di jalur seleksi pasti ada. Berdasarkan kedekatan pun ada. Dosen pun juga begitu. Dosen yang, ingin mahasiswanya pintar, berintegritas, tangguh, kuat. sama karakternya dengan Nella pun ada.
Dunia pendidikan tinggi, tidak selalu diisi oleh orang baik. walaupun mereka berpendidikan baik. Yang bangsat dan bedebah pun ada. Karena ini hanya dunia. Dunia tempat kita menjalani nasib.
***__________***
Pontang panting, sakit senang, luluh lantak, mengurus skripsi, dijalani Nella dengan baik. konsultasi dengan pembimbing skripsi, revisi, kolokium, sampai kompre dan lulus ujian tepat waktu. Mengantarkan Nella pada puncak perjuangannya yaitu wisuda sarjana. Semua lelah terbayarkan. Gelar sarjana dari universitas negeri yang bergengsi, dengan IPK lebih dari tiga koma lima. Sungguh allah telah menghebatkan orang yang telah berjuang dengan sungguh-sungguh.
Perjuangan Nella, bukannya sudah selesai. Tapi memasuki babak baru. Dia harus mengikuti ujian penyetaraan ijazah nya, yang diadakan di kabupaten tempat dia bernaung. Cukup lama Nella menunggu jadwal ujian. Bahkan usulan dari BKPSDM, yang tidak masuk akal pun dijalaninya. Yaitu, menumpang ujian di daerah lain. Nella kembali belajar, dan membuat esai, sebagai syarat mengikuti ujian. Lulus lagi dengan nilai yang lumayan baik. Sekarang Nella sudah memiliki titel yang baru, sesudah nama belakangnya.
Tidak ada perubahan, tugas, dan tanggung jawab, walaupun sudah bertitel sarjana. Namanya juga PNS. Jangan harap ada jenjang karir yang jelas. Tidak mengapa bagi Nella. Dia tidak mengharapkan jabatan, atas dasar kedekatan atau rekomendasi. Iseng-iseng Nella membuka website kampu lamanya. Tertulis. Penerimaan Mahasiswa Baru Intake Diploma Tiga Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen, Universitas Negeri XXX. Gerakan Mouse scroll yang dikendalikan Nella menuju syarat umum sebagai mahasiswa baru tersebut. Nella membacanya satu persatu. Dug. Jantungnya sedikit birama dengan tempo, sedikit lebih cepat. darahnya berdesir. Di Layar tersebut Nella membaca, Umur maksimal dua puluh dua tahun.
Dua puluh dua tahun? Ini setahun setelah aku diwisuda. Mengapa syarat ini baru ada? Apakah umur jadi patokan untuk melanjutkan pendidikan di setiap kampus negeri? Subhanallah. Oh Nella, kamu lupa kamu tinggal di negeri yang dihuni oleh para bedebah. Untuk melanjutkan pendidikan pun umur ditentukan, UKT-nya selangit. Semoga anak-anakku tidak kuliah di kampus kerdil ini.
Bisik Nella dalam hati.