Masukan nama pengguna
Sudah malam, lampu jalan samar-samar menerangi trotoar yang sepi. Angin dingin mengusap wajah Arya, membuatnya semakin merapatkan jaket. Pikiran Arya melayang-layang, berusaha memahami arti di balik semua hal yang pernah terjadi di dalam hidupnya.
“Kenapa hidup ini rasanya begitu berat, ya?” Gumam Arya kepada dirinya sendiri.
Lalu entah darimana asalnya, tiba-tiba sebuah suara terdengar dari arah belakang, “Mungkin karena kamu belum mendengarkan suara hatimu.”
Arya terkejut, menoleh, dan melihat seorang perempuan berdiri tak jauh darinya. Rambutnya panjang, tergerai, dan wajahnya terlihat tenang. Perempuan itu tersenyum tipis, dipadu dengan kehangatan dari matanya.
“Hi, kamu siapa?” Tanya Arya penasaran bercampur dengan waspada.
“Aku Alina,” jawab perempuan itu, “Kau tampak seperti seseorang yang butuh teman bicara.”
Arya terdiam sejenak. Entah mengapa Arya merasa perempuan ini membuatnya merasa aman, meski baru bertemu. Mengalir begitu saja, tanpa sadar, Arya mulai menceritakan semua beban yang ia rasakan—tentang pekerjaan yang semakin tak berarti, tentang mimpi-mimpi yang terasa semakin jauh, dan tentang rasa sepi yang menghantuinya setiap malam.
“Kadang aku merasa… Aku hanya berjalan di tempat. Tidak ada tujuan, tidak ada harapan,” Arya mengakhiri kalimatnya dengan desahan panjang.
Alina menatap Arya, “Kau tahu,” katanya lembut, “Mungkin kau hanya perlu mendengarkan hatimu lebih baik. Sebuah suara yang berasal dari dalam hati, yang menggerakkan kita. Sesuatu yang selalu kita abaikan dan sering tidak kita pahami. Namun, jika kita percaya, kita bisa membuat perubahan.”
Arya mengernyitkan dahi, bingung, “Maksudmu?”
“Apa yang sebenarnya kau cari dalam hidup ini?” Tanya Alina.
Arya terdiam. Pertanyaan itu begitu sederhana, namun terasa sulit dijawab. Ia mengalihkan pandangannya ke langit, menatap bintang-bintang yang bersinar redup, “Aku... Kalau ditanya seperti itu rasa-rasanya aku ingin membuat sebuah perbedaan di hidupku—menjadi berbeda, menjadi berubah lebih baik. Tapi semua yang kulakukan rasanya sia-sia,” jawab Arya dengan penuh keraguan.
Alina tersenyum, “Terkadang kita lupa bahwa hal kecil yang kita lakukan bisa membawa perubahan besar di hidup seseorang. Kau mungkin merasa tersesat sekarang, tapi mungkin, di suatu tempat, ada seseorang yang membutuhkanmu. Mungkin aku, mungkin kamu... Kita semua, adalah pembawa cahaya untuk dunia ini, meskipun terkadang kita tidak menyadarinya.”
Dialog mereka terus berlanjut, seolah waktu berhenti di sekitar mereka. Arya mulai merasakan percikan harapan yang sudah lama hilang. Namun, tiba-tiba Alina lalu menatap Arya. Diam sesaat seperti sedang berpikir, seperti sedang mencerna sesuatu.
“Kau harus segera pergi, Arya.”
Arya mengerutkan kening, “Apa maksudmu?”
“Ini belum waktunya bagiku untuk menjelaskan. Tapi percayalah, sesuatu yang penting akan segera terjadi. Ikuti saja kata hatimu,” kata Alina sambil tersenyum.
—
Beberapa hari kemudian, Arya berjalan di sekitar area kantor tempatnya bekerja. Di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta, ia melihat seorang wanita tua yang tampak kebingungan di persimpangan jalan. Arya mendekat dan menanyakan apakah wanita tua tersebut membutuhkan bantuan.
“Terima kasih, Nak,” kata wanita itu dengan suara gemetar, “Rasa-rasanya sudah lebih dari satu jam aku berusaha mencari alamat rumahku, tapi sepertinya aku tersesat.”
Arya menawarkan untuk mengantarkan wanita itu. Sepanjang perjalanan, mereka berbincang-bincang tentang berbagai hal, antara lain tentang kehidupan.
“Aku merasa seperti seolah-olah sudah menyerah pada hidup,” kata wanita itu, air mata mengalir perlahan di pipinya, “Tapi entah mengapa setelah berbicara denganmu, aku merasa seperti harapanku tumbuh kembali,” wanita itu berterima kasih kepada Arya.
Arya merasa hatinya tersentuh. Mungkin, ini yang Alina maksudkan. Meski yang baru saja dilakukan Arya hanya sebuah tindakan kecil, ia mulai mengerti bahwa mungkin ia bisa membuat perbedaan dengan cara melakukan hal bermanfaat untuk orang lain, sedikit demi sedikit.
—
Malam itu, Arya tidak bisa berhenti memikirkan Alina. Ia terus memikirkan pertemuan mereka yang terasa begitu aneh. Siapa Alina sebenarnya? Mengapa ia muncul dalam hidupnya di saat yang tepat? Arya mencoba mencari tahu lebih banyak tentang Alina, mencari informasi tentang perempuan itu, namun selalu menemui jalan buntu.
Hingga suatu hari, ketika ia sedang duduk di sebuah restoran, seseorang tidak dikenal mendekatinya.
“Kamu Arya, kan?” Tanya pria itu. Wajahnya serius, dan ada aura ketegangan di sekelilingnya.
“Iya, benar. Ada apa?” Jawab Arya, bingung.
“Aku adik Alina,” kata pria itu dengan suara rendah, sambil mengulurkan tangan salam perkenalan dengan Arya, “Aku tahu dia pernah bertemu denganmu.”
Arya terkejut, “Adik Alina? Bagaimana kamu bisa tahu aku?”
Pria itu menatap Arya, lalu melanjutkan kalimatnya tanpa menjawab pertanyaan Arya, “Alina meninggal tiga tahun yang lalu dalam sebuah kecelakaan.”
Kata-kata itu bagaikan petir yang menghantam Arya, “Itu tidak mungkin. Aku baru bertemu dengannya minggu lalu!”
Pria itu menggeleng pelan, “Aku juga sebetulnya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku yakin, dia masih mencoba membantu orang-orang, bahkan setelah kematiannya.”
Arya merasa tubuhnya gemetar. Segala sesuatu yang ia alami selama beberapa waktu terakhir mulai terasa lebih aneh dan tak masuk akal. Apakah Alina benar-benar arwah yang mencoba membantu dirinya? Ataukah semua ini hanya khayalan yang terlampau nyata?
Namun, sebelum Arya bisa bertanya lebih banyak, pria itu berkata, “Sebelum dia meninggal, Alina selalu berkata bahwa dia ingin membuat perubahan dalam hidup seseorang menjadi lebih baik. Dia selalu percaya bahwa bahkan di tengah kegelapan, ada cahaya yang bisa ditemukan. Mungkin, kamu adalah salah satu orang yang dia coba bantu.”
Pria itu kemudian pergi, meninggalkan Arya yang masih terpaku dalam kebingungannya.
---
Arya duduk di pinggir tempat tidurnya, memikirkan segala yang terjadi. Semuanya terasa begitu membingungkan dan seperti tidak nyata. Ia mengingat kata-kata Alina: “Mungkin aku, mungkin kamu, kita adalah pembawa cahaya di dunia ini.”
“Mungkin aku, mungkin kamu...” Gumam Arya sambil tersenyum kecil.
Arya kemudian memutuskan untuk tidak akan ragu lagi dalam hidupnya. Meskipun ia tidak tahu pasti apa yang telah terjadi dengan Alina, ia menyadari bahwa hidup ini terlalu singkat untuk disia-siakan. Terkadang, semua yang kita butuhkan hanyalah mendengarkan suara hati kita, lalu bertindak.
Arya berjanji pada dirinya sendiri untuk membantu orang lain, tidak peduli sekecil apapun tindakannya. Dalam dunia yang penuh dengan rasa sakit, mungkin yang dibutuhkan hanyalah satu hati yang penuh kasih untuk menyebarkan harapan dan cinta.
Dan dalam kegelapan malam yang sepi, Arya menatap bintang-bintang di langit, kali ini dengan keyakinan baru. Bahwa meskipun terkadang dunia terasa dingin dan gelap, selalu ada cahaya—di hati kita masing-masing.
–TAMAT–
CATATAN PENULIS
Setiap orang memiliki potensi untuk menjadi cahaya bagi orang lain, bahkan saat kita sendiri sedang hidup dalam kegelapan atau di tengah kesulitan. Bahwa setiap tindakan yang kita lakukan, bahkan sekecil apapun itu, dapat membawa dampak perubahan besar dalam kehidupan seseorang. Jangan lupa, untuk selalu mendengarkan suara hati.