Cerpen
Disukai
1
Dilihat
11,832
My Bos So Lucknut
Drama

Ratna melempar berkas yang sudah dibuat Maya salah satu stafnya.

"Sudah diberitahu masih juga salah! Dasar bodoh!" Ratna membentak Maya di depan rekan satu timnya. Gadis bertubuh kurus itu terlihat menahan tangis mendapat perlakuan seperti itu dari atasannya.

Ratna adalah seorang kepala operasional sebuah perusahaan yang sering bersikap arogan terhadap anak buahnya. Sikap angkuh dan tinggi hati seolah sudah menjadi ciri khasnya.

Keesokan harinya Maya menyampaikan pengunduran dirinya kepada Ratna.

"Seharusnya memang seperti itu! Orang bodoh seperti kamu tidak pantas bekerja di tempat ini," lagi-lagi Ratna mengucapkan kata yang menyakitkan hati.

Maya segera berpamitan dengan rekan kerja yang lain, hari itu juga.

Selanjutnya Ratna meminta Siska salah seorang staf senior untuk menggantikan pekerjaan Maya.

"Apa ini Siska? Kamu sudah senior masa membuat laporan rugi laba seperti anak bayi!" gertak Ratna geram.

Siska yang merasa telah membuat laporan sesuai prosedur merasa bingung.

"Tapi, Bu. Laporan rugi laba ini sudah sesuai dengan juklak perusahaan," bantah Siska.

"Eh, berani ya kamu membantah saya. Di sini saya yang berkuasa semua harus tunduk dan patuh dengan perintah saya, mengerti!!" Ratna mendelik ke arah Siska membuat wanita itu merasa ciut nyali. Apalagi itu dilakukan Ratna di hadapan para staf yang lain.

Semenjak teguran itu, Siska menjadi gunjingan para junior di kantornya.

Sampai seminggu bekerja, Siska merasa tidak tahan. Semua yang dilakukannya salah di mata Ratna dan teguranpun selalu diucapkan di depan semua orang membuat Siska merasa malu.

"Staf senior kok selalu salah membuat laporan!" celetuk Ratna hampir setiap hari.

Sama seperti Maya, Siska akhirnya juga mengundurkan diri dari perusahaan.

Pengunduran diri Siska yang sudah bekerja sepuluh tahun lebih dan dilakukan tiba-tiba, membuat Ratna akhirnya mendapat teguran dari manajer.

"Dalam kurun waktu sebulan sudah dua staf bagian keuangan yang mengundurkan diri. Ini akan menjadi concern perusahaan. Apalagi kamu baru menjabat sebagai kepala bagian keuangan,"ucap Wahyu manajer perusahan SeaSat tempat yang menaungi Ratna bekerja.

Ratna hanya terdiam mendengar penuturan manajer yang menjadi atasan paling tinggi di SeaSat.

"Apa pembelaanmu?" tanya Wahyu.

"Itu dasar mereka saja yang tidak becus bekerja. Saya selalu dapat diandalkan sebagai tempat diskusi, tapi mereka tidak mau mendengar saya dan masih saja melakukan kesalahan." Ratna yang tidak mau di salahkan mencoba mencari alibi.

"Baiklah kalau begitu, besok kita rekrut orang baru sementara biarkan Aulia menghandle pekerjaan Siska." Manajer Wahyu segera beranjak dari duduknya dan berlalu keluar ruangan.

Sepeninggal pak Wahyu, Ratna memanggil para staff di bawahnya untuk meeting terbatas.

"Ini semua gara-gara Siska. Pak Wahyu sampai menegurku. Awas saja kalian kalau ada yang mengadu, aku pastikan kalian akan bernasib sama seperti Maya dan Siska!" Ancaman Ratna berhasil membuat para staff mulai menurut dan tidak berani membantah.

"Haduh, kenapa harus aku sih yang menggantikan pekerjaan Siska," gerutu Aulia saat jam istirahat berlangsung dan Ratna sudah keluar kantor.

"Kalau kamu keberatan kenapa tidak langsung protes kepada bu Ratna?" Endang menatap Aulia dengan senyum mengejek.

"Kalau Aulia kan kesayangan bos jadi amanlah!" Rini menimpali ucapan Endang membuat Aulia semakin kesal.

----

Keesokan harinya Aulia yang melakukan kesalahan terlihat gusar dan bingung. Segera saja dia menemui Ratna untuk menyampaikan kesalahan laporan yang dibuatnya.

"Ya sudah kamu perbaiki saja!" Endang yang saat itu berada di ruangan bos, terkejut sebab si bos yang bersikap maklum dan lain dari biasanya.

"Tapi, Buk. Aku masih bingung membuat neracanya." Aulia meletakkan berkas di meja dan menggeser kursi untuk duduk.

"Endang akan mengajarimu. Dia dulu mantan accounting, pasti bisalah mengajarimu. Saya ada meeting dengan pak Wahyu. Endang bantu Aulia mengerjakan neraca." Ratna beranjak dari tempatnya dan berlalu meninggalkan ruangan.

"Kenapa jadi aku?" gerutu Endang.

"Ayolah, bantu aku." Aulia menarik Endang menuju meja kerjanya.

Endang memperhatikan pekerjaan Aulia dengan seksama dan memberi pengarahan saat Aulia keliru membuat perhitungan.

"Ini selesai, aku akan meminta kepada bu Ratna untuk memeriksanya." Aulia segera menyiapkan berkas dan menyerahkannya kepada si bos yang baru masuk ke ruangannya.

Ratna memperhatikan dengan seksama dan mengangguk pelan.

"Ternyata seperti itu, tadi aku diminta Endang membaca lagi juklak perusahaan."

"Sudah aku duga pasti begitu. Endang itu tidak pernah mau mengajari orang. Makanya accounting selalu keliru mengerjakan laporan keuangan gara-gara mereka harus belajar sendiri."

---

Besoknya, kembali Aulia melakukan kesalahan.

"Kenapa bisa keliru?" tanya Ratna.

"Kemarin Endang memintaku membaca ini," jawab Aulia sambil menunjuk juklak yang ada di sebuah folder.

"Ini juklak lama!"

"Kurang tahu, Bu. Endang memberikan itu kepadaku!"

"Panggil Endang kemari!"

Aulia segera keluar ruangan dan masuk kembali bersama Endang yang terlihat kebingungan sebab dia dipanggil juga.

"Duduk!" Ratna memberi kode kepada Endang untuk duduk di hadapannya. Wanita bertubuh gemuk itu segera menggeser kursi dan melipat tangannya di atas meja.

"Kamu memberi juklak yang mana kepada Aulia?" tanya Ratna sambil mendongakkan kepalanya.

"Saya sudah memberikan juklak terbaru dan mengajarinya sesuai pengalaman saya," jawab Endang mantap.

"Lalu kenapa Aulia masih salah? Kamu memberinya juklak lama!"

"Salah, maksudnya? Saya sudah memberi juklak yang baru, kok."

"Masih saja membantah! Seharusnya sebagai seorang yang berpengalaman di accounting kamu bisa mengajari dia lebih baik. Besok akan ada anak baru, aku harap kau mengajarinya dengan baik, beri juklak yang baru!"

"Baik, Bu," jawab Endang.

"Tapi, Buk. Kalau boleh tahu nanti anak baru itu posisinya apa ya?" tanya Aulia.

"Anak baru itu aku taruh di bagian invoice menggantikan Endang, Endang bergeser ke jobdeskmu sebagai marketing. Nanti kamu tetap pegang accounting."

Jawaban Ratna membuat Aulia kesal, namun gadis manis itu tetap tersenyum menyembunyikan ketidaksukaannya.

"Kalau saran saya sih, seharusnya saya tetap di marketing karena saya sudah kenal banyak kolega perusahaan," tukas Aulia.

"Kau benar, sepertinya aku membutuhkan pendapatmu. Endang kau boleh pergi, gantikan Aulia mengerjakan revisi neraca. Aku akan berdiskusi dengan Aulia masalah roling karyawan."

Mendengar ucapan si bos, Endang hanya mengangguk dan pamit keluar ruangan.

Endang mendengus kesal menuju meja Aulia. Rini yang mejanya berhadapan dengan Aulia menatap Endang dengan penasaran.

"Sttt, kenapa bos memanggilmu?" tanya Rini setengah berbisik.

"Itu gara-gara anjing kesayangan menjilat sepatu. Dia yang salah aku yang kena amuk," gerutu Endang.

"Wajar sih, kesayangan. Terus sekarang kamu ngapain?"

"Mengerjakan revisi neraca."

Rini yang mendengar jawaban Endang hanya tersenyum geli.

Esok paginya seorang gadis cantik berhijab memperkenalkan dirinya saat meeting lagi kantor. Gadis bernama Tamia itu akan mulai bekerja sebagai staff accounting.

"Sudah aku duga, pasti anak baru yang menjadi accounting. Padahal aku berharap Aulia yang ada di posisi sakral itu," bisik Rini kepada Endang.

"Sttt, biarin saja. Di kantor ini tembok bisa berbicara, sebaiknya kita ikuti saja ucapan bos kalau gak mau berakhir seperti Siska dan Maya." Endang menggeser kakinya dan berbisik kepada Rini yang berada di sampingnya.

Hari pertama bekerja Tamia sudah mendapati gertakan Ratna karena melakukan kesalahan.

"Bagaimana sih?! Katanya sudah ada pengalaman kerja di ekspedisi besar SeaSae, tapi kok buat laporan keuangan saja tidak becus!" Ratna menunjuk kesal Tamia di hadapan para staff yang lain.

Perlakuan Ratna kembali mengundang bisik-bisik staf yang lain. Bahkan Rini yang hanya menoleh ke arah Endang terkena dampak omelan.

"Ma-af, Bu. Saya akan memper-..."

"Tidak usah! Endang akan mengerjakannya!" Ratna memotong perkataan Tamia dan berlalu masuk ke ruangannya dengan membanting pintu.

"Makanya kalau bos menerangkan itu didengar jangan sok tahu!" ucap Aulia ketus sambil berjalan menuju mejanya.

Rini dan Endang hanya saling tatap tanpa berani membantu Tamia, sebab keduanya sudah paham watak bos-nya dan kalaupun mereka membantu Tamia justru mereka yang akan kena.

Saat jam istirahat, Tamia mengambil kotak makan dan duduk di sebelah Rini dan Endang. Makan siang kali ini tidak ada Aulia sebab si bos mengajaknya makan siang di luar.

"Mumpung tidak ada si Aulia, aku mau berbicara denganmu." Endang menggeser duduknya di sebelah Aulia.

"Ada apa, Kak?"

"Kamu kan baru di sini. Maaf kalau kami hanya diam tidak membantumu."

"Oh tidak apa, Kak."

"Ya sudah kalau kamu mengerti. Semoga kamu betah di sini dan omongan negatif jangan didengarkan."

"Iya, Kak. Tapi aku perhatikan bu Ratna dan mbak Aulia itu dekat sekali ya."

Ucapan polos Tamia membuat Endang dan Rini saling pandang.

"Pokok kamu nurut saja sama bos besar, insyallah semua baik-baik saja." Endang menepuk pundak Tamia dan berlalu pergi.

"Sebenarnya saya bingung dengan penjelasan mbak Aulia. Apa tidak bisa mbak Endang saja yang mengajariku? Kata Bu Ratna, mbak Endang gak mau mengajari orang?"

Endang hanya menghela nafas dalam mendengar penuturan polos Tamia. Hati kecil Endang ingin jujur dan bicara, tapi otak logisnya menolak sebab dia tahu konsekuensi yang akan di terimanya kalau dia tidak menurut.

Tiga bulan berlalu, Tamia memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak. Hal ini mengejutkan Wahyu sebagai manajer yang bertanggungjawab terhadap keluar masuk karyawan.

Wahyu memanggil Tamia ke ruangannya. Di sana, Tamia mengungkapkan semua kekecewaannya kepada pimpinan tertinggi perusahan ekspedisi itu.

"Oh, jadi begitu. Pantas saja beberapa karyawan tidak betah saat Ratna menjabat menjadi kepala bagian keuangan." Wahyu terlihat kesal mendengar penuturan Tamia.

Setelah Tamia pamit mengundurkan diri, Wahyu mencoba mengecek keadaan di bagian keuangan.

Netra sang manajer mengedarkan pandangan. Terlihat olehnya Endang dan Rini yang serius bekerja di mejanya, Ratna berada di ruangannya sedang berbincang dengan Aulia.

Endang yang akan memanggil Ratna di kode untuk diam, sementara Wahyu berjalan tenang masuk ke ruangan kerja milik Ratna yang terpisah oleh dinding kaca.

"Pak Wahyu," sapa Ratna sambil tersenyum.

"Saya ingin berbicara dengan Bu Ratna, kamu bisa keluar." Wahyu tegas memberi kode kepada Aulia untuk keluar ruangan.

Entah apa yang di katakan pak Wahyu, tapi semenjak itu, Ratna mulai merenungkan sikapnya selama ini. Wanita itu berusaha memperbaiki ucapan dan tingkah lakunya kepada bawahan, sebab Ratna takut mengalami hal yang sama dengan Siska, Maya dan Tamia.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)