Masukan nama pengguna
Rinjani tidak bisa memejamkan mata. Dilihatnya foto pernikahan yang terpasang di dinding rumahnya, membuat pikirannya menerawang ke masa 25 tahun silam.
"Mas Mandala!" Rinjani setengah berlari menghampiri suaminya. Wanita itu menyerahkan rantang makanan kepada Mandala. Dengan datar, Mandala menerima rantang makanan dari tangan istrinya. Rinjani yang sudah menikah selama setahun, sudah mulai terbiasa dengan perlakuan dingin Mandala kepadanya. Wanita itu hanya tersenyum dan berbalik kembali masuk ke dalam rumah.
Saat pulang, Rinjani menyambut kedatangan Mandala dengan senyuman dan kecupan pada punggung tangan pria yang menemaninya, namun pria itu mengabaikannya dan berlalu menuju meja makan.
Rinjani segera menyusul Mandala, berjalan menuju meja makan. Dengan sabar wanita itu mengambilkan nasi dan lauk lengkap kepada Mandala suaminya.
"Besok kau tidak perlu melakukan ini lagi!"
Sejenak Rinjani tersentak. Namun ia kembali tersenyum dan meletakkan piring nasi di hadapan sang suami.
"Mas, tidak suka kalau aku menyiapkan makanan seperti ini?" Rinjani menggeser kursi dan duduk di hadapan suaminya.
Mata elang Mandala menatap tajam kepada Rinjani.
"Aku memutuskan mengakhiri hubungan kita yang memang tanpa cinta," ucap Mandala dengan ekspresi datar.
Bagai tersayat belati, rasa sakit langsung menjalari hati Rinjani mendengar perkataan nylekit sang suami.
"Maksud, Mas....apa?" Suara Rinjani terdengar bergetar menahan Isak demi menutupi gelora sakit hati.
"Aku tidak pernah mencintaimu Rinjani! Kau hanya wanita yang dipilihkan kedua orang tuaku. Mereka sudah meninggal dan sekarang tidak ada yang bisa menghalangi aku untuk menikahi Saraswati!"
"Kau mencintai istri orang?" Mata Rinjani berkaca menatap wajah Mandala. Seingatnya Saraswati, pacar pertama Mandala memang sudah menikah.
"Suaminya menceraikan Saraswati, aku akan menggantikan posisinya setelah kita bercerai." Mandala beranjak dari tempatnya dan meninggalkan Rinjani dalam tangisan tanpa bisa Rinjani mencegahnya.
---
Keesokan paginya, Rinjani pergi demi sebuah penjelasan. Kertas ditangan yang diambilnya dari saku kemeja suaminya, menjadi petunjuk jalan bagi Rinjani.
"Assalamulaikum!" Rinjani mengetuk pintu sebuah rumah.
Tak lama kemudian, seorang pria seusia mandala membalas ucapan salam Rinjani.
"Walaikumsalam, mencari siapa?"
"Maaf, apa Saraswati ada di dalam?" Rinjani mengedarkan pandangan ke belakang tubuh Wijaya.
"Jangan sebut nama wanita pezinah itu di hadapanku! Pergi!"
Pria itu menatap kesal kepada Rinjani dan beranjak hendak berlalu menutup pintu seakan mengusir Rinjani.
"Ta-pi sa-ya ingin bertemu dengan Saraswati, demi sebuah penjelasan." Tangan Rinjani mencekal pintu rumah yang akan ditutup oleh pemiliknya.
"Siapa kamu?"
"Saya Rinjani. Saya hanya ingin meminta penjelasan tentang hubungan Saraswati dengan suami saya," jawab Rinjani terus terang.
"Apa suamimu bernama Mandala?" Pertanyaan pria itu hanya dijawab anggukan oleh Rinjani.
"Oh, jadi pria bernama Mandala itu sudah punya istri." Pria itu berkacak pinggang dan menatap kepada Rinjani dengan tajam.
"Apa saya bisa menemui Saraswati?"
"Aku sudah menceraikannya. Dia pergi bersama suamimu di tempat yang aku sendiri tidak tahu. Namaku Wijaya, aku mantan suami wanita pezinah itu." Wijaya mengulurkan tangan kepada Rinjani yang langsung dibalas olehnya.
"Kalau begitu saya permisi!" Rinjani akan pergi, tetapi dengan cepat Wijaya menarik lengannya.
"Kita akan mencari manusia pezinah itu bersama. Aku sudah menceraikan Saraswati. Sebaiknya kau juga segera mengurus perceraianmu supaya hubunganmu tidak menggantung."
"Aku akan mempertahankan rumah tanggaku!"
"Kau tidak akan bisa mempertahankan rumah tangga, kalau temboknya sudah rapuh dan akan runtuh menimpamu!"
"Kalau begitu aku akan menambahkan semen untuk memperkuat tembok itu!"
Rinjani melepas cekalan tangan Wijaya dan berlalu pergi.
----
Sesampai di rumah, Rinjani dibuat terperangah dengan kehadiran wanita yang tidak ia inginkan keberadaanya sedang bermesraan di sofa ruang tamunya.
"Apa-apaan ini, Mas?"
Rinjani berjalan mendekat kepada Mandala dan Saraswati. Penuh emosi, Rinjani menarik Saraswati menjauhi suaminya. Namun Mandala menarik kembali Saraswati dan mendorong tubuh Rinjani sampai jatuh tersungkur.
"Pergi! Aku sudah mengatakan kalau aku tidak pernah mencintaimu!" Mandala menyeret tubuh Rinjani sampai hampir keluar dari pintu rumahnya.
"Berikan aku kesempatan dan aku akan memperbaiki semuanya, Mas!"
"Pergi!" Mandala mendorong tubuh Rinjani keluar dari rumahnya.
"Astaga jadi seperti ini kelakuan lelaki pezina?"
Wijaya tiba-tiba datang dan menangkap tubuh Rinjani yang dihempaskan oleh Mandala.
"Kenapa kau ada di sini?" gertak Mandala.
"Aku menyusul istrimu yang ke rumahku hendak mencari wanita murah yang kau pungut dariku." Wijaya menunjuk kepada Saraswati yang berada tak jauh dari belakang tubuh Mandala.
"Mas Wijaya, cukup menghinaku! Selama ini aku sudah cukup bersabar!" Saraswati berteriak menunjuk kepada Wijaya yang tersenyum memiringkan sudut bibirnya.
"Aku yang bersabar menghadapi perselingkuhan mu dengan dia!" Wijaya ganti menunjuk muka Mandala.
"Itu karena kamu, Mas. Kamu terlalu acuh sebagai orang suami!"
"Kalau yang kau sebut acuh adalah karena pekerjaanku, itu aku lakukan juga demi kamu!" Ucapan Wijaya terdengar lantang menunjuk kepada Saraswati yang terlihat kesal.
"Aku tidak menyukai keberadaanmu, pergi atau aku akan membunuhmu!" Tiba-tiba Mandala mengeluarkan senjata api yang bersiap ia arahkan kepada Wijaya.
Melihat itu, Rinjani tersentak dan menarik Wijaya untuk pergi. Namun sebelum pergi, Mandala memberikan berkas dalam amplop cokelat kepada Rinjani.
Rinjani hanya mengangguk sambil menahan tangis, menerima amplop besar pemberian Wijaya. Segera ia menarik Wijaya supaya berjalan mengikuti langkah kakinya.
"Kenapa kau terus menangis? Katamu kau akan memperbaiki tembok yang rapuh?" Wijaya menghentikan langkah kakinya dan melepas tangan Rinjani dengan lembut.
"Aku tidak mau tangan mas Mandala ternodai oleh coretan merah. Lagi pula, mencintai orang yang tidak mencintai kita itu ibarat memeluk kaktus semakin aku peluk akan semakin melukaiku. Aku memutuskan untuk mengikuti alurnya." Rinjani mengambil sebuah pulpen dan mendatangani kertas perceraian yang diberikan untuknya. Wanita itu kembali ke rumahnya dan memberikan berkas itu kepada Mandala.
------
Tiga bulan setelah perceraian itu, Rinjani mendengar kabar kalau Mandala dan Saraswati akan memiliki anak. Rinjani hanya tersenyum masam mendengar kabar yang keluar dari mulut Wijaya.
"Rinjani, apa kau masih akan terus seperti ini?" Wijaya menatap dalam ke wajah ayu Rinjani.
"Seperti ini juga sudah membuatku bahagia. Aku berterimakasih karena Tuhan melepaskanku dari seorang yang salah." Rinjani tersenyum simpul.
"Aku ingin kita menyatukan kembali tembok dan atap yang runtuh itu, menjadi sebuah bangunan kokoh. Bangunan itu tentu akan lebih kuat karena bagiannya sudah pernah diterpa bencana hebat. Rinjani, aku ingin kau membangun kembali bangunan bersamaku, apa kau bersedia?" Wijaya memberikan kotak berisikan cincin mutiara bermata putih kepada Rinjani.
Sejenak Rinjani terdiam. Namun kemudian ia tersenyum dan membalasnya dengan anggukan yang menandakan persetujuannya.
----
Rinjani tersentak dari lamunannya. Saat tangan suaminya mengelus mesra bahunya. Malam membawa pasangan lanjut usia itu, memasuki dunia mimpi yang membahagiakan.
Pagi hari Rinjani terbangun dan mendapati Wijaya yang masih terlelap. Wanita itu segera beranjak dan membangunkan suaminya untuk melakukan shalat.
Setelah shalat, Rinjani membantu asisten rumah tangga untuk menyiapkan sarapan dan membiarkan Wijaya berlarut dalam rutinitasnya menjadi seorang jurnalis senior.
"Ayah, ayo kita sarapan! Jangan sibuk saja!" Seorang gadis cantik menarik tangan Wijaya dan menyeretnya berjalan di meja makan.
"Semangat sekali kamu, Kanaya." Rinjani tersenyum menatap wajah cantik putri sulungnya.
"Tentu saja." Kananya hanya tersenyum sambil memainkan gawainya.
"Jadi kamu menarik ayah hanya untuk melihatmu bermain hp?" Wijaya menarik gawai dari tangan Kanaya dan meletakkannya di meja.
"Kanaya sedang berkirim pesan dengan Dirga," sungut Kanaya kesal.
Tak lama bel berbunyi. Krisna adik Kanaya segera beranjak dari tempatnya. Tak lama, Krisna kembali dan mengatakan kalau ada Dirga dan kedua orang tuanya sedang menunggu di ruang tamu.
Wijaya dan Rinjani saling pandang.
"Kenapa tidak bilang kalau calon besan akan kemari?" Rinjani segera meminta asisten rumah tangga untuk menyiapkan suguhan, sementara ia dan suaminya akan menyambut tamu di ruang depan.
Rinjani seketika tersentak saat melihat tamunya, bukan hanya Rinjani tapi juga Wijaya suaminya.
Seorang pria dan wanita sepantaran mereka beranjak dari duduknya menatap dengan penuh kebingungan kepada Wijaya dan Rinjani.
Dirga tersenyum kepada Wijaya dan Rinjani. Pemuda itu mengenalkan Mandala dan Saraswati sebagai orang orang tuanya.
---Selesai---