Masukan nama pengguna
“Makan itu cepat!” hardik Santika pada wanita bertubuh gempal yang tidak berdaya.
“Ayo habiskan!” sambung Anjani dengan galak.
“Masa hanya lima bungkus nasi Padang saja kau sudah keok!” ejek Tulip pada wanita itu.
“Hmm, aku sudah tidak kuat,” keluh wanita gempal itu.
Ia telah lemas sedari pagi. Bukan karena kelaparan, melainkan sudah terlalu kenyang. Namun, tiga sahabat yang tidak kenal rasa kasihan terus memaksanya makan hingga pingsan.
“Makan, Siwi. Atau kusebarkan video mesummu yang jorok itu!” ancam Santika garang.
“Semua orang akan tahu dan kau akan kehilangan gelar kehormatanmu. Orang tuamu tidak akan bisa menolongmu!” bentak Anjani.
“Tinggal makan saja susah,” ejek Tulip lagi. “Dulu saja kau bisa makan banyak seperti babi.”
Tiga sekawan itu pun tertawa terbahak-bahak hingga telinga si wanita gempal bernama Siwi terasa akan pecah. Matanya sudah tidak fokus dan perutnya terasa akan meledak. Siwi pun menangis untuk bisa lepas dari situasi yang sangat tidak menyenangkan itu.
“Aku minta maaf, aku benar-benar minta maaf. Tolong jangan siksa aku lagi,” tangis Siwi pilu.
Tiga sekawan pun menghentikan tawa mereka. Cukup lama keheningan menggantung hingga Anjani akhirnya angkat suara.
“Kenapa kami harus mengampunimu? Apa manfaatnya bagi kami?”.
“Kau saja tidak kenal ampun kan, Siwi? Mengapa sekarang kau merengek seperti makhluk yang teraniaya?” timpal Santika.
“Aku minta maaf pada kalian, aku pun minta ampun pada Delia. Aku akan menebus dosaku dengan cara lainnya. Tolonglah …,” isak Siwi semakin pilu.
“Delia sudah mati. Dan itu gara-gara babi jahat sepertimu!” bentak Tulip penuh kebencian.
“Kami sih inginnya kau juga mati, Siwi. Tapi, harus merasakan dahulu apa yang telah kau perbuat pada Delia di masa lalu. Barulah kami akan melepaskanmu,” senyum Anjani pada Siwi yang semakin lemas.
“Tenang Siwi, kami tidak akan membiarkanmu mati. Kau bisa tetap hidup dan melanjutkan karirmu juga pencitraanmu. Tapi, kau harus menderita dulu. Supaya kau tahu bagaimana rasanya dibully!” bentak Santika dengan melotot.
Siwi terbatuk-batuk karena merasakan sesak di dadanya. Ia menyesali perbuatannya di masa lalu. Entah bagaimana cara memperbaikinya. Sudah banyak siksaan yang dilaluinya, tapi tiga sekawan itu tidak juga puas. Siwi merasa mereka sudah sangat keterlaluan, seolah-olah dirinya tidak pantas dimaafkan.
“Tolong ampuni aku si manusia yang hina ini. Aku benar-benar sudah tidak sanggup lagi,” isak Siwi dengan lemah.
“Hmm, saat kau menyiksa Delia dulu, apa kau tidak berfikir kalau Delia juga manusia?” tanya Anjani datar.
Siwi tidak bisa menjawabnya. Hanya tangisan dan mengharap rasa iba yang bisa ia lakukan. Salah memberi jawaban bisa-bisa ia semakin dikerjai si tiga sekawan.
“Kau paksa Delia makan nasi Padang lima bungkus tanpa henti hingga muntah-muntah dan susah bernapas. Setiap hari kau memaksanya dan perintahmu tidak bisa dibantah. Lalu kau curi pula uang tabungan dan uang saku Delia hingga ia stress dan jatuh sakit, ke mana perasaanmu sebagai manusia di saat itu? Kenapa kami harus peduli pada seonggok wanita jahat sepertimu?” geram Santika.
“Delia mati. Bunuh diri. Tidak sanggup menahan beban pembullyan. Babi sepertimu masih mendingan hanya dipaksa makan,” kembali Tulip mengejek Siwi dengan tajam.
Siwi lagi-lagi menyesali perbuatan buruknya di masa lalu. Saat itu, ia merasa sangat berkuasa pada para juniornya terutama Delia, hingga melakukan pembullyan secara terus-menerus pada banyak korbannya. Tidak disangka Delia kemudian akan mati mengakhiri hidupnya sendiri karena tidak tahan dibully. Seandainya saja Siwi tahu akan apa yang mungkin terjadi di masa depan, yang membuatnya harus membayar penderitaan maka ia tidak akan melakukan pembullyan.
Setiap hari, Siwi dengan lagaknya yang merasa paling dihormati mengumpulkan paksa para juniornya untuk memuaskan kejahatan dirinya. Mulai dari mencaci maki, meminta uang, memaksa makan dengan tidak manusiawi, hingga menelanjangi para juniornya yang dirasa lebih cantik darinya hanya untuk mempermalukan mereka. Demi untuk mendapatkan kesenangan dari penyalahgunaan kekuasaan yang didapatnya, Siwi secara diam-diam melakukan penyiksaan mental. Bahkan seringkali pula melakukan bullying fisik meski hanya sekadar menampar.
Delia adalah anak baru yang lemah. Sangat menggoda untuk disiksa. Semakin lemah target, maka semakin nikmat untuk dijahili. Dan Delia memang sangat mudah untuk ditangani. Gadis penurut itu sangat ketakutan pada Siwi yang merupakan senior paling galak di divisinya. Tidak ada yang berani membantah Siwi. Karena ia merupakan ketua dari geng bully yang selalu beraksi dengan rapi. Siapapun tidak akan mau berurusan dengan gadis si paling senior itu. Bahkan sebisa mungkin rekan-rekan sejawatnya akan menghindar jika tidak ada keperluan menyangkut urusan pekerjaan.
Namun, Siwi tidak menyangka kalau akan ada tiga sekawan dari antah-berantah yang berani menghubunginya dan mengancamnya dengan semua aib yang ia punya termasuk juga aib keluarganya. Siwi bisa saja mengadu pada papa dan mama. Tapi masalahnya, karir dan ketenangan papa dan mama akan ikut terancam. Bisa-bisa nanti orang tuanya tidak sanggup dengan sanksi sosial yang pasti akan diterima. Siwi terheran-heran, dari manakah tiga sekawan itu bisa mendapatkan semua info tentang keluarganya. Termasuk aibnya yang paling gila. Yang mana video mesumnya bersama si mantan pacar yang telah dipastikannya hilang dari handphone si mantan sebelum mereka putus hubungan.
Kini, video mesumnya juga penyiksaan kedua orang tuanya terhadap para pembantu rumah tangga dijadikan alat pengancaman yang paling tidak bisa diatasi oleh Siwi. Bahkan orang tuanya pun tidak akan bisa berkutik. Yang bisa Siwi lakukan hanyalah menuruti semua perintah si tiga sekawan yang sedang membalas dendam atas kematian si sahabat baik yang teraniaya.
“Kau punya telinga 'kan, Siwi? Dengar 'kan kami memerintahkanmu untuk mukbang, sekarang juga!” suara Santika memecah keheningan.
Tulip menatap Siwi tanpa emosi. “Hanya melakukan mukbang saja kau tidak bisa? Lemah!”
Anjani pun mulai terlihat bosan. Gadis itu memutar bola matanya pada Siwi yang masih terisak dengan gesture tubuh memohon diampuni. Si wanita gempal sudah tidak sanggup lagi harus melakukan mukbang pada Nasi Padang setiap hari. Tubuhnya sudah menolak dengan tanda-tanda akan jatuh sakit. Obesitas di depan mata dan Siwi tidak bisa mencegahnya. Ia tahu rencana pembalasan tiga sekawan yang bermaksud membuatnya mati pelan-pelan. Semakin gempal dirinya maka akan semakin kecanduan terhadap makanan, digabungkan dengan kemalasan melakukan olahraga yang dipeliharanya, tidak akan ada keseimbangan di dalam tubuh Siwi yang bertumpuk lemak melainkan akan muncul banyak penyakit di kemudian hari.
“Terus makan babi gendut! Kalau kau tidak mau mukbang dan menghabiskan nasi Padangmu hari ini, maka semua aibmu dan keluargamu akan kami ekspos!” ancam Anjani dengan tenang.
Stres! Siwi menjadi sangat stres dengan tekanan demi tekanan yang didapatnya beberapa bulan terakhir. Hari itu pun ia masih saja terus dipaksa untuk makan sebanyak-banyaknya. Lalu ia diancam dengan sangat kejam pula. Tapi, demi bisa terbebas dari si tiga sekawan yang ancamannya kelihatan serius, Siwi mau tidak mau memaksakan dirinya mengikuti perintah yang sangat dibencinya.
“Baik aku akan mukbang. Kalian tinggal menunggu bukti foto dan videonya saja. Aku akan makan dulu dan akan kurekam seperti sebelumnya,” bujuk Siwi.
Tiga sekawan tidaklah bisa dibodohi. Siwi tahu itu. Dan benar saja, mereka meminta bukti Siwi melakukan mukbang dengan siaran langsung. Jika tidak, maka Siwi dianggap sedang berusaha mengelabui dan akan mendapatkan balasan yang sepadan. Dan karena tidak mau aibnya terbongkar, maka Siwi pun patuh pada perintah tiga sekawan gila itu. Lewat saluran media sosial, Siwi melakukan mukbang hingga muntah dan hampir pingsan. Lalu, tiga sekawan yang cerdas dan kompak pun menghapus semua rekam jejak pengancaman yang mereka lakukan. Dan mereka telah siap dengan amunisi yang akan dilancarkan esok hari. Tinggallah Siwi yang harus terus mengikuti perintah jika tidak ingin reputasinya mati.