Masukan nama pengguna
“Aku selalu bersedekah,” ucap lelaki tua nan buncit itu.
Malaikat penjaga pintu surga tersenyum kecil. “Di sini bukan tempatmu wahai lelaki tua. Pergilah ke tempat yang seharusnya, yaitu neraka.”
Lelaki tua itu tidak terima. Ia protes dengan keras. “Tapi aku banyak berbuat baik saat di dunia. Mana mungkin aku tidak boleh masuk surga?” ujarnya.
“Ini bukan tempatmu,” sahut malaikat itu singkat.
“Di sinilah tempatku. Berikan aku kuncinya!”.
“Kau tidak akan bisa masuk wahai orang munafik. Pergilah ke sana. Tempatmu di neraka dengan api yang menyala-nyala. Kau sudah ditunggu di perbatasan sana!” tunjuk si malaikat ke arah seberang dengan sabar.
“Aku sudah banyak berbuat baik, melakukan yang Tuhan perintahkan. Aku berhak mendapatkan ganjaran yang telah dijanjikan. Surga adalah milikku!” teriak lelaki tua nan buncit itu.
“Kau bukan bagian dari kami. Pergilah ke tempatmu.”
Lelaki buncit itu frustasi. Jenggotnya yang menyapu dada terayun ke sana kemari mengikuti gelengan frustasi si lelaki.
“Aku tidak mengerti mengapa aku tidak diizinkan masuk ke dalam surga. Padahal semua yang diperintahkan sudah kukerjakan dengan baik,” suara lelaki itu memelas diringi kernyitan dahi yang semakin dalam.
“Sudahlah Pak Tua, pergilah ke neraka. Hukumanmu tidak akan ditunda sekalipun kau mangkir saat ini. Manipulasimu sudah tidak berlaku. Kami bukan kaum bodoh yang bisa kau tipu. Nerakalah tempat yang paling pantas untukmu!”.
Lelaki buncit itu melotot marah. “Tidak ada gunanya aku berbuat baik selama di dunia!” teriaknya.
Malaikat penjaga surga tertawa dengan kerasnya. Suaranya menggema ke mana-mana hingga rekan malaikat lainnya menghampiri malaikat yang sedang tertawa itu.
“Mengapa kau tertawa wahai saudara? Adakah hal lucu yang terjadi di sini?” sapa seorang malaikat tampan.
“Sungguh lucu sekali wahai saudaraku. Manusia ini mencoba menipuku. Kebiasaannya saat di dunia dibawanya ke alam abadi ini,” sahut si malaikat yang tertawa itu.
“Hmm, memang jamak terjadi sejak tadi. Banyak manusia mencoba menipu malaikat dan Tuhan. Mereka pikir ini masih di dunia fana,” seorang malaikat tampan lainnya angkat bicara.
“Begitulah saudaraku, kita berikan waktu sedikit saja pada manusia-manusia seperti ini sebelum api neraka menjilat tubuh rapuh mereka,” kekeh si malaikat yang tertawa.
Lelaki tua nan buncit itu pucat pasi. Tidak adakah cara lain agar ia terbebas dari tuduhan dan usiran? Ia merasa pantas masuk ke dalam surga dan menikmati jatah pahalanya. Namun, malaikat-malaikat di hadapannya malah semakin menghalanginya.
“Aku benar-benar tidak mengerti mengapa tempat terbaikku tidak bisa kumasuki. Apakah perbuatan baikku ketika di dunia tidak dihitung sebagai pahala?” tanya lelaki itu dengan bingung.
Para malaikat penjaga surga menatap lelaki buncit itu dengan seksama. Senyum indah tersungging di wajah tampan mereka. Kerlingan mata satu sama lain menunjukkan betapa malaikat tahu seperti apa manusia keras kepala di hadapan mereka itu.
“Kau bisa berpura-pura wahai Pak Tua. Namun, keputusan tetaplah keputusan. Semua sudah diperhitungkan sesuai ketentuan Tuhan.”
“Kalau begitu kenapa aku tidak diperbolehkan masuk surga?”.
“Silakan protes pada Tuhan secara langsung.”
Wajah si lelaki tua nan buncit semakin pucat pasi. Bagaimana mungkin ia akan menemui Tuhan dan bertanya secara langsung. Ia tentu tidak pantas bertemu Tuhannya. Ia terlalu takut untuk bertanya dan melakukan protes seperti kepada para malaikat-Nya.
“Aku tidak berani bertanya langsung pada Tuhan wahai para malaikat. Aku tidak mampu menghadap-Nya. Lagi pula, hal remeh temeh seperti masuk surga atau neraka cukuplah berurusan dengan kalian saja,” kata lelaki buncit itu sambil berpikir lebih dalam untuk memberikan berbagai alasan.
“Nah, sudah kita dengar barusan wahai saudaraku. Bagi manusia ini perkara masuk surga atau neraka hanyalah soal remeh temeh.”
Ketiga malaikat tampan pun terkekeh. Mereka menatap si lelaki tua dengan sopan namun menusuk. Si lelaki tua nan buncit pun semakin panik dan ketakutan.
“Begini saja, mari kita lihat di monitor kelakuanmu selama di dunia. Setelahnya, kami panggil malaikat penjaga neraka untuk menjemputmu di sini. Kita tidak perlu berlama-lama.”
Si lelaki tua semakin panik dan gemetar ketakutan. Perasaannya tidak enak sama sekali. Ketenangan yang tadi ditunjukkannya kini telah berubah menjadi tubuh menggigil tiada henti. Sementara itu, para malaikat dengan semangat menggelar layar monitor yang sangat besar dengan gambar yang teramat jernih hinga satu dosa pun tidak akan terlewatkan dari pengawasan.
Terlihat jelas di monitor dosa-dosa si lelaki tua nan buncit. Kemunafikan yang tiada henti serta manipulasi yang sangat sakti. Banyak manusia bodoh yang dengan gampangnya mengikuti hasutan si lelaki tua itu. Dan banyak pula yang mengikuti kelakuannya hingga manusia-manusia jahat nan bejat itu pun bersatu membentuk koloni tanpa empati.
Si lelaki tua nan buncit memeluk diri sendiri dengan erat sebagai tanda perlindungan diri. Terpampang jelas bagaimana lelaki itu membentuk yayasan mengatasnamakan perlindungan bagi anak yatim piatu. Sungguh perbuatan mulia ditengah gempuran banyak manusia tidak lagi peduli dengan sesama akibat kesibukan dunia yang fana.
Anak-anak yatim piatu diberi makanan yang layak, pakaian yang bagus, rumah tempat berteduh yang luas meski sederhana, serta pendidikan yang mumpuni. Tiada yang salah dengan semua itu. Namun, ada seorang gadis di bawah umur dan seorang bocah lelaki yang baru lepas masa balita yang diperlakukan khusus oleh si lelaki tua nan buncit itu.
Kedua anak manis yang diistimewakan itu, setiap tiga kali dalam seminggu harus mau menemani si lelaki buncit di atas tempat tidur. Bukan untuk bercengkrama sebagai anak dan ayah, bukan pula untuk dibacakan dongeng penghibur, bukan juga untuk mendapatkan nasehat atau perhatian lebih karena kedua anak itu bermasalah. Melainkan, anak-anak itu diberikan perhatian "khusus" sebagai kekasih dan pasangan. Mereka bahkan diberikan perawatan kesehatan secara khusus pula. Dan tentunya uang jajan yang lebih banyak dari anak-anak yang lain.
Bertahun-tahun kedua anak itu merasakan neraka dunia tanpa tahu harus bagaimana agar bisa terbebas dari serigala berbalut kulit manusia. Melepaskan diri dari situasi yang tidak pasti bukanlah hal yang mudah. Ingin berlari mereka namun tidak tahu harus mengadu ke mana. Tapi jika tidak berlari dan pergi maka mereka harus menguatkan diri menghadapi kebrutalan si lelaki tua nan buncit yang mereka panggil ayah dengan penuh ketakutan.
Selama bertahun-tahun lamanya hingga kedua anak manis itu menjadi dewasa, si lelaki buncit terus saja memberikan perlakuan istimewa secara rahasia. Tidak ada yang berani buka suara diantara mereka berdua. Masing-masing saling menyembunyikan segala yang terjadi dan apapun perlakuan yang didapat dari si lelaki tua nan buncit itu.
Hingga suatu hari, anak-anak itu tidak tahan lagi karena sudah muak menjadi budak birahi. Akhirnya mereka berani juga membuat pengaduan kepada salah satu pengawas di yayasan. Namun, apa yang kemudian para korban itu dapatkan sama sekali tidak pernah mereka pikirkan.
Berbondong-bondong saudara-saudara mereka di yayasan menuduh keduanya berbohong. Mereka dianggap hanya mengada-ada, apalagi setelah diberikan segala fasilitas yang lebih daripada yang lain. Belum lagi selama ini, kedua anak yang mengadu itu selalu diistimewakan pula oleh si ibu ratu. Istri si lelaki buncit selalu menyayangi kedua anak itu sebagai anak sendiri karena hanya mempunyai seorang anak saja. Sehingga kedua anak yang dituduh memfitnah si lelaki buncit dianggap tidak tahu terima kasih.
Malang, anak-anak yang mencari keadilan malah berujung dikucilkan. Mereka mendapat celaan serta terancam dipidanakan. Namun, karena si lelaki tua nan buncit itu terkenal baik hati dan mengayomi, maka anak-anak korban rudapaksa tadi diampuni dengan pencitraan sepenuh hati. Yayasan pun tenang kembali. Kasus sudah berhasil ditutupi. Kedua anak korban birahi akhirnya undur diri dan pergi jauh tanpa bisa dideteksi. Si lelaki merasa tenang dan aman kembali. Tiada yang tahu kelakuan bengisnya dan donatur pasti akan semakin percaya.
Perut buncit si lelaki tua semakin maju saja. Uang donatur telah berhasil ia korupsi selama bertahun-tahun tanpa ada bukti untuk memperkarakan. Sedikit demi sedikit harta hasil maling itu semakin meningkat. Rumah, tanah, kebun, motor baru dan mobil mewah berhasil si lelaki dan keluarganya punyai. Asalkan anak-anak yayasan hidup dengan layak, donatur tidak mungkin mempertanyakan.
Lalu, tayangan dosa si lelaki buncit juga memperlihatkan bagaimana anak-anak asuh yang telah dirawat siap membela dirinya jika ada yang berani menjatuhkan. Bahkan jika pun si lelaki benar-benar melakukan rudapaksa, dosa jahanam itu dianggap hanya sebagai dosa ringan atau malah gugur karena telah ditebus dengan kebaikan demi kebaikan si lelaki yang dianggap jauh lebih besar selama bertahun-tahun lamanya. Dua nyawa tak berdosa dianggap tidak berharga dibandingkan ratusan anak yatim piatu yang telah "diselamatkan". Tuhan pun pasti mengampuni si lelaki tua yang hanya sekedar khilaf itu, begitulah sesat pikir mereka.
Dan tersungkurlah tubuh si lelaki tua nan buncit itu, berlutut di hadapan tiga malaikat tampan nan sopan. Ia tidak sanggup melanjutkan tayangan dosa berikutnya meski tidak sebejat dosa rudapaksa yang telah dipertontonkan. Napas si lelaki buncit semakin cepat karena diserang rasa takut yang mencekam. Sedangkan, para malaikat menatap lelaki itu dengan kaku tanpa kerutan senyum sedikitpun.
“Bagaimana? Masih mau mengelak lagi dirimu?” tantang salah satu malaikat penjaga surga.
Si lelaki menatap ketiga malaikat itu dengan tatapan memelas diiringi peluh yang tiada hentinya.
“Aku minta ampun. Aku minta maaf. Ampuni aku…,” tangis si lelaki buncit.
“Sudah terlambat untuk minta ampun. Dan tiada gunanya pula. Kau membunuh mental anak-anak itu dengan memberi mereka trauma seumur hidup berikut dengan membentuk mental penjahat pada anak-anak lainnya. Dosamu bukanlah dosa main-main.”
“Aku minta ampun hu hu hu!” teriak lelaki buncit itu sambil menangis meraung tidak tahu malu.
“Tidak ada kesempatan bagimu. Sekarang waktunya kau menerima balasan setimpal dari perbuatanmu!”
“Melepuhlah kau di neraka!” tegas si malaikat yang tertawa.
Maka tiada lagi suara yang bisa dibunyikan oleh si lelaki tua. Malaikat penjaga neraka masuk ke area saudara seberang mereka. Dengan anggukan sopan, tiga malaikat penjaga neraka menyeret si lelaki tua nan buncit keluar dari perbatasan surga dan melemparkan lelaki bejat itu ke dalam neraka setelah pintu dibuka dan mengeluarkan uap panasnya yang luar biasa.