Cerpen
Disukai
2
Dilihat
3,197
Hilangnya Ibu Mertua
Drama

Ibu mertua Ratri hilang lagi. Entah pergi ke mana sang ibu kali ini. Lukman sebagai anak kesayangan si ibu pun kembali sakit kepala mencari ibunya. setelah hilang untuk yang kedua kali, ia pikir tidak akan kecolongan lagi kali ini.

“Kamu ini bagaimana, kok bisa ibu hilang lagi? Bagaimana bisa sewaktu ibu pergi kamu tidak tahu?” hardik Lukman pada Ratri.

Wanita itu menghela napas berang. Selalu dan selalu, ia yang disalahkan Lukman. Padahal, Ratri hanyalah menantu yang membantu mengurus si ibu mertua. Bukannya berterima kasih, lelaki itu selalu komplen jika Ratri melakukan kekhilafan sedikit saja. Sedangkan adik-adik perempuan Lukman yang merupakan anak kandung tidak mau mengurus ibu mereka. Lelah rasanya ia selalu disalahkan. Sedangkan orang tua Ratri sendiri tidak bisa ia jaga karena harus mengabdi sepenuhnya pada keluarga suami.

“Aku sudah menjaga ibu dengan seksama, Bang. Tapi aku kerepotan mengurus dua balita, jadi sulit untuk mengawasi ibu yang susah diminta diam di rumah,” sangkal Ratri membela diri.

“Alasan saja kamu. Sudah tugasmu mengurus ibu,” balas Lukman yang terus saja menyalahkan istrinya itu.

“Fitri dan Dwi tidak ada pekerjaan di rumah. Tapi kamu nggak marah-marah kepada mereka. Padahal adik-adikmu lah yang berkewajiban merawat ibu.”

“Kamu mulai berani membantah aku ya sekarang!” berang Lukman.

Ratri hanya mengalah dengan menahan diri dari membantah. Ia diam dan memilih pergi. Barangkali suaminya akan berhenti marah-marah dan mulai mencari si ibu mertua, pikirnya. Namun Ratri salah. Lukman mengejarnya lalu menjambak rambut lurus Ratri dan menarik wanita itu hingga membentur tubuh besar lelaki itu.

“Kalau sampai ada apa-apa dengan ibu, rambutmu kugunduli!” ancam Lukman sambil menjambak keras rambut istrinya yang mulai menangis.

Genggaman kasar Lukman pada rambut Ratri pun lepas ketika Ratri didorong lelaki itu ke lantai. Lukman kemudian pergi dengan motornya sambil bertelepon. Sedangkan Ratri mengusap air matanya dengan wajah penuh dendam. Wanita itu mengusap perutnya yang mulai membuncit dan mengatakan pada dirinya sendiri kalau ia dan calon bayinya akan baik-baik saja.

***

Setahun berlalu, Ratri telah menikah lagi dengan seorang lelaki tampan nan baik hati juga mapan. Hari-harinya diliputi kebahagiaan. Tak ada lagi hari penuh kecurigaan. Tak ada lagi perasaan was-was hingga tidak bisa tidur semalaman. Berlalu sudah hari-hari penuh kesakitan berikut dengan kekecewaan dan penyesalan yang dalam. Calon anak yang keguguran telah tergantikan dengan calon malaikat mungil lainnya yang sedang bertumbuh di dalam rahim Ratri. Sang suami sangat antusias dan menjaga Ratri juga kedua anak dari pernikahan sebelumnya dengan segenap jiwa. Sangat berbeda dibandingkan Lukman dan ibunya.

Ratri pun sebenarnya sudah tidak mau lagi punya urusan dengan Lukman beserta seluruh keluarganya. Setelah ia berhasil lolos dengan mengajukan perceraian dan meminta perlindungan komnas perempuan, Lukman akhirnya mau melepaskannya. Lelaki itu pun mendapat sasaran baru hingga merelakan Ratri menjadi mantan istri. Wanita selingkuhan yang dulu menjadi duri perusak rumah tangga Ratri, kini juga merasakan bagaimana sakitnya berada diposisi Ratri yang berjuang menghadapi Lukman dalam wujud suami.

Berita duka yang didapatnya dari Fitri cukup mengejutkan Ratri.

“Bang Lukman stroke, kak,” telepon Fitri seminggu yang lalu.

Ratri menanggapi kabar itu dengan prihatin. Ia tidak menyangka mantan suaminya akan terkena penyakit yang membuat kejantanannya tidak berdaya. Lukman pasti stress berat mendapati dirinya tidak lagi gagah. Apalagi kalau mendengar cerita Fitri, Lukman sampai tidak bisa apa-apa sama sekali. Tapi, itu akibat ulahnya sendiri. Gaya hidup lelaki itu sangat tidak sehat sejak masih bujangan. Ditambah lagi temperamen tinggi.

Tanpa bantuan Fitri dan Dwi, Lukman tidak ada yang peduli. Istri barunya malahan kabur menuntut cerai karena sudah tidak sanggup mengurus Lukman lagi. Ditambah pula ada sakit hati yang membuat wanita itu ingin segera menjauhkan diri. Ya, KDRT yang berkali-kali dilakukan sang suami, juga perselingkuhan Lukman yang tidak kunjung henti membuat sang istri baru pun undur diri.

Seperti yang seringkali Ratri alami dan tahankan sendiri di masa lalu, akhirnya si wanita selingkuhan yang dulu berbangga diri dan pamer ke depan hidung Ratri karena berhasil dinikahi pun merasakan balasan yang lebih menyakitkan. Ratri bukannya menunggu-nunggu terjadinya karma pada wanita itu. Hanya saja, ada sedikit perasaan senang saat wanita tidak tahu malu itu terkena akibat dari perbuatan jahatnya sendiri. Dan kini giliran Lukman yang sepertinya akan minta diampuni.

“Abang kasihan sekali, kak. Selalu teringat dengan ibu.”

Suara rengekan Dwi membuat Ratri ikut terhanyut dalam kesedihan. Si ibu mertua belum juga ditemukan. Sudah setahun lamanya tidak ada tanda-tanda di mana keberadaan sang ibu. Meski kehilangan sudah dilaporkan dan dibuat selebaran tentang kehilangan, juga percobaan membuat viral di sosial media, tetap saja tidak ada kemajuan.

“Abang memanggil-manggil ibu terus. Kemarin, setelah kak Lia pergi, Abang tidak mau makan dan minum sama sekali. Sedih ditinggalkan istrinya yang tidak tahu diri,” cerita Dwi panjang lebar.

Ratri hanya diam saja sambil mengangguk-angguk dan mengantuk mendengarkan keluhan mantan adik iparnya itu. Dulu, sedari awal pernikahan Ratri dan Lukman, Fitri dan Dwi bersatu menyindir kakak iparnya. Ratri yang belum kunjung hamil dijadikan bahan candaan. Pekerjaan rumah semua dibebankan kepada si kakak ipar yang selalu mengalah. Itupun Ratri tidak lepas dari sindiran. Bahkan ketika Ratri telah hamil hingga mempunyai dua balita pun, tetap saja ada celah bagi kedua adik iparnya untuk menyindir bahkan membully. Kini, si kakak ipar baru yang sedang menuntut cerai pun tidak luput dari gibahan dua saudari Lukman. Wanita selingkuhan itu pasti tidak tahan dengan kelakuan Lukman dan keluarga “jahatnya”. Ratri rasanya ingin tertawa.

“Entah sampai kapan kondisi abang akan seperti ini. Seandainya saja kak Ratri masih jadi kakak ipar kami,” tatap Fitri pada Ratri penuh penyesalan.

Ratri pun hanya diam membalas tatapan Fitri padanya. Di dalam hati ia bergumam tentang rasa syukurnya telah lepas dari penjara Lukman dan keluarganya. Jika ia masih saja mengalah seperti di masa lalu, nasibnya tentu akan lebih sial daripada sebelumnya. Syukurlah Tuhan memberikan keberanian padanya untuk bergerak lebih dulu melakukan perceraian.

“Boleh kakak tengok Bang Lukman sekarang, Fit?” tanya Ratri pada Fitri yang termenung memandangnya.

Sudah cukup lama Ratri mendengarkan cerita kedua mantan adik iparnya. Sudah saatnya ia menuntaskan maksud dan tujuannya datang ke rumah yang dulu pernah ditinggalinya bersama Lukman dan juga ibu mertua.

“Tentu kak, Bang Lukman sudah sejak semalam menunggu kakak.”

Ratri mencuri helaan napas dalam. Ia sedikit canggung bertemu dengan sang mantan suami. Ketika duduk di samping Lukman yang hanya bisa menggerakkan mata membuat Ratri sedikit tidak tega. Fitri yang menyodorkan kursi pun segera pergi mengambilkan minum untuk Ratri. Gadis itu memberi waktu berdua untuk si kakak dan mantan istrinya bernostalgia.

“Maaf ya, Bang,” ucap Ratri memecah keheningan singkat.

Lukman hanya mempu menatap. Entah apa yang dimaksud Ratri dengan pernyataan maafnya itu.

“Aku benar-benar minta maaf. Dulu, aku terbawa emosi dan dendam.”

Lukman pun semakin bingung dengan ucapan Ratri. Dan kemudian Ratri dengan hati-hati melanjutkan.

“Ibu sebenarnya tidak hilang. Aku membayar orang untuk membawa ibu ke luar pulau. Jauh, entah ke pelosok mana. Aku sakit hati dengan ucapan dan perlakuan ibu, apalagi kedua adikmu juga ikut-ikutan menyiksaku. Dan kamu… aku bermaksud menyiksamu. Dengan membuatmu kehilangan ibu. Aku sangat sakit hati dengan perlakuan kasar juga perselingkuhanmu di masa lalu. Maafkan aku, Bang. Aku tidak tahu ibu masih hidup atau tidak. Semoga dengan pengakuanku, beban pikiranmu bisa sedikit ringan.”

Lukman masih mencerna apa yang baru saja Ratri katakan ketika wanita itu pamit pulang pada kedua mantan adik iparnya seraya memberikan amplop berisi uang sumbangan untuk Lukman.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)