Mencari Tuhan Sepanjang Zaman
5 dari 13
Chapter sebelum
Satu Agama dalam sejarah (1)
Chapter berikut
Dua Agama dan Dogma (1)
#5
Satu Agama dalam sejarah (2)
32. Hosea 6: 6.
33. Amos 5: 21.
34. Nada yang tak kurang dramatis dapat dibaca misalnya dalam Paul Davies, God and the New Physics (New York: Simon and Schuster, 1983, h. 5). "Few would deny that religion remains for all its pretentions, one of the most divisive forces in society." Perbedaannya terletak pada bahwa Paul Davies memperlihatkan segi negatif agama dalam hubungan antaragama atau antarkomunitas, katakanlah dalam "benturan peradaban"; sedangkan Whitehead di sini juga menyebut praktik-praktik beragama yang secara umum dianggap tak sesuai lagi dengan "peradaban".
35. Matius 22: 14.
36. "The ascent of man" ialah istilah yang berasal dari biologi. Yang dimaksud ialah tampilnya manusia secara gradual dari dalam "kerajaan" atau dunia binatang. Manusia mendobrak batas-batas "kerajaan" itu dan tampil sebagai manusia. Dalam puisinya yang berjudul "Aku", Chairil Anwar meneriakkan tampilnya kesadaran kemanusiaan itu: "aku ini binatang jalang/dari kumpulannya terbuang". Sajak yang sama juga pernah diberi judul "Semangat" dan "semangat"—atau lebih tepat "semangat hidup"—terdapat luas dalam kehidupan binatang. Tetapi, "the urge to live" pada manusia adalah terobosan yang memberi bentuk pada semangat hidup itu dan menjadikannya sebuah teriakan lantang dan sekaligus menyayat hati, "aku!". Judul sajak "Semangat" melihat pengalaman estetis Chairil Anwar dari "dunia binatang", sedangkan judul sajak "Aku" melihat pengalaman estetis yang sama dari "dunia manusia". Keterbuangan Chairil Anwar kalau dilihat dari perspektif Whiteheadian sebenarnya adalah keterbuangan pangkat dua dari "manusia soliter". Pengambilan jarak atau keterbuangan dari komunitas sekaligus dan sekali lagi adalah penyadaran akan kemanusiaan atau keterbuangan dari kebinatangan: "kumau tak seorang kan merayu/tidak juga kau/tak perlu sedu sedan itu".

Munculnya "kemanusiaan manusia" ini adalah tema khas dari filsafat modern dan bahkan merupakan ideologi dari zaman Pencerahan (Enlightenment). Posmodernisme menertawakan ideologi ini dan merayakan keanekaan yang sifatnya komunitarian dan linguistik. Namun, dalam uraian-uraian Whitehead, ada tiga hal yang perlu dicatat. Pertama, generalitas itu menggeliat dari makhluk yang hidup, merasa, mengalami (dan baru kemudian "sadar" dan baru sangat kemudian "berpikir"). Kedua, generalitas itu diakui sebagai sesuatu yang berproses dalam sejarah dan memiliki kondisi sosial-historis. Ketiga, "the urge to live" atau "the art of life" itu akan tetap merupakan dirinya sendiri dan akan tetap memiliki pengondisian sosial-historis.

37. Inilah tema pokok RM: "kesadaran-dunia" berhubungan dengan kesadaran religius yang meninggalkan kepentingan komunal atau partikular serta membuka mata orang beriman pada "essential rightness of things", keteraturan hakiki dalam semesta, yang tak lain ialah imanensi Tuhan pada dunia. Kesadaran religius yang menangkap keteraturan hakiki semesta ini tidak lagi "memperalat" Tuhan (meminta Tuhan supaya "beserta kita"), melainkan berusaha untuk "mengikuti jejak" Tuhan, yakni dasar dari keteraturan hakiki semesta ini.

38. Dalam etika yang mendasarkan diri pada "kesadaran-dunia" dan berkait dengan "agama rasional" ini, yang menjadi "moral patient" atau "moral recipient" bukan lagi hanya saudara sekerabat, sesuku, atau sebangsa; bukan lagi terbatas pada tetangga sekomunitas ataupun sesama kaum, melainkan semua orang, "orang asing" bahkan mereka yang tidak dikenal, mereka yang belum pernah dijumpai. Bukan kepentingan mereka yang dikenal akrab saja yang harus diutamakan. Singer menyebut hal ini dengan "impartiality" (The Expanding Circle: Ethics and Sociobiology, 1981, hh. 87-124). Pada hemat kami, perluasan ini tentu saja perlu memerhatikan nasib "manusia yang belum dijumpai" karena masih dalam proses "hominisasi" lebih daripada memerhatikan nasib binatang, justru karena pada yang pertama ada potensi untuk proses "humanisasi", untuk mengulangi dalam pengalaman sendiri apa yang diteriakkan oleh penyair Chairil Anwar sebelumnya. Ini tidak berarti bahwa kehidupan dan "kesejahteraan" binatang demi kehidupan binatang itu sendiri tidak perlu diperhatikan. Kami setuju dengan Singer sejauh equality bukanlah equal treatment, melainkan equal consideration seperti dikatakannya sendiri.

39. Hukum Romawi dapat dilihat sebagai salah satu cara untuk mengatur masyarakat dengan mendasarkan diri pada "hak-hak manusia".

40. Yang dimaksud ialah gejala "civil religion". Gejala ini merupakan proses di mana agama komunal yang seharusnya berkembang melewati ambang rasionalitas jatuh kembali atau "pulang" kembali menjadi agama komunal. Ia kembali menjadi eksklusif dan melepaskan kesempatan untuk menjadi agama yang lebih inklusif. Di sini Whitehead mau mengatakan bahwa penunggangan, dalam arti penggunaan—atau, lebih baik, penyalahgunaan—agama untuk mengarahkan emosi publik agar menjadi moti-vator bagi tercapainya tujuan-tujuan politik, sosial, dan ekonomi merupakan proses regresif. Proses ini secara potensial berbahaya karena dapat menghasilkan "sovinisme" dalam arti politik, "etnosentrisme" dan "xeno-fobia" dalam arti kultural dan sosial, dapat juga menjadi

"agama kelas" dan "agama gaya hidup" dalam arti ekonomi.

41. Dengan definisi "agama" yang sangat luas dan berhubungan pula dengan definisi "rasio" yang sangat luas, dapatlah Whitehead menggolongkan Buddhisme sebagai salah satu dari dua agama rasional yang besar. Definisi agama yang sangat luas itu tampak dalam pendapat Whitehead bahwa agama tidak harus memuat iman akan Tuhan yang berpribadi.
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)