Masukan nama pengguna
Sore itu, di bangku taman yang sama, aku masih melihat bayanganmu. Bayangan yang terukir jelas di benakku, bahkan setelah tiga tahun berlalu. Aroma hujan yang membasahi aspal, melarutkan jejak langkahmu yang dulu selalu berjalan bersamaku. Aku masih di sini, terperangkap dalam memori yang tidak mau pergi, sebuah hati yang masih setia menunggu.
Semua bermula di bawah langit jingga. Senja itu menjadi saksi bisu pertemuan pertama kita, dan di bawah langit yang sama, kita berjanji untuk selalu bersama. Namun, janji hanya sebatas untaian kata, dan kini, aku mengerti, mengapa janji itu begitu rapuh, bahkan tidak sekuat hati yang memegangnya.
Setiap malam, aku memandangi layar ponsel, berharap notifikasi darimu, sekadar ucapan selamat malam atau bahkan sebuah emoji. Kosong. Hanya ada keheningan, dan aku memeluknya erat-erat, seolah keheningan itu adalah satu-satunya hal yang tersisa darimu.
Teman-temanku bilang, "Sudahlah, dia tidak akan kembali." Mereka mengajakku untuk membuka lembaran baru, melupakanmu, dan melanjutkan hidup. Mereka tidak mengerti. Mereka tidak merasakan bagaimana rasanya hatiku ini, seperti sebuah labirin tanpa pintu keluar yang setiap lorongnya selalu berujung pada dirimu.
"Kenapa kamu masih menungguku?" tanyamu suatu malam. Kamu adalah orang pertama yang menanyakan itu, dan aku tidak bisa menjawab. Aku hanya bisa menatap matamu yang dulu penuh cinta, kini hanya memancarkan rasa ingin tahu yang dingin.
"Karena aku takut," bisikku, "Takut melupakanmu, takut melupakan kenangan kita." Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku karena air mataku sudah membasahi pipi.
Kamu hanya menghela napas, dan mengusap air mataku, "Kamu tidak pernah takut sendirian?"
"Aku tidak pernah sendirian selama ada kenanganmu," jawabku, "Kenangan itu adalah satu-satunya hal yang membuatku kuat."
Dan kamu pergi, lagi dan lagi, seolah kamu sengaja ingin menguji sampai kapan aku sanggup menahan rasa sakit ini.
Aku tahu, kamu tidak akan pernah kembali. Tapi, hati ini begitu bodoh. Hati ini masih menunggu, dan aku membiarkannya. Aku membiarkan diriku tenggelam dalam kesedihan, dalam memori yang menyakitkan, dan dalam janji-janji yang sudah lama mati.
Mungkin, menunggu adalah satu-satunya cara bagiku untuk tetap merasakan kehadiranmu. Mungkin, menunggu adalah satu-satunya cara bagiku untuk tetap hidup.
Aku masih di sini, di bangku taman yang sama, di bawah langit yang sama. Menunggu. Dan mungkin, aku akan menunggu sampai hatiku tidak lagi berdetak, sampai namamu tidak lagi terucap, dan sampai bayanganmu benar-benar lenyap dari pandanganku.
Sebab, cinta bukan sekadar tentang memiliki, bukan sekadar tentang bersama. Cinta adalah tentang perasaan yang abadi, dan perasaanku untukmu, tidak akan pernah mati.
Aku hanya berharap, suatu hari nanti, kamu akan kembali, dan melihatku di sini, menunggumu, dengan hati yang masih setia. Tapi, jika tidak, aku tidak akan menyesal. Karena, aku telah mencintaimu, dengan cara yang paling tulus, dengan cara yang paling bodoh, dan dengan hati yang paling setia.
****
Senja kembali merona, sama seperti senja saat kita bertemu pertama kali. Aku masih di sini, di bangku taman yang sama, di bawah langit yang sama. Tapi kali ini, aku tidak lagi sendiri. Ada kamu yang selalu duduk di sampingku, tanganmu menggenggam tanganku.
"Aku pulang," bisikmu.
Kalimat itu, yang sudah ribuan kali aku bayangkan, akhirnya nyata. Air mataku kembali tumpah, tapi kali ini, bukan karena kesedihan, melainkan kebahagiaan. Kamu mengusap air mataku, sama seperti dulu.
"Maaf," katamu, "Maaf karena aku membuatmu menunggu."
Aku menggeleng, "Tidak. Aku yang seharusnya berterima kasih. Terima kasih karena kamu kembali."
Kita tidak berbicara banyak, hanya saling menatap. Matamu, masih memancarkan cinta yang sama, cinta yang dulu pernah pergi. Aku menyandarkan kepalaku di bahumu, menghirup aroma tubuhmu yang begitu kurindukan.
"Aku merindukanmu," kataku.
"Aku juga," jawabmu.
Kita kembali menjadi kita. Dua hati yang sempat terpisah, kini kembali menjadi satu. Penantian panjangku akhirnya berakhir. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi aku yakin, selama kita bersama, kita akan baik-baik saja.
Aku tahu, cinta tidak selalu mudah. Ada air mata, ada rasa sakit, ada perpisahan. Tapi, cinta juga tentang kesetiaan, tentang harapan, dan tentang kembali. Dan aku sudah menemukanmu kembali.