Cerpen
Disukai
0
Dilihat
3,224
Genderuwo Penculik Istriku
Horor

   Rasa-rasanya Mahendra lebih mirip seorang pria metro sexual dibandingkan profesinya sebagai dukun. Paling tidak dari wewangian woody aromatic yang tercium darinya. Nirmala, istriku juga sangat menggandrungi aroma parfum yang dipakainya itu.

   “Nirmala telah diculik Genderuwo yang tinggal di sekitar Situ Yasa,” ujarnya datar.

   Aku cengung. Layakkah aku mempercayai ucapannya tadi? Adalah genderuwo penyebab Nirmala menghilang. Heh, ini era digital! Era di mana logika merekatkan semua sendi-sendi kehidupan. Semesta akan tertawa bila aku masih sempat-sempatnya berurusan dengan bangsa astral. Tapi, aku sudah datang ke tempatnya. Demi menghormati tuan rumah, baiknya aku mengamini saja perkataannya.

    Kedatanganku ke tempatnya atas saran dari tetanggaku, Bastian. Menurutnya, orang pintar yang bernama Mahendra ini memiliki kemampuan dalam hal terawang batin. Mahendra dapat diandalkan untuk membantu masalah pelik yang tengah melandaku.

    Aku sendiri sebenarnya tipikal manusia rasional. Hanya saja saat ini kondisiku terlampau runyam untuk berpikir serba logis. Hal mendesak yang dibutuhkanku sekarang hanya informasi keberadaan istriku. Ini sebab mengapa aku bersedia memenuhi saran Bastian meski berbau klenik sekalipun.

    Masalah pelik yang sedang kuhadapi saat ini adalah aku kehilangan istri. Sejak Nirmala pamit padaku untuk jogging di Minggu pagi di bulan kemarin, ia tak pernah kembali pulang ke rumah. Entah berada di mana ia kini. Aku bingung mencarinya. Tak ada satu pun kerabat, tetangga, atau teman-temannya mengetahui keberadaan Nirmala. Polisi yang kuhubungi sampai sekarang tak mampu mengendusnya. Nirmala hilang tanpa mewariskan jejak untukku. Ia seolah tertelan perut bumi. Jangan ditanya seberapa kusut aku dengan hilangnya Nirmala. Baru empat bulan yang lalu aku menikahinya.  

    “Aku berani bersumpah, Nirmala sempat kulihat di area Situ Yasa. Ia sedang jogging berdua bersamamu!” kata Bastian yang juga rekan sekantor Nirmala di hari istriku menghilang.

    Tentu saja aku tak harus seketika percaya keterangan Bastian. Nirmala orangnya penakut. Mana mungkin ia berani berolah raga di area Situ Yasa yang angker. Lokasi Situ Yasa yang terletak di kaki bukit pinus terlalu jauh untuk bisa ditempuh kaki Nirmala. Hanya penggila hantu macam Bastian yang betah berada di sana.

    Satu lagi, di Minggu pagi itu aku tidak keluar rumah. Aku justru tengah bermalas-malasan di ranjang kamarku. Nirmala bahkan sempat mengomel karena aku tak mau menemaninya jogging di area kompleks rumah. Memang tak bakalan jauh-jauh dari lingkungan rumah, begitu yang kutahu soal lokasi Nirmala berolah raga pagi.

    “Ini kartu nama Mahendra. Ia orang pintar yang memiliki kemampuan dalam hal kebatinan. Tak ada salahnya jika kamu meminta jasanya untuk menerawang keberadaan istrimu.” saran Bastian begitu mendapati rona wajahku yang runyam.

    Lantas aku mulai berpikir ulang. Sepertinya tak ada salahnya bila sesekali menyelesaikan masalah lewat cara-cara klenik. Toh walaupun sadar akal sehatku akan tercemar, tapi tak ada hukum yang kulanggar. Siapa tahu dengan cara irasional seperti ini keberuntungan malah menyapaku. Dan ketika orang pintar bernama Mahendra menyebut istriku telah diculik Genderuwo, aku masih sulit mengerti bagaimana istriku yang berpendidikan sampai bisa diperdaya makhluk halus.

    “Genderuwo bisa mengubah wujudnya seperti manusia. Nirmala tak akan mengira sosok yang menyerupai Anda sesungguhnya Genderuwo sendiri. Ditambah Genderuwo yang pandai menggunakan gendam, Nirmala akan patuh pada semua perintahnya, seperti dibawa pergi ke Situ Yasa,” penjelasan Mahendra.

    Aku cengung kembali. Seketika terlintas di benakku keterangan Bastian. Pantas Bastian berani bersumpah melihat Nitia tengah jogging bersamaku di Situ Yasa. Aku yang dilihat Bastian di Minggu pagi itu rupanya jelmaan Genderuwo. Bastian rupanya tak berbohong. Kesaksiannya tak bertentangan dengan terawang orang sakti di depanku ini. Mahendra tak boleh kuragukan lagi.

    Beruntunglah aku yang memiliki tetangga seperti Bastian. Atas sarannya, misteri yang melingkupi hilangnya istriku mulai terkuak. Meski begitu kekhawatiranku belum seutuhnya surut. Dari beberapa artikel majalah mistik yang pernah kubaca, kiranya Genderuwo gemar cabul terhadap perempuan.

    “Anda tak perlu resah. Genderuwo penculik Nirmala dari jenis yang jinak.”

    “Maksud Anda?”

    “Seperti manusia, bangsa astral pun ada yang bertabiat baik, ada pula yang jahat. Kebetulan Genderuwo yang menculik Nirmala dari golongan baik-baik.”

    “Kalau baik kenapa dia menculik istriku?”

    “Dia hanya ingin lebih dekat dengan Nirmala. Ada kemungkinan dia akan mengembalikan Nirmala. Genderuwo itu jatuh cinta pada Nirmala.”

    Aku tak membantah bila paras Nirmala memang nyaman ditatap, terlebih oleh tatapan mata laki-laki.  Hampir tiap malam aku selalu berdoa agar istriku diberi kekebalan dari bujuk rayu pria hidung belang. Hingga sebelum Nirmala menghilang dariku, doaku tampaknya masih cukup ampuh dalam memagari istriku. Nirmala masih sukar terpikat pada lelaki lain.

    Yang menjadi persoalannya, saat ini sesosok makhluk halus tengah mabuk kepayang pada Nirmala. Dan ini benar-benar gila menurutku! Apa mungkin batasan cinta kini sudah berubah? Cinta rupanya tak lagi berkutak sebatas ruang dan waktu lagi. Cinta telah merambah jauh hingga antar dimensi.

    “Tengah malam ini juga, Anda boleh menemani saya untuk ritual pemanggilan Genderuwo di Situ Yasa. Saya akan coba bujuk dia untuk membebaskan Nirmala.”

    “Apa mungkin makhluk seperti itu bisa dibujuk?”

    “Sekali lagi dia sebenarnya makhluk dengan tabiat baik. Asmara yang membuatnya gelap mata. Saya sudah berpengalaman menghadapi makhluk seperti dia. Saya yakin, dia bersedia mengembalikan Nirmala tanpa syarat. Tapi, itu tak menjamin kalau Nirmala tak bakalan kembali diculiknya.”

    Lemas badanku mendengar peringatan Mahendra. Sepertinya ke depan aku harus menyiapkan mental. Harga diriku sebagai seorang suami akan terkoyak-koyak. Aku terpaksa berbagi cinta Nirmala bareng Genderuwo.

***

    Pada sebuah lapang terbuka Aku dan Mahendra melaksanakan ritual pemanggilan Genderuwo penculik istriku. Kami terbantu cahaya lembut rembulan yang menyinari malam di sekitar Situ Yasa. Angin malam dari bukit pinus berhembus liar menjamah tubuhku. Dingin merasuk hingga sel-sel terdalam. Anehnya, Mahendra yang duduk bersila di depanku sama sekali tak terusik. Ia tetap khusyuk dalam merapal jampi-jampi bertuah.

     Sambil merapal jemari Mahendra tak henti memungut aneka kembang di dalam mangkuk perak, lalu ditebarnya. Suasana mistis mulai terasa bersama kepulan asap kemenyan di sekeliling kami. Di samping Mahendra, beberapa tusuk potongan daging unggas tengah terpanggang di atas perapian.

    Tadi siang Mahendra memintaku untuk membawa seekor burung gagak hitam. Katanya, Genderuwo sangat doyan menyantap sate burung gagak hitam. Aroma sate burung gagak hitam bisa dimanfaatkan untuk memancing Genderuwo datang. Setengah mati aku mencarinya sebelum kemudian Bastian tiba-tiba berkunjung ke rumah. Ia datang membawa seekor burung gagak hitam untukku.

    Rupanya aku sempat lupa. Bukannya meminta bantuan tetanggaku yang satu ini, aku malah pusing sendiri mencari-cari burung gagak hitam. Padahal sejak lama aku mengenal Bastian sebagai kolektor barang-barang mencekam. Bukan hal mencengangkan bila Bastian ternyata memelihara burung pembawa kematian itu.

    Satu jam lebih Mahendra masih berkutak dengan ritual. Belum terlihat sama sekali tanda-tanda akan kedatangan Genderuwo. Malam di Situ Yasa masih tetap berkawan dengan hening. Bimbang mulai menggerayang benakku. Jangan-jangan Mahendra gagal mendatangkan makhluk halus yang terkenal cabul itu. Untunglah, di saat kesabaranku mulai menipis tiba-tiba Mahendra beranjak dari ritualnya.

    “Tadi Genderuwo mengirim sinyal. Dia tak mau datang kemari. Dia ingin saya sendiri yang menemuinya di puncak bukit pinus. Sebaiknya Anda tinggal di sini saja, biar saya yang pergi ke sana!”

    Aku mengangguk tanda setuju. Kebetulan sekali badanku terlalu lelah untuk pergi ke bukit pinus. Kalaupun dipaksakan aku malah akan merepotkan Mahendra.

***

    Masih belum juga terdengar derap langkah kaki manusia. Padahal hampir tiga jam aku duduk menanti bersama cemas di sini. Sepertinya Mahendra mengalami hambatan. Mudah-mudahan ia tak lupa memberi petuah pada Genderuwo yang tengah kasmaran itu. Cinta sejati adalah pengorbanan. Memiliki, atau tidak hanya masalah nasib semata. Aku berharap pula, wangi woody aromatic yang bertebaran di tubuh Mahendra mampu mengingatkan kembali Nirmala akan suaminya. Nirmala memang gemar membubuhi tubuhku dengan jenis wewangian yang satu ini sebelum kami bercinta.

     Aku menguap lagi. Tak terhitung berapa kali sudah aku menguap. Begadang sampai pagi hanya perkara biasa bagiku. Tapi, aku tak tahu, mengapa malam ini aku begitu payah didera kantuk. Meski hasrat untuk menyongsong kembalinya Nirmala begitu menggebu-gebu, namun gelagatnya mataku tak akan tahan terus membelalak. Sekarang aku malah telah lelap di lapang terbuka.

    Aku bermimpi. Dalam mimpiku, kulihat satu pondok bambu asri di puncak bukit pinus. Nirmala yang kucari-cari ternyata berada di dalam pondok bambu itu. Ia tidak sendiri. Ada Bastian di sampingnya. Mereka berdua tengah asyik bercumbu.**

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)