Masukan nama pengguna
“Aku suka warnanya! Sangat memanjakan mata!”
Ramadhan lalu mengetikkan balasannya.
“Terima kasih. Aku sudah berkomentar di karya terbarumu. Keren!”
Dalam dua menit, muncul balasan dari pemilik akun di seberang sana.
“Hahaha, terima kasih juga. Ternyata kita sama-sama mengalami perkembangan yang pesat!”
Percakapan saling memuji itu ditulis dalam bahasa Inggris sederhana di kolom komentar. Membahas tentang pop art yang Ramadhan tayangkan beberapa jam lalu di sebuah situs komunitas untuk seniman.
Karya Ramadhan sendiri adalah ‘potret’ wajah seorang bintang sinetron yang tersusun dari puluhan keping bidang geometris beraneka bentuk yang mirip mosaik dengan berbagai ukuran. Bidang-bidang geometris yang bersudut tersebut disusun ulang hingga menyerupai wajah sang bintang. Setiap bidang diberi warna yang berbeda-beda, hingga menciptakan karya yang penuh warna dan ceria.
Bagi Ramadhan yang memahami bahwa ia bukanlah fledgling artist yang berbakat, membuat dan mempublikasikan karyanya di situs komunitas tersebut adalah semata-mata demi kepuasan. Ia mencantumkan diri sebagai ‘penghobi’ dalam profilnya karena ia memang tidak berniat untuk mengasah diri menjadi profesional.
Selama bertahun-tahun, karya-karya Ramadhan hanya dilirik oleh segelintir orang. Ada satu dua orang yang memfavoritkan karyanya, namun tidak ada yang berkomentar mengenai karyanya tersebut.
Ramadhan sudah terbiasa dengan ketidakacuhan dari sesama anggota komunitas tersebut. Apalagi, Ramadhan juga menyadari bahwa karya-karyanya tersebut bernilai biasa saja dan tidak sebagus karya para anggota komunitas lainnya. Dilirik oleh segelintir orang saja sudah membuatnya senang bukan kepalang. Sehingga, ia tidak pernah bermimpi bahwa ada anggota komunitas yang akan menaruh perhatian pada apa yang telah ia kerjakan.
Hingga suatu hari, akun Romanzelite1948 menuliskan komentar yang menggugah semangatnya sebagai seniman amatir.
“I don’t know who is she, but I know you did a good job. You transform her beauty to the next level. – Saya tidak tahu siapa dia, tapi kau melakukan kerja bagus. Kau mengubah kecantikannya ke tingkat selanjutnya.”
Ramadhan tercengang. Wajah kotak-kotak warna-warni itu … disebut cantik? Gadis model yang menjadi referensi Ramadhan kala itu memang adalah gadis yang rupawan. Namun setelah diubah menjadi seni populer oleh Ramadhan, wajah itu—di mata Ramadhan—berubah menjadi lucu dan cenderung abstrak. Hidung si cantik malah menjadi mirip hidung tupai dan pipinya seperti ditempeli serpihan-serpihan tak beraturan.
Ramadhan lalu mengucapkan terima kasih atas pujian yang tak ia sangka tersebut. Demi kesopanan, ia mengunjungi laman profil sang pemuji.
Ramadhan lalu dibuat tercengang oleh karya-karya yang ditampilkan oleh Romanzelite1948. Rupanya sang pemuji adalah penghobi dan penggemar pop art juga, sama seperti Ramadhan. Karya-karyanya pun sepi dari komentar seperti halnya karya-karya Ramadhan.
Romanzelite1948 suka membuat berbagai ilustrasi berdasarkan apa yang mudah ditemukan di sekitarnya. Misalnya gambar sendok garpu yang dibuat menggunakan warna mencolok yang sepertinya tidak akan mungkin ditemukan di dunia nyata. Atau gambar seorang model yang dibuat dalam berbagai warna dan intensitas pencahayaan.
Namun, hal yang membuat Ramadhan terperangah adalah deskripsi yang Romanzelite1948 tuliskan di bawah karyanya yang berupa gambar gedung bergaya abad pertengahan yang dibuat dengan warna-warni mencolok khas pop art.
Dengan bahasa Inggris yang sederhana, Romanzelite1948 mencurahkan kegelisahannya karena ia tidak bisa membuat karya yang bagus hingga dilirik oleh anggota komunitas lainnya. Ia tidak percaya diri dengan apa yang sudah ia hasilkan selama ini. Meskipun bukan profesional dan tidak berusaha menjual karya-karyanya, Romanzelite1948 mengaku ingin mendapatkan apresiasi lebih dari sekadar tanda bintang favorit.
Selama ini, Ramadhan mengira, orang-orang di belahan dunia yang lebih maju memiliki pemikiran yang terbuka lebar. Mereka akan bertindak tanpa memikirkan pendapat orang lain. Pokoknya, hal paling utama dalam hidup adalah menjadi diri sendiri sehingga pengakuan dari orang lain bukanlah hal penting. Asalkan dirinya puas, itu sudah lebih dari cukup.
Namun, orang seperti Romanzelite1948 ternyata ada juga di belahan dunia sana. Ramadhan seperti melihat dirinya sendiri dalam penuturan Romanzelite1948 tersebut. Berdalih bahwa ia berkarya hanya demi hobi, padahal diam-diam haus akan perhatian dari orang lain.
Ramadhan lupa bagaimana caranya ia menjadi teman Romanzelite1948 di komunitas tersebut. Pada akhirnya, mereka saling bertukar pujian dan memberi semangat untuk berkarya di situs komunitas yang hiruk-pikuk tersebut.
Keduanya menepi sebagai sesama seniman kurang laku dan berkarya demi mendapatkan respon positif terhadap satu sama lainnya. Mereka telah menyatu atas dasar kesamaan nasib sebagai sesama seniman amatir yang tidak dipandang oleh para anggota komunitas tersebut.
Ramadhan merasakan semangatnya untuk berkarya telah menyala lebih terang daripada sebelumnya. Tampaknya Romanzelite1948 pun demikian. Mereka berdua berlomba menghasilkan karya-karya baru dan tak sabar menunggu tanggapan dari satu sama lainnya. Tanggapan yang selalu positif, yang selalu dinantikan oleh mereka yang haus akan perhatian dan pengakuan.
Ramadhan tersenyum usai membaca komentar terakhir teman yang bahkan nama aslinya tidak ia ketahui tersebut. Ia menggerakkan telunjuknya di atas mousepad, mengunjungi akun Romanzelite1948. Ternyata, ia sudah membalas komentar Ramadhan. Sebagai balasan, Ramadhan kembali mengetikkan komentarnya.
Usai mengetikkan kalimat penyemangat untuk teman sekaligus pengikut paling setianya tersebut, ekor mata Ramadhan tak sengaja melihat deretan karya lama Romanzelite1948 yang disarankan oleh situs untuk dikunjungi.
Ramadhan meringis saat melihat salah satu karya lama Romanzelite1948 yang sempat membuatnya ‘terguncang’. Gambar dua boneka beruang berwarna biru yang saling bergandengan tangan dengan latar belakang berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru dan ungu. Di bawah dua boneka tersebut terdapat tulisan LOVE WINS!
Saat pertama kali melihatnya empat bulan yang lalu, Ramadhan terkejut. Ia tidak menyangka bahwa temannya itu ternyata memiliki pemikiran yang terlalu terbuka lebar, sehingga menormalisasi penyimpangan seperti itu. Bahkan dengan bangga menyatakan dukungannya.
Selama ini, Ramadhan mengira bahwa Romanzelite1948 ibarat makhluk asing di belahan dunia sana dengan rasa tidak percaya dirinya yang tinggi. Ternyata, ia sama saja dengan sebagian manusia di belahan dunia sana yang sudah mendukung penyimpangan hingga ke batas yang tak tertolong lagi.
Ramadhan sudah mengetikkan komentar yang mempertanyakan keterlibatan Romanzelite1948 dalam perayaan tahunan tersebut. Namun komentar tersebut akhirnya ia hapus, diganti dengan kata-kata pujian seperti biasanya. Kali ini, ia memuji betapa lucu dan imutnya kedua boneka beruang tersebut.
“Setiap orang punya pendapat berbeda, ‘kan? Itu urusan masing-masing,” gumam Ramadhan setelah mengirimkan komentarnya.
Ramadhan memang merasa sudah disatukan dengan Romanzelite1948 sebagai sesama seniman kelas teri. Sehingga, ia merasa tidak rela melihat Romanzelite1948 tenggelam dalam penyimpangan tersebut.
Namun, saat menyadari bahwa Romanzelite1948 adalah satu-satunya pendukung setianya dalam berkarya, Ramadhan menciut. Ia tidak ingin kehilangan penyemangatnya dalam berkarya tersebut. Sehingga pada akhirnya, Ramadhan memilih untuk menutup mata dan berpura-pura menerima pilihan Romanzelite1948 atas dasar kebebasan berpendapat.
Lamunan Ramadhan tentang masa lalu, buyar saat ia menyadari bahwa Romanzelite1948 telah mengirimkan pesan pribadi ke akunnya. Isinya mengajak Ramadhan untuk ikut menciptakan karya untuk mendukung sebuah negara di belahan dunia lain. Negara tersebut, dua hari lalu, telah diserang oleh sebuah kelompok militan dari negara jajahannya hingga korban jiwa berjatuhan.
Ramadhan terkejut. Lebih terkejut daripada empat bulan lalu saat ia melihat gambar dua boneka beruang biru karya Romanzelite1948.
“Maaf, tapi kenapa aku juga harus mendukung? Bukankah penyerangan itu adalah tindak perlawanan terhadap penjajahan? Hanya dengan melihat pihak mana yang lebih dirugikan, kita akan tahu siapa korban sesungguhnya?”
Ganti Romanzelite1948 yang tampaknya terkejut.
“Tapi para teroris itu memenggal kepala bayi dan memperkosa wanita! Mereka juga memasukkan anak dan ayahnya ke dalam oven! Aku tidak mengerti mengapa kau justru membela mereka.”
“Kau juga perlu ingat, penjajah itu sudah menyiksa penduduk daerah jajahannya selama puluhan tahun. Jika pada akhirnya ada perlawanan, itu adalah akibat dari kekejaman penjajah itu sendiri.”
Tidak ada balasan lagi dari Romanzelite1948. Barangkali ia kecewa karena baru kali Ramadhan tidak sepaham dengannya. Barangkali juga, ia tidak ingin bertengkar sehingga mengakhiri perdebatan sebelum memanas. Ia tampaknya seorang yang baik hati. Terlalu baik hati hingga mudah tertipu oleh propaganda dari negara penjajah yang pandai berbohong dan mencitrakan diri sebagai pihak yang tertindas.
Setelah itu, Ramadhan tidak membuka situs komunitas untuk seniman tersebut selama dua hari. Bukan hanya karena ia tidak ingin terpancing untuk berdebat dengan Romanzelite1948, melainkan juga karena ia sedang menyiapkan sebuah karya terbaru untuk ditayangkan.
Saat membuka beranda situs, Ramadhan langsung melihat karya terbaru Romanzelite1948. Karya itu terpajang dalam segmen khusus yang dibuat oleh situs untuk mendukung negara penjajah. Ramadhan tidak terkejut melihat segmen itu karena situs juga mendukung penyimpangan dengan membuat segmen serupa setiap tahunnya.
Berbeda dengan karya-karya Romanzelite1948 sebelumnya yang penuh warna, karya terbarunya hanya berwarna putih dan biru. Lagi-lagi boneka beruang berwarna biru yang teronggok sendirian. Di bawahnya terdapat tulisan yang tidak Ramadhan pahami. Namun saat ia menerjemahkannya menggunakan situs penerjemahan, Ramadhan tercengang.
Di mana pemilikku? Aku merindukannya.
Di bawah tulisan yang seharusnya menyentuh itu, masih ada tulisan lain yang membuat Ramadhan meringis.
KEMBALIKAN ANAK-ANAK KAMI.
Ramadhan tidak tahu jika ada anak-anak dari pihak penjajah yang diculik atau hilang. Sebab, ia tidak pernah melihat satupun foto korban pembunuhan, pemerkosaan mau pun penculikan oleh pasukan militan yang menyerang empat hari yang lalu.
Sebaliknya, sangat mudah menemukan foto dan video dari para korban penjajahan. Terlalu mudah, hingga Ramadhan kerap tidak sanggup melihat penderitaan mereka. Hanya doa dan sumbangan materi yang tidak besar yang dapat ia berikan demi membantu kaum yang sedang menuntut kemerdekaannya itu.
Ramadhan menghembuskan napas kasar. Ia mengabaikan karya Romanzelite1948 dan mengirimkan karya terbarunya sendiri.
Karya Ramadhan kali ini bukan pop art yang cerah ceria, melainkan gambar seorang anak perempuan dengan sisa-sisa air mata di pipinya. Namun, alih-alih murung atau bersedih, gadis kecil itu justru tersenyum hangat.
Ramadhan membuatnya dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan karena ia tidak pandai menggambar realis. Di bawah gambar itu, ia menuliskan nama kaum terjajah yang menjadi pusat perhatian dunia tersebut dalam warna merah, hitam, putih dan hijau.
Sepuluh menit setelah Ramadhan menayangkan karyanya, ia menemukan bahwa ada satu akun yang sudah melihat karya terbarunya. Ramadhan bisa menduga, siapa yang sudah mengintip karyanya tersebut. Dari jumlah pengikutnya yang hanya segelintir, hanya satu akun yang setia mengunjungi karya-karyanya dan memberikan komentarnya.
Kali ini, tidak ada komentar. Ramadhan mengerti, lalu kembali ke laman profilnya. Ia menemukan hal yang membuatnya tercengang.
Akun Romanzelite1948 sudah tidak ada dalam daftar pengikut mau pun teman. Tidak perlu menanyakan mengapa. Sebab, Ramadhan sudah mengetahui bahwa ia ditinggalkan karena pilihannya yang berseberangan dengan pilihan sang pengikut setia.
Ramadhan terpekur di depan laptopnya. Sudah tidak ada lagi penyatuan dirinya dan Romanzelite1948 sebagai sesama seniman amatir. Mereka sudah membelah diri mereka menjadi dua orang yang bertentangan satu sama lain.
Ramadhan menghembuskan napas keras, kemudian tersenyum tipis. Rasa perih setelah kehilangan penyemangat ternyata tidak separah dugaannya.
Ramadhan lalu menutup laman situs komunitas. Layar laptop kemudian menampilkan wallpaper yang sama dengan karya yang baru ia tayangkan. Ramadhan menatap karyanya tersebut agak lama.
“Terima kasih untuk semangatnya,” bisik Ramadhan.