Flash
Disukai
13
Dilihat
19,202
Rey
Drama

Ini kali ketiga, Rey tak sengaja menjatukan gelasnya. Aku pun sibuk mengutip pecahan beling yang berserakan di lantai, kemudian membersihkan tumpahan susu yang membercak tak beraturan seperti gumpalan cumulonimbus di lapisan atmosfer. 

Rey diam saja di kursinya. Tangan anak lelaki berusia 4 tahun itu masih terlihat bergetar sesekali dan sorot matanya kosong tak terbaca olehku seperti apa perasaannya setelah menjatuhkan gelas susu berkali-kali. Ya, sorot matanya kosong, tapi ada sesuatu yang tergambar di raut wajahnya. Ia seperti ingin menangis, mungkin merasa bersalah dan mencoba meminta maaf, tapi ia tak tahu caranya. Rey tak mau bicara meski ia tak bisu. 

Sebelum berangkat kerja, makan siang untuk Rey sudah kusiapkan. Ia sudah terbiasa mengambilnya sendiri di meja makan. Barulah ketika sore hari pulang kerja, aku membeli makanan di luar, lalu pulang ke rumah dan kami makan malam bersama. 

                ***

Hari ini aku melakukan kesalahan fatal di lokasi proyek. Tidak tahu kenapa, aku membiarkan kami bekerja di area flashbar, padahal aku bisa saja mencegah anggota tim untuk tidak masuk ke zona berbahaya itu. Kau tahu berapa kekuatan listrik yang mengalir di situ? Lebih dari cukup untuk membuatmu gosong tak berbentuk. Itu area terbatas dan berbahaya, tapi aku dan timku nekat masuk ke sana dan aku salah menentukan shortcut

Ketika ledakan itu terjadi, aku terpental bersama anggota tim yang lain. Begitu cepat seperti kilat dan kami bergelimpangan kesakitan dalam aroma sangit. Tidak lama setelah kejadian itu, beberapa orang Safety Officer datang mendekat. Mereka berusaha membantu kami. Seorang dari Safety Officer itu mencoba untuk membuatku tetap terjaga dengan menepuk-nepuk bahuku yang sebagiannya gosong, terasa panas dan sakitnya luar biasa. Ia memanggil-manggil namaku:

"Rey, bertahanlah. Rey! Sebentar lagi tim medis datang. Rey!"

Aku teringat Rey kecil di rumah, ia sendirian, begitu ringkih dan kesepian. Ia tumbuh besar dalam kecanggungan dan rendah diri hingga nyaris membuatnya tak berani bicara. Rey kecil tak punya siapa-siapa dalam hidupnya. 

Masih terbayang jelas bercak tumpahan susu di lantai, seperti cumulonimbus di lapisan atmosfer. Lalu sorot mata Rey yang kosong, wajahnya yang menangis seolah ingin meminta maaf, menyesal karena telah menjatuhkan gelas dan menumpahkan susu. 

Semua itu terbayang jelas di pelupuk mata, sebelum akhirnya pandanganku menjadi gelap dan aku tak ingat apa-apa lagi.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (7)