Masukan nama pengguna
Di masa itu bumi masih sangat muda. Pepohonan besar dan rindang memenuhi permukaannya. Air mengalir sangat jernih. Embun menetes indah dari ujung daun. Sedangkan laut sudah menemukan irama gelombangnya. Hewan-hewan bebas berkeliaran tak bersangkar. Keseimbangan masih sangat terjaga, dan polusi belum ada.
Sementara itu, manusia adalah type makhluk pemangsa. Perburuan dilakukan ketika persediaan daging telah habis. Mereka para lelaki bergerombol memasuki belantara membawa tombak batu yang telah diasah lancip. Mereka membunuh hewan sebagai santapan. Sekalinya membunuh, satu hewan besar tumbang, dan saat itu juga mereka memotong dan memakannya, sebagian dagingnya dibawa pulang menjadi santapan kawanan yang lain, yaitu wanita dan anak-anak.
Seorang anak laki-laki berhenti memakan daging yang diberikan bapaknya. Ia menolehkan pandangannya menatap ke belakang, dan ia melihat seorang gadis kecil sedang memperhatikannya dari kejauhan. Kawanannya yang lain tak memperhatikan gadis kecil itu. Mereka terlalu sibuk memakan santapan.
Perlahan anak laki-laki itu menghampiri si gadis kecil. Dalam jarak yang lumayan dekat, keduanya berhadapan dan sejenak hanya terpaku diam beradu tatap. Sesekali mata gadis kecil mengalihkan pandangannya pada sepotong daging yang dipegang si anak laki-laki. Ia terlihat sangat lapar.
“Saiki.” kata anak laki-laki itu sambil menepuk-nepuk dadanya.
Ia memperkenalkan namanya pada si gadis kecil.
“Kumala.” balas si gadis kecil memperkenalkan namanya juga.
Saiki mengulurkan tangannya yang memegang seonggok daging, dan Kumala mengambil daging itu, lalu memakannya lahap.
Borohan sang ketua melihat mereka, lalu diikuti oleh kawanannya yang lain. Mereka menghampiri Saiki dan Kumala, dan pandangan mata Borohan menatap curiga pada Kumala.
Namika, ibunya Saiki, memegang Saiki erat-erat.
Kumala melihati mereka. Ia sangat ketakutan, lalu menjatuhkan seonggok daging yang dipegangnya, dan melarikan diri.
Borohan dan para lelaki berlarian menangkap Kumala. Gadis kecil itu berontak keras, namun ia tak bisa melepaskan diri. Borohan menghampiri Kumala yang dipegangi kawanannya. Ia mengendus-endus bau tubuh gadis kecil itu, tapi Borohan tidak tahu darimana ia berasal.
Saiki melepaskan tangan Ibunya, lalu beranjak menghampiri Borohan. Ia meminta gadis kecil itu jangan di bunuh. Borohan terpaku menatapi Saiki, lalu mengalihkan tatapannya pada Kumala.
***
Kumala diusir dari kawanannya karena dianggap membawa kutuk. Sejak lahirnya Kumala, kawanannya susah mendapatkan hewan buruan. Mereka menyalahkan Kumala dan mengusirnya. Kumala menceritakan kisah pilu di hadapan Borohan dan kawanannya. Saiki dan Ibunya juga ikut mendengar cerita Kumala.
Malam itu Borohan dan para lelaki membahas nasib Kumala. Mereka sepakat mengusir Kumala, karena mereka terlalu takut terkena kutukan. Borohan terpaksa meloloskan permintaan mereka yang meminta Kumala di usir dari kawanan, demi menjaga mereka supaya tidak sial terkena kutuk.
Saiki sedih mendengar keputusan Borohan, lalu ia memberanikan dirinya berhadapan dengan mereka, dan meminta Borohan tidak mengusir Kumala, tapi keputusan sudah diambil oleh Borohan, bahwa Kumala harus pergi malam itu.
Kumala sangat ketakutan ketika melangkahkan kakinya menjauhi area gua di saat kepergiannya sedang diperhatikan oleh Borohan dan kawanannya.
“Kumala!” seru Saiki memanggilnya, dan sejenak Kumala terpaku sedih menatap Saiki, lalu mereka kembali mengusirnya paksa.
Kumala tak punya pilihan lain, ia kembali melangkahkan kakinya pergi.
“Kumala!” teriak Saiki dengan lantangnya, lalu ia menangis ketika sosok Kumala telah hilang tertutupi rimbunnya pepohonan besar.
Saiki melepaskan tangan Ibunya, lalu berlari mengejar Kumala.
Borohan dan kawanannya kaget, lalu serentak mereka berlarian memburu Saiki yang adalah anak kandung dari Borohan.
“Kumala!” teriak Saiki memanggil-manggil Kumala di kegelapan hutan.
Saiki sadar jika ia sudah kehilangan jejaknya Kumala, tapi Saiki tak mau menyerah. Saiki tetap melanjutkan langkahnya memasuki area hutan lebih dalam lagi mencari Kumala.
Seekor hewan pemburu mengintainya dari pekatnya langit gelap. Saiki tak menyadari keberadaan pemangsa itu, karena hati dan matanya hanya tertuju untuk menemukan Kumala.
Samar-samar geraman hewan pemangsa terdengar, dan sontak saja membuat Saiki panik. Saat itu Saiki sudah berada tepat di tengah-tengah hutan. Jika ia mundur, maka ia gagal menemukan Kumala. Jika ia bertahan, apakah ia bisa selamat dari terkaman hewan pemangsa itu? Lalu bagaimana dengan Kumala? Kemungkinan besar Kumala akan menjadi santapan hewan pemangsa.
Saiki bertekad menyelamatkan Kumala, lalu ia memberanikan kembali berjalan menyusuri area hutan yang kelam. Tiba-tiba ada tangan yang menarik tubuhnya Saiki, sehingga ia terjatuh di rongga sebuah pohon tua yang telah tumbang. Tangan Kumala yang telah menarik Saiki, dan Kumala meminta Saiki untuk diam tak bersuara, karena ternyata pemangsa itu berada tepat di atas mereka.
Hewan pemangsa mengendus-endus menciumi bau manusia, lalu dengan mudahnya hewan itu menemukan persembunyian Saiki dan Kumala. Cakarnya yang tajam bergerak cepat merobek batang pohon tua. Saiki dan Kumala serentak melarikan diri. Perlindungan pohon tua tak bisa lagi menyelamatkan mereka.
Situasi semakin tegang ketika hewan pemangsa itu tak mau berhenti mengejar mereka. Saiki dan Kumala berusaha lari tanpa henti menghindari bayangan hewan pemangsa yang akan memakan mereka. Mereka tak lagi memperdulikan rasa lelah, meskipun langkah kakinya semakin terlihat lemah, dan akhirnya mereka terpojok di perhentian tebing jurang. Mereka tak bisa lari kemana-mana lagi. Mereka sudah terjebak.
Perlahan hewan pemangsa itu melihati mereka. Matanya tajam memandang calon mangsanya. Gigi-giginya yang tajam menyeringai di balik geramannya yang menakutkan. Keempat kakinya mulai beranjak mendekati mereka, dan ia sudah mempersiapkan kukunya yang tajam untuk merobek daging kecil mereka. Geraman terdengar semakin keras. Saiki dan Kumala terlihat pasrah. Mereka berpelukan dalam ketakutan menanti pemangsa itu mengakhiri hidup mereka. Namun tiba-tiba terdengar suara keriuhan tidak jauh dari sana, sehingga membuat takut sang hewan pemangsa. Borohan dan kawanannya telah sampai di sana, dan Borohan lega melihat Saiki masih aman tak terluka. Borohan memulai teriakannya lagi, lalu diikuti oleh kawanannya yang lain. Mereka berusaha menakut-nakuti hewan pemangsa itu sambil mengacungkan tombak batu, sehingga membuat sang pemangsa mundur dan takut.
Saiki dan Kumala terselamatkan, ketika hewan pemangsa itu pergi melarikan diri.
Borohan menghampiri Saiki dan Kumala, lalu menatap keduanya. Tangannya merenggut Saiki dan menariknya menjauhi Kumala, tapi Saiki menolak ikut dengan ayahnya, tanpa Kumala. Borohan tak punya pilihan lain, selain mengizinkan Kumala pulang bersama mereka.
***
My Dear Love
"Waktu itu, ketika kamu pertama kali melihat kehadiranku, aku sudah merasakan kamu. Sedari awal kita sudah ditakdirkan bersama dalam cinta dan lingkaran jodoh. Semesta akan selalu mempertemukan kita dengan caranya sendiri. Aku bahagia bisa menjadi bagian dari hidupmu, dan kamu akan selalu menjadi bagian dari hidupku."
Sedari awal ketika dunia ini ada, kita-lah sepasang cahaya yang bermain melayang-layang di permukaan laut. Kita tak pernah saling menjauh. Bila aku kehilanganmu, aku akan mencarimu. Itulah kita.
"Tahukah kamu, jika cahaya-cahaya itu sudah berubah menjadi jiwa penghuni tubuh? Itulah kita. Itulah takdir kita. Hidup kita akan menjadi sebuah perjalanan yang tak bertepi. Tubuh akan ada masanya mati, tapi tidak dengan jiwa. Dalam pengembaraan ini, aku akan selalu menemukanmu dan melanjutkan kisah kita. Sang waktu tak bisa mengurung cinta kita, tapi takdir akan selalu memampukan kita berdiri dan bergandengan tangan menempuh jalur waktu, ruang dan logika."
"Tahukah kamu, setiap kali aku dilahirkan dengan tubuhku yang baru, aku selalu merasa kehilangan dirimu. Aku mencarimu, tapi aku tidak menemukanmu. Ketika aku menemukanmu, tapi kamu tidak menyadari aku ada. Dan ketika aku menginginkanmu, kamu selalu menjauh."
"Tahukah kamu, setiap kali aku melihatmu di kehidupan lain, rasa rindu ini terobati. Setiap kamu menatapku, rasa bahagia ini membakar sanubariku. Setiap kamu menghampiriku, hatiku melemah. Dan setiap kamu memelukku, kelegaan ini membebaskan bebanku."
"Kekasihku, diriku tetap akan selalu sama, begitu juga dengan dirimu. Jiwa kita tak akan pernah berubah, begitu pula dengan cinta dan pertalian jodoh. Kekasihku, terkadang kita terjebak berada di ruang dan waktu yang salah, tapi percayalah aku akan selalu mengingatmu, meskipun kamu sering melupakanku. Setiap kali aku menyentuh bagian tubuhmu, aku merasakan nyata-mu di sana. Bagimu, mungkin semua ini akan sulit dipahami, dan sudah menjadi tugasku membuatmu mengerti."
***
Kehidupan selalu bergerak seiring dinamika. Banyak hal telah terjadi di muka bumi, begitu pula dengan cinta. Hidup menjadi semakin rumit, tapi roda zaman selalu berputar di porosnya. Meskipun mereka terlahir dalam wujud tubuh yang lain, mereka akan tetap menyatu.
Cinta itu sakti, karena ia sanggup mengikat dua hati.
Sang waktu sebenarnya lemah, karena ia tak sanggup membinasakan cinta.
Jiwa adalah yang paling kuat, karena ia sanggup memelihara cinta.
Raga boleh saja binasa dan akan habis di makan usia, tapi jiwa-jiwa yang terikat cinta akan selalu menemukan caranya sendiri untuk menyatukan diri.
Saiki dan Kumala sudah melepas raganya jutaan tahun yang lalu. Apa yang ada pada tubuh mereka telah hancur, berikut dengan tulang belulangnya, tapi jiwa mereka tidak mati. Cinta mereka yang telah terikat akan selalu hadir di setiap zaman dalam pondasi tubuh yang lain. Ikatan takdir akan selalu mengikat situasi pertemuan mereka. Meskipun awalnya mereka tak saling mengenal, namun lambat laun mereka akan sadar diri jika mereka pernah bersama dalam satu cinta.
Jodoh akan selalu mempertemukan dua insan yang mengikat cinta. Itulah takdir mereka para pecinta. Dalam kondisi apapun mereka akan dipertemukan. Dalam ruruntuhan batu mereka akan menyatu. Dalam riaknya air mereka akan mengalir. Itulah takdir dalam nama satu cinta.
Berbagai zaman telah dilewati, begitu pula dengan peradaban yang datang silih berganti. Cinta akan selalu ada dan abadi. Bagi mereka para pecinta, waktu seakan tak berarti karena meskipun mereka tua dan mati, tapi mereka akan selalu hidup kembali dalam kuasa naungan cinta sejati.
Di setiap peperangan kehidupan, jiwa Saiki selalu mencari Kumala. Dalam kesendirian, jiwa Kumala merindukan Saiki. Mereka tak pernah berhenti mencari, dan mereka akan selalu dipertemukan. Cinta memang tak gampang di mengerti, dan tak mudah juga di pahami, tapi percayalah akan selalu ada waktu untuk saling memahami.
Gejolak akan selalu ada. Banyak jiwa yang terlahir dalam tubuh yang baru, akan melupakan masa lalu. Hal itu tidak berlaku bagi para pecinta yang terikat jodoh, karena seberapapun jauhnya mereka terpisah, semesta akan selalu mempertemukan mereka dalam satu kondisi yang tak terduga dan tanpa mereka sadari ada.
***
My Dear Love
"Aku merasakan lagi hadirmu saat itu. Angin yang memberitahuku, dan rasa-ku yang terikat denganmu. Seperti yang sudah-sudah, aku yang selalu mencarimu, tapi kamu tak pernah merasakan “rasa” yang kurasakan ini. Kamu terlalu cepat pergi, dan aku terlalu lambat mengejarmu. Hari itu aku telah kehilanganmu, tapi aku takkan menyerah mencarimu dengan sisa asa-ku. Aku berada di tubuh kecil ini, begitupun kamu. Kita masih kanak-kanak, tapi percayalah cinta kita telah ada, karena cinta tidak mengikuti alur tubuh, tapi memainkan irama jiwa."
"Kekasihku, ketika aku merasakan hadirmu, rasa ini bergolak dalam hati. Semua yang ada disekelilingku terlihat seperti semu. Hanya kamu-lah satu-satunya yang nyata. Di saat itulah aku melihatmu berubah menjadi satu titik terpenting di ujung mataku. Mendadak kamu menjadi pusat perhatianku, dan rasa ini selalu berhasil menarikku untuk menghentikan langkah, lalu berbalik dan menatapmu."
"Kekasihku, mungkin aku yang terlalu mencintaimu, atau mungkin juga aku terlalu perasa. Aku tak bisa melepasmu di setiap alur hidupku. Aku terlalu terikat oleh rasa ini. Aku sedih. Aku merana. Aku kecewa. Aku tak bisa melepaskan diri darimu. Lingkaran jodoh ini terlalu erat mengikatku, tapi longgar mengikatmu, sehingga menjadi tugasku-lah mengingatkanmu jika aku ini ada."
***
My Dear Love
"Aku telah tumbuh, dan dalam tubuh dewasaku ini aku masih mencarimu, tapi hujan tak memberiku kabar tentangmu, apalagi sinar mentari. Angin pun diam, begitupula dengan awan. Di manakah dirimu, sang kekasih hati? Seandainya dedaunan kering ini bersaksi, mereka pasti sepakat mengatakan pada dunia betapaku sangat merindukanmu."
"Kekasihku, dengarlah deburan ombak dan bisikan angin malam, di situlah kamu akan merasakanku. Berbaringlah di rerumputan lunak, dan kamu akan merasakan sentuhanku."
"Kekasihku, dengarlah nyawa dari setiap kata rinduku, dan rasakan bisikan jiwa di dalamnya. Aku masih di sini. Jangan lupakan aku. Kembalilah padaku untuk mengulang kembali keindahan kita di masa lalu."
"Kekasihku, masih teringat di benakku saat kamu memelukku, membelaiku dan mencium keningku. Betapa indah saat-saat itu kurasakan sampai menembus batas khayalan. Hembusan nafasmu masih terasakan menerpa rambutku. Kamu begitu dahsyat di mata hatiku."
"Kekasihku, aku inginkan hadirmu saat ini, namun kamu tak pernah nampak. Kembalilah. Datangi aku lagi. Peluk aku lagi. Cium keningku lagi, supaya aku tahu kamu masih mengingatku dan merasakan cinta kita."
Waktu semakin melaju cepat. Dunia tidak muda lagi. Banyak yang berubah itu pasti, tapi tidak dengan kita. Percayalah, cinta akan selalu ada dan hidup abadi, karena cinta itu jugalah aku masih di sini mengharapkan datang mengetuk pintu hati. Aku akan membukanya dengan senang hati, lalu memelukmu erat penuh kehangatan. Aku akan menidurkanmu dalam buaianku, dan tidak akan melepasmu lagi meski kita terlanjur mati.
***
Dear My Love
Meskipun aku kehilanganmu, tapi aku masih beruntung bisa menatap wajahmu yang baru di kehidupan ini. Aku tahu siapa kamu, dan aku bisa mencarimu. Aku bersyukur satu pintu lagi telah terbuka dalam usahaku menemukanmu. Aku takkan menyerah mendapatkanmu, karena sejak semula hatimu adalah milikku, dan akan selalu menjadi milikku.
"Kekasihku, waktu itu jiwa-jiwa kita selalu dipertemukan dalam ikatan jodoh dan juga cinta, meskipun di setiap waktu kita berada di tubuh yang berbeda. Kita ditakdirkan berjodoh sedari awal kita bertemu, dan saat itu pandangan mata kita telah saling beradu tatap."
"Masih ingatkah kamu di suatu masa aku pernah melepasmu pergi berperang. Kamu adalah sosok ksatria sejatiku. Aku menunggumu lama dan berharap kamu akan kembali ke sisiku. Hatiku hancur ketika sadar harapanku telah sirna, kamu telah mati di medan laga. Aku sendirian menahan rindu yang meletup-letup dalam sanubariku. Aku tak kuasa menahan kesendirianku sendiri. Aku ingin bersamamu, meskipun aku harus meninggalkan raga ini. Di mana kamu berada, di situ pula aku harus ada. Itu harapku. Hidupku tak lagi indah bila kamu tidak hadir disisiku."
"Ingatkah kamu akan pengalaman hidup kita di masa lalu. Kamu berlari kearahku hanya untuk memelukku di saat bom itu dijatuhkan dari langit. Kamu ingin melindungiku, supaya tubuhku tidak hancur lebih dulu terkena hantaman bom. Kamu menjadi tamengku, dan tubuhmu hancur mendahuluiku. Aku menangis dalam pelukmu. Aku bahagia bisa menjalani waktu itu bersamamu. Aku dan kamu mati dalam pelukan cinta, lalu pengembaraan ini berlanjut di zaman baru dengan peradabannya yang baru. Aku menjadi orang lain, dan kamu pun begitu, tapi kita selalu bertemu untuk saling menyatukan asa dan cinta dalam satu lingkaran jodoh yang tak berujung pangkal."
"Kekasihku, tahukah kamu ketika aku mengingatmu akan selalu menyadarkanku betapa bahagianya hidupku. Cinta ini akan selalu menjadi penyemangatku menempuh alur hidup yang selalu terganti. Ingatkah kamu, di suatu masa kita pernah bahagia sampai akhir hayat. Anak cucu kita banyak, dan mereka menyayangi kita, lalu kita mati dalam kehangatan sayang mereka."
"Aku memelukmu, dan kamu balas memelukku. Aku ingat saat-saat terakhir kita menghembuskan nafas, kita saling beradu senyum dan kata indah, lalu memejamkan mata, dan akhirnya mati melepas jiwa."
"Kekasihku, aku tak ingin keluar dari lingkaran jodoh yang membelenggu kita. Biarlah saja lingkaran suci ini menjadi saksi kita menempuh setiap kehidupan, setiap zaman dan setiap peradaban."
"Ada masa-nya aku melupakanmu, tapi pada akhirnya aku akan mengingat semuanya tentangmu."
"Aku adalah jodohmu, dan kamu akan selalu menjadi pasanganku."
Inilah takdir kita sebagai insan pecinta.
***