Cerpen
Disukai
6
Dilihat
798
AMIRA
Horor

Lewat jam tengah malam, Amira masih berada di jalanan. Ia mengendarai mobilnya santai. Tak terbersit sedikitpun dalam benaknya, dalam beberapa menit ke depan hidupnya akan berubah, bersimbah darah. Sesekali matanya melihat kearah spion kaca mobil, dan Amira merasa sedang diikuti oleh sebuah mobil dibelakangnya. Hatinya mulai gusar. Amira sengaja memperlambat lagi laju mobilnya, dan seseorang di mobil belakang ikut memperlambat juga laju mobilnya. Amira kini mulai panik. Ia tancap gas mobilnya melaju kencang, dan mobil yang melaju dibelakang pun ikut melaju kencang seakan mengejarnya. Detak jantung Amira mulai tak terkendali, batinnya takut. Amira berusaha menghubungi seorang temannya di ujung ponsel, tapi ponselnya mati.

Rasa gelisah penuh ketakutan sudah membelenggu diri Amira. Ia tak lagi bisa konsentrasi mengemudikan mobilnya. Kedua matanya sibuk melihati kiri dan kanan, lalu beralih memperhatikan mobil dibelakangnya, berusaha mencari celah untuk lepas dari semua kekhawatiran hatinya. Lalu di satu titik celah matanya, Amira melihat ada seberkas cahaya dari mobil lain yang melaju berlawanan arah dengannya. Tangannya yang sudah gemetar, serentak panik, Amira membanting stir mobilnya ke kiri, lalu mobil itu oleng, dan menabrak pembatas jalan. Satu hal yang diingat Amira adalah benturan keras.

***

Tiba-tiba Amira tersentak dalam ruang sadarnya. Ia sudah tidak ada di jalanan itu lagi, melainkan di sebuah hutan lebat yang di dominasi gelap dan kengerian. Punggungnya menyender di salah satu batang pohon tua, keringat deras bercucuran, nafasnya masih ada, tapi berat. Amira sadar kalau dirinya masih hidup, tapi ketika ia mau beranjak, ia baru sadar kedua kakinya sudah tak ada, terpotong dari lutut ke bawah. Amira kaget luar biasa. Amira tak bisa menemukan potongan kedua kakinya. Hatinya semakin gelisah, dan raga-nya kini mulai merasakan sakit luar biasa.

Amira harus membawa raga-nya pergi dari area itu. Dengan sisa tenaga yang ada, Amira menggunakan kedua sikut lengannya untuk berpindah.

Seperti seekor ular yang sedang menjalar, Amira memindahkan dirinya sendiri.

Lidahnya kelu dan mulutnya kaku, Amira berusaha teriak meminta pertolongan, tapi bumi seperti diam dan tak perduli. Tak ada lagi sosok bernyawa selain dirinya ditempat itu, sebuah tempat dimana sepi menjadi penguasa, dan kengerian adalah ratunya.

Amira mulai menyerah, semangatnya sudah habis terkuras karena kelelahan. Ia ingin sekali mati, tapi jiwa-nya tak pernah mau keluar dari raga-nya. Samar-samar Amira melihat ada sosok perempuan bergaun hitam menghampirinya. Di tengah gelapnnya hutan, sosok misterius itu memakai payung hitam. Wajahnya selalu tertunduk, sosok inilah yang disebut Jezebeth, iblis betina yang terlahir dari kengerian. Jiwa yang rapuh adalah makanannya. Teror adalah ayahnya, dan sadis adalah ibunya.

Ketika jaraknya cukup dekat dengan Amira, sosok itu mendekatkan wajahnya pada wajah Amira. Mendadak Amira kaget bercampur rasa takut yang begitu besar, “Siapa kamu?” tanya Amira sambil memundurkan raga-nya.

“Jangan takut.” jawab Jezebeth, “Aku akan menolong kamu.”

“Bawa aku pergi dari sini. Please.” kata Amira, memohon.

“Menolongmu adalah perkara mudah bagiku, Amira.” tegasnya, “Tapi apakah kamu tidak ingin tahu, kenapa kamu bisa berada disini, dan kenapa kedua kakimu hilang?”

“Kenapa?” balas Amira.

Jezebeth menengadahkan wajahnya, dan tampaklah wajahnya yang begitu pucat, seperti tak punya darah. Tatapan matanya tajam, seperti tak bernyawa, tapi hidup. Ia mempunyai jantung, tapi tak berdetak. Ia bernafas, tapi kosong. Ia hidup, tapi sebenarnya mati.

“Ikut aku!” kata Jezebeth sambil mengulurkan tangannya yang kering pada Amira. “Pegang tanganku, dan rasakanlah.”

Di sela rasa putus asa-nya, Amira tak punya pilihan lain, dan perlahan namun pasti tangannya mulai menyambut tangan Jezebeth, dan dalam sekejap mereka sudah tak ada lagi di area itu, hilang dalam senyapnya malam.

***

Ada sosok laki-laki mengeluarkan tubuh Amira dari mobilnya. Ia membaringkan Amira di aspal jalanan. Ia berusaha menyadarkan Amira dari pingsannya, tapi tak bisa. Laki-laki itu beranjak masuk kembali ke dalam mobil yang sudah porak-poranda, mencari kedua kakinya Amira yang terpotong sejak masih di dalam mobil. Ia menemukannya. Nafasnya tersengal-sengal, tangannya gemetar ketika memegang kedua kaki perempuan yang sudah terpotong.

Amira membuka matanya, dan sosok Jezebeth ada disampingnya, melihati laki-laki itu dengan tajam.

“Lihatlah lelaki itu. Dia sedang asik memakan kedua kaki-mu.” kata Jezebeth lebih dekat ke telinganya Amira. “Kamu tidak boleh membiarkan semua ini terjadi. Balaskan dendam-mu! Luapkan amarahmu! Bunuh lelaki itu, karena dia sudah memakan kaki-mu.”

Detak jantung Amira terdengar semakin garang. Ia menatap lelaki itu seperti sedang memakan kedua kakinya dengan rakus. Posisi lelaki itu membelakangi Amira. Terdengar samar-samar suara gemeretak giginya ketika berbenturan dengan tulang kaki Amira. Darah segar berceceran disekitarnya. Bau amis tercium di hidungnya Amira. Lelaki itu tak sadar dengan keberadaan Amira disana.

“Lampiaskan amarahmu! Bunuh dia!” suara Jezebeth kini mulai menyentuh hatinya Amira.

Amira mengambil sebuah besi berujung tajam, lalu menghampiri lelaki itu. Jezebeth menyeringai, dan tak henti-hentinya bicara mempengaruhi Amira, “Bunuh dia. Bunuh! Jangan ragu, Amira. Kamu layak membalaskan amarahmu. Jangan takut. Bunuh!” 

Lelaki itu berbalik melihat ke belakang, ketika Amira sudah persis ada dibelakangnya. Lelaki itu terkejut melihat Amira yang siap menghujamkan besi berujung tajam itu tepat ke tenggorakan lelaki itu.

“Mati kamu, kanibal.” teriak Amira, seraya menghujamkan besi itu di tenggorokan lelaki itu. Jezebeth berhasil, ia menyeringai licik, merasa menang.

Lelaki itu tergolek lemas, darahnya mulai habis keluar dari tenggorokannya yang bolong. Nafasnya kian berat, dan akhirnya mati. Amarah Amira tak habis sampai disana, dendamnya masih tersisa, dan di tengah rasa frustasinya Amira mulai membalaskan dendamnya memakan kaki si lelaki itu, meskipun si lelaki itu masih dalam keadaan bernyawa. Kengerian mulai melanda area itu. Kondisi kian mencekam. Lelaki itu teriak dengan sisa nafas yang ada, lalu akhirnya mati.

Amira merasa menang, dan batin serta raga-nya mulai terpuaskan mengunyah sedikit demi sedikit daging itu. Sesekali Amira menjilati bercak darah disekitaran telapak tangannya. Terasa nikmat dikecap lidahnya. Ntah kenapa Amira merasakan sensasi yang luar biasa.

Jezebeth masih disana, dan selang beberapa menit kemudian, dua orang polisi yang sedang berpatroli melihatnya.

“Hey!” teriak salah seorang polisi, menyadarkan Amira.

Mereka kaget ketika Amira berbalik melihat mereka. Wajahnya dipenuhi darah segar. Ada serpihan daging di sela-selanya. Kedua polisi itu gemetar sambil mengacungkan senjata kearah Amira yang hanya terpaku diam melihati mereka.

Amira mengalihkan sebentar perhatiannya ke lelaki yang sudah tak bernyawa itu, dan akhirnya ia melihat kenyataan. Lelaki tak bernyawa itu sebenarnya adalah penolong sesungguhnya Amira. Ketika kecelakaan itu terjadi, ia turun dari mobilnya yang tepat berada dibelakang mobilnya Amira, lalu bergegas mengeluarkan tubuh Amira dari sana. Kedua kakinya Amira sudah terpotong, ketika tabrakan itu terjadi. Mocong depan mobilnya Amira rusak parah.

Apa yang dilihatnya tadi berlawanan dengan kenyataan. Lelaki itu tidak memakan kedua potongan kakinya Amira. Jezebeth-lah yang memperdaya pandangan Amira.

Kini semua sudah terlambat. Amira tak punya pilihan selain mengakhiri hidupnya. Ia sengaja menyeringai didepan kedua polisi, lalu berusaha menyerang mereka.

Satu tembakan peluru yang tepat mengenai tempurung kepala Amira, berhasil membuatnya jatuh terkulai, mati seketika.


Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)