Flash
Disukai
6
Dilihat
15,828
Poligami
Drama

Kamari masuk televisi. Saat itu ia usai mengikuti sebuah seminar. Kru sebuah stasiun televisi mewawancarinya, meminta pendapat Kamari tentang poligami yang dibahas dalam seminar. Agak grogi, Kamari menjawab semua pertanyaan dari reporter cantik berbulu mata lentik.

Kamari pulang. Rumah sepi. Seruni tentu masih di kampus. Kamari masuk kamar dan mendapati Sarinah, istrinya, berbaring miring memeluk guling di ranjang. Mata Sarinah terpejam.

“Tumben jam segini tidur?” tanya Kamari, duduk di tepi ranjang dan menyentuh lengan Sarinah. Kamari melirik jam di dinding kamar. Pukul 16.30.

Tanpa membuka mata dan tanpa menoleh, Sarinah menjawab, “Aku sakit.”

“Mana yang sakit, biar kupijat. Kakimu?” sahut Kamari, lalu memijat lembut kaki Sarinah.

“Bukan tubuhku yang sakit. Tapi hatiku!”

Sarinah membalikkan badan. Matanya memerah dan basah. Sarinah beranjak dari ranjang, membanting guling ke lantai, dan berdiri di depan Kamari dengan tatapan garang.

“Kalau kamu mau kawin lagi, sampai mati pun tak akan kuizinkan!”

Sarinah keluar kamar. Membanting pintu keras-keras. Jder!

Kamari berdiri termangu. Pikirannya penuh tanya.

Sarinah mengurung diri di kamar Seruni. Tak ada masakan di meja makan. Pakaian kotor menumpuk di dekat mesin cuci. Piring, gelas, sendok, garpu, mangkuk kotor, berserakan di dapur.

Malam pun tiba. Kamari meminta Seruni menyiapkan makan malam. Tetapi gadis 19 tahun itu hanya bisa memasak mi instan. Tak apalah, yang penting Kamari bisa makan malam. Kamari juga meminta Seruni untuk menyelidiki apa yang terjadi dengan Sarinah.

Kamari duduk menunggu di ruang kerja. Di depannya, laptop telah menyala. Kamari akan menyusun laporan hasil seminar. Tetapi ia menundanya dengan dada berdebaran dan pikiran gagal fokus. Pintu ruang kerjanya terbuka. Seruni berdiri di ambang pintu dengan mata menyala.

“Benar, papa mau kawin lagi?”

Kamari terhenyak. Perihal itu lagi. Tadi siang Sarinah yang mengucapkannya, malam ini Seruni yang mengulangi.

“Ini ada apa sebetulnya?”

“Kalau papa mau kawin lagi, sampai mati pun Seruni gak rela!”

Seruni keluar dari ruang kerja Kamari. Membanting pintu keras-keras. Jder!

Kamari duduk termangu. Pikirannya penuh tanya.

***

Kamari menyusuri lorong gedung Sekretariat Daerah Kabupaten X. Beberapa rekan kerja berpapasan dengannya. Rekan-rekan kerja pria tersenyum-senyum dan melontarkan kalimat-kalimat canda. Rekan-rekan kerja wanita menatap curiga dan tersenyum sinis padanya.

Kamari masuk ke ruang Kesra. Kamari menempelkan jempol kanan di mesin presensi, lalu langsung menuju ke ruang Kepala Bagian.

“Oh, silakan masuk, Pak Kamari,” sambut Pak Hasbullah.

“Maaf, saya terlambat, Pak.”

“Oh, tidak. Saya yang datang terlalu awal,” sahut Pak Hasbullah tersenyum.

Kamari duduk, lalu menyerahkan laporan seminar dan setumpuk makalah seminar tentang poligami. Kemarin, Kamari mewakili Pak Hasbullah menghadiri seminar itu di Hotel Asmara. Pak Hasbullah berhalangan hadir karena ada acara lain.

Pak Hasbullah membuka-buka dan membaca beberapa saat laporan itu.

“Bagus laporan ini, Pak Kamari. Pak Kamari punya bakat jadi penulis.”

“Terima kasih, Pak.”

“Oh, ya, komentar Pak Kamari di televisi itu atas nama pribadi, bukan?” tanya Pak Hasbullah.

“Ya, Pak. Komentar pribadi,” jawab Kamari mengangguk.

“Syukurlah. Kalau atas nama lembaga, saya bisa repot.”

“Repot bagaimana, Pak?”

“Saya memang tidak menonton siaran langsung itu. Tapi videonya sudah menyebar di YouTube. Apa Pak Kamari belum lihat? Ada di YouTube lo, Pak?”

Kamari tertegun dan menggeleng.

***

Jam istirahat, Kamari tidak ke kantin. Ia memanfaatkannya untuk mengakses internet di komputer kantor. Kamari membuka YouTube. Pada kolom pencarian, Kamari mengetik: Seminar Poligami. Dalam hitungan sepersekian detik, wajah Kamari tampil menjadi sampul pada gambar preview sebuah video. Kamari mengklik video itu.

Dada Kamari berdebaran dan tubuh gemetar. Matanya tiada berkedip menonton video berdurasi 2.45 menit itu. Pada detik-detik terakhir video itu membuat tubuh Kamari semakin gemetar.

“Jadi, Bapak siap melakukan poligami?” suara reporter wanita itu terdengar jelas di telinga Kamari.

“Kalau istri mengizinkan, saya siap!” suara dan ekspresi Kamari tampak tegas dalam video itu. Video berhenti berputar.

Kamari duduk termangu. Tangannya gemetar memegang mouse. Ia mematikan komputer. Pikiran Kamari tak menentu. Ia mencoba mengingat peristiwa wawacara kemarin. Ah, bagaimana ia bisa mengucapkan hal itu dalam wawancara itu? Kamari tidak ingat bila ia mengucapkan, “Kalau istri mengizinkan, saya siap!”

Kamari gugup saat wawancara kemarin. Ia kesulitan mengontrol pikiran dan lidahnya bergerak di luar kesadarannya. Kamari juga tidak tahu bila saat itu ia sedang siaran langsung.

Kamari menghela napas. Ia beranjak dari meja kerjanya, lalu menuju ruang Kepala Bagian. Kosong. Kamari bergegas meninggalkan ruang Kesra. Melalui WA saja ia akan meminta izin Pak Hasbullah untuk pulang lebih awal.

Kamari harus cepat menemui Sarinah. Kamari akan menjelaskan, bahkan akan bersujud di hadapan Sarinah dan bersumpah, “Hanya kamu pendamping hidupku, Sarinah.”

***SELESAI***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)