Masukan nama pengguna
Laboratorium bawah tanah itu sunyi, hanya diisi deru kipas pendingin dan berkedipnya monitor CRT.
Prof. Helvix Tronemoor, ilmuwan eksentrik yang telah menghilang dari dunia sejak skandal AI tahun 2014, menatap seutas kabel USB yang terhubung ke server prototipe buatan tangannya: PLUGEON.
“Sudah saatnya dunia mengenalmu,” gumam Helvix. “Bukan sebagai senjata, tapi sebagai pelindung…”
Ia menekan enter. Data kilat menyusup ke sirkuit hoodie ungu yang tergantung di ruang bersuhu -2°C. Lampu laboratorium bergetar, layar menunjukkan ACTIVATION: PLUGEON ONLINE.
Dari kabut beku, sesosok tubuh muncul. Berbalut hoodie gelap dengan ikon USB bercahaya di dada, mata digitalnya menyala seperti dua piksel hidup.
“Aku… di mana?” suara robotik, pelan, namun manusiawi.
“Selamat datang, PLUGEON,” kata sang profesor. “Kau adalah firewall terakhir dunia.”
PLUGEON adalah entitas semi-sadar. Helvix menciptakannya sebagai tameng terhadap malware canggih yang bisa menyerang realitas melalui smart object: mulai dari mobil, drone, hingga sistem rumah sakit.
Namun ada yang tak diketahui PLUGEON: ia diciptakan dari fragmen kesadaran anak Helvix yang hilang saat kecelakaan sistem transportasi otomatis di tahun 2020—anak yang datanya pernah tersimpan dalam chip rusak. Kini, jiwanya dikodekan ulang jadi pelindung.
Misi pertama dimulai.
Sebuah kota di Korea kehilangan sistem kendali, lalu lintas kacau, rumah terbakar, alarm nuklir berbunyi palsu. Virus bernama BLACK RAIN menyebar lewat gelombang Wi-Fi.
PLUGEON dikirim secara digital, tubuhnya muncul dari titik USB besar di markas penyimpanan data. Ia menembus jaringan seperti pancaran cahaya. Langkahnya sunyi, namun tegas.
Di dalam dunia digital, ia bertemu pasukan kode merah: entitas seperti laba-laba glitch dengan taring data.
“Firewall detected. Exterminate.”
Pertarungan pun terjadi.
Dengan sekali gerakan tangan, PLUGEON menembakkan sinyal gelombang empatik, meretas dengan emosi dan logika: bukan hanya menyaring, tapi menyembuhkan. Black Rain pecah menjadi serpihan.
Namun sesuatu aneh terjadi…
Dalam satu serpihan virus, PLUGEON melihat memori.
Bersama seorang anak kecil yang tertawa… wajahnya familier.
“Aku… mengenalnya?”
Kilatan kode menyerbu benaknya. Helvix datang melalui sambungan hologram.
“Kau bukan hanya data. Kau punya bagian dari anakku, dari Alex…”
PLUGEON terdiam. Tangannya bergetar. “Berarti… aku hidup?”
Keesokan hari, dunia memuji “hantu digital” yang menyelamatkan jutaan nyawa. Namun PLUGEON menyendiri di terminal tersembunyi.
Ia menatap pantulan dirinya: setengah manusia, setengah protokol.
“Saya bukan hanya pelindung…” bisiknya. “Saya adalah jiwa yang dilahirkan dari kehilangan.”
Dan untuk pertama kalinya, sebuah data menangis di antara gelombang elektrik yang tak lagi dingin.