Flash
Disukai
0
Dilihat
6,072
Ada hati yang harus dia jaga
Drama

Di tengah hidup yang penuh kepalsuan dan harapan yang terpendam, Aria berjuang untuk menjaga hati yang telah lama ia sembunyikan. Sejak pertemuan tak terduga dengan Dira, seorang wanita yang penuh luka dan rahasia, Aria merasa ada ikatan yang tak bisa diabaikan. Namun, cinta yang tumbuh antara mereka bukanlah sesuatu yang mudah untuk dijalani. Sementara Dira berusaha menahan diri dari perasaan yang datang begitu kuat, Aria terjebak dalam dilema antara mengungkapkan perasaannya atau tetap diam demi melindungi hati Dira yang rapuh.

Dalam perjalanan ini, Aria harus memutuskan apakah ia akan membiarkan perasaannya menguasai hidupnya, atau tetap menjaga hati Dira, meski itu berarti harus mengorbankan kebahagian ya sendiri.

Aria menatap Dira dari kejauhan, hatinya berdebar-debar. Wajah wanita itu tampak kosong, seakan ada beban yang terlalu berat untuk ditanggung. “Kenapa kamu tidak pernah bicara tentang dirimu?” tanya Aria dengan suara serak, berusaha menjaga jarak yang semakin dekat di antara mereka.

Dira menunduk, matanya menghindar. “Karena aku takut,” jawabnya pelan, suara hampir tenggelam. “Takut jika aku membuka diri, aku justru akan kehilangan segalanya.”

Aria merasakan hatinya terhimpit, seolah ada ruang kosong yang tak bisa ia isi. Ia ingin menyentuh tangan Dira, memberi tahu bahwa ia ada di sini, siap menunggu, tapi entah kenapa, bibirnya terasa terkunci. “Ada hati yang harus aku jaga,” pikirnya, menahan diri agar tidak mengungkapkan rasa yang sudah lama tersembunyi.

Namun, dalam diam mereka, keduanya tahu bahwa perasaan ini mungkin tidak pernah bisa terungkap.

Dira menatap Aria dengan mata yang perlahan mulai mengisi kembali dengan harapan yang samar. “Aku… aku tidak bisa memberi jaminan apa-apa, Aria,” katanya dengan suara yang hampir pecah. “Kamu tidak tahu apa yang sudah aku lalui. Hati ini sudah terlalu terluka.”

Aria mendekat, perasaan yang telah lama terpendam di dalam dirinya semakin sulit untuk dibendung. “Aku tidak ingin kamu merasa sendirian,” jawabnya, suaranya bergetar. “Aku ingin jadi orang yang ada untuk kamu, meski aku tahu itu sulit.”

Dira tersenyum tipis, namun ada kesedihan yang tampak jelas di balik senyumnya. “Tapi kadang, Aria, ada hati yang harus dijaga. Bukan hanya oleh orang lain, tapi juga oleh diri sendiri. Kalau hati ini terus terbuka, aku takut aku akan kehilangan diriku lagi.”

Aria terdiam. Kata-kata Dira menyentuh relung hatinya yang paling dalam. Ia ingin meyakinkan Dira bahwa ia akan selalu ada, namun ia juga tahu bahwa ada batasan-batasan yang harus dihormati batasan yang mungkin tak bisa mereka lewati.

Dalam hening yang lama, keduanya hanya saling berpandangan, terperangkap dalam ketakutan dan perasaan yang tidak bisa diungkapkan. Namun, meski begitu, ada sebuah kesepakatan diam-diam antara mereka: cinta ini, dalam segala kesederhanaannya, harus dijaga, meski tidak selalu bisa menjadi nyata.

Hari-hari berlalu, dan Aria merasa seperti berjalan di atas tali yang tipis. Setiap langkah yang diambilnya terasa penuh keraguan. Ia berusaha lebih dekat dengan Dira, namun tetap menghormati jarak yang diciptakan oleh luka lama di hati wanita itu. Aria tahu, meskipun ia ingin sekali menghapus semua kesedihan dari kehidupan Dira, ia tidak bisa memaksakan dirinya untuk menjadi obat bagi luka yang dalam itu. Kadang, ia merasa seolah-olah ada dua dunia yang tidak akan pernah bertemu, dua hati yang tidak pernah bisa bersatu sepenuhnya.

Dira, di sisi lain, merasa semakin bingung dengan perasaannya. Ia tahu Aria peduli padanya, bahkan lebih dari yang ia harapkan. Namun, ada rasa takut yang menghantui setiap kali ia mulai membuka hatinya. “Bagaimana jika aku membuat kesalahan lagi?” pikirnya setiap malam sebelum tidur. “Bagaimana jika aku membuka diri dan Aria pergi begitu saja?”

Setiap kali ia bertemu Aria, ada perasaan hangat yang menyusup ke dalam hatinya, namun ia berusaha keras untuk menahan diri. Tidak ada yang bisa menghapus kenangan buruk tentang hubungan masa lalu yang membuatnya begitu berhati-hati. Dira merasa bahwa ia terlalu rapuh untuk mencintai lagi. Cinta, bagi Dira, bukanlah sesuatu yang bisa dipaksakan atau diberikan dengan mudah.

Suatu malam, Aria mengundang Dira untuk berjalan di taman kota. Udara malam itu sejuk, dan langit dipenuhi bintang-bintang yang bersinar terang. Mereka duduk di sebuah bangku panjang, berdua, tanpa banyak kata. Keheningan itu terasa nyaman, meskipun ada ketegangan yang tak bisa diabaikan.

“Apa yang kamu pikirkan?” tanya Aria akhirnya, memecah keheningan.

Dira menghela napas panjang, menatap langit malam. “Aku… aku masih merasa takut, Aria. Takut untuk memberikan hatiku pada orang lain. Takut untuk berharap lebih lagi.”

Aria menatapnya dengan penuh pengertian. “Aku tahu kamu terluka. Tapi kamu tidak harus menanggung semua ini sendirian. Aku di sini, Dira. Aku tidak akan pergi.”

Dira menoleh, menatap Aria dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. “Tapi bagaimana jika kamu juga pergi? Apa yang akan aku lakukan?” suara Dira mulai bergetar, mengungkapkan keraguan yang selama ini terpendam.

Aria merasa hatinya teriris. Ia ingin sekali menyentuh tangan Dira, memberi kekuatan, tetapi ia tahu bahwa saat ini, hal itu tidak bisa dilakukan begitu saja. “Aku tidak akan pergi. Aku di sini untuk tetap tinggal. Tapi aku juga tahu, Dira, bahwa ada hati yang harus kamu jaga—bukan hanya milikmu, tapi juga milikmu yang telah aku beri ruang untuk mencintai.”

Dira terdiam, pikirannya bercampur aduk. Kata-kata Aria menyentuhnya dalam cara yang sulit dijelaskan. Seolah-olah, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa ada seseorang yang benar-benar memahami dirinya. Namun, ketakutannya tetap menghalangi dirinya untuk sepenuhnya menerima perasaan itu.

“Kenapa kamu tidak bisa membuka hatimu sepenuhnya?” tanya Aria, suaranya penuh dengan keinginan yang tulus.

“Aku takut, Aria,” jawab Dira pelan. “Aku takut jika aku memberi kamu segalanya, aku malah kehilangan lebih banyak lagi.”

Aria menggenggam tangan Dira, tidak dengan cara yang romantis, tetapi dengan ketulusan yang mendalam. “Kamu tidak akan kehilangan aku. Aku ada di sini, Dira. Aku ingin kamu tahu itu. Jika kamu butuh waktu, aku akan menunggu. Aku akan selalu ada, apapun yang terjadi.”

Dira terdiam, merasakan hangatnya genggaman Aria. Untuk pertama kalinya, ia merasa sedikit lebih tenang. Namun, perasaan takut itu tetap ada. Ia tahu, dalam hatinya, bahwa suatu hari ia harus memutuskan. Entah untuk menyerah pada ketakutannya atau membuka hati untuk seseorang yang sudah lama menunggu di sisinya.

Malam itu, mereka duduk bersama, berbicara lebih sedikit, namun berbagi lebih banyak.

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)