Flash
Disukai
1
Dilihat
17,366
Nanti Kami Akan Kabarin Lagi
Drama

"Nanti kami akan kabarin lagi."

Janji para HRD itu. Namun, sudah berminggu-minggu berselang, tak satu pun yang memberikanku kabar. Aku lelah menunggu sampai berada di titik bahwa mendapat kabar buruk sekalipun adalah sebuah kabar baik. Setidaknya sebuah kepastian bahwa aku tidak diterima kerja bisa meredakan pergolakan antara harapan dan keputusasaan yang menggerogoti pikiranku.

Rasanya berbagai jalan sudah kucoba, tetapi semuanya memintaku untuk menunggu. Tabunganku sudah habis untuk mencetak dan fotokopi lembaran ijazah, CV, surat lamaran kerja, dan berkas-berkas lainnya yang bisa 'menjual' diriku. Di tengah kebingungan, aku melihat jalan gelap yang selama ini kuhindari. Di sana, seorang teman lama menawarkanku sebuah kesempatan.

Lantaran kupikir tidak akan bisa jatuh lebih dari ini, maka aku terima tawaran itu. Temanku membawaku menemui atasannya. Tanpa banyak wawancara, akhirnya aku diterima kerja oleh mereka. Ternyata benar apa kata orang-orang, untuk bisa mendapatkan kerja, kita butuh kenalan orang dalam.

Pekerjaan baruku ini mudah, hanya mengantarkan paket ke seseorang. Mereka tidak memberitahuku apa isi paketnya. Mereka hanya memberitahuku untuk hati-hati dan jika sesuatu di luar SOP terjadi, segera hubungi mereka.

Aku pun mulai mengantarkan paket-paket itu. Melihat dari kondisi para penerimanya, aku bisa menebak barang apa yang sebenarnya aku antarkan ini. Aku merasa bersalah telah membuat hidup mereka rusak. Namun, jika aku tidak melakukan pekerjaan ini, hidupku yang akan rusak. Saat tinggal satu paket lagi, tiba-tiba aku mendapatkan panggilan telepon dari salah satu perusahaan yang aku pernah lamar. Mereka bilang aku diterima kerja.

Aku pun memutuskan untuk putar arah kembali ke kantor, dan akan mengajukan resign. Tak apa jika nanti aku tak mendapat upah dari pekerjaanku hari ini, yang penting aku juga terbebas dari risikonya. Namun, di tengah jalan pulang, aku dihadang razia. Belum sempat balik arah, salah satu polisi menyuruhku untuk menepi.

Polisi itu hanya menanyakan kelengkapan surat-suratku, tetapi rasa panik membuatku selalu melirik ke arah paket terakhir yang ada di belakang jok. Polisi mulai curiga dan menanyakan soal paket itu. Rasa panikku memuncak, tanganku siap menancap gas, tetapi tangan polisi lebih cepat mencabut kunci motorku. Aku pun sontak berlari kabur. Polisi berteriak menyuruhku berhenti, aku berlari semakin menjadi-jadi.

Polisi itu tetap mengejarku meskipun aku sudah berlari melewati gang-gang sempit, menerobos kebun warga, dan terjun ke sungai. Saat polisi itu tidak melihatku, Aku masuk ke bawah jembatan dan bersembunyi di sana. Di atas aliran sungai kecil yang penuh sampah itu aku meringkuk ketakutan. Lebih takut dari saat aku luntang-lantung tak punya masa depan. Kali ini, aku bisa melihat masa depanku dengan jelas, mendekam di balik jeruji besi.

Aku menelepon temanku, melaporkan kejadian ini dan meminta pertolongan. Temanku menyerahkan telepon pada Bos. Bosku berbicara mencoba menenangkanku, menyuruhku untuk menunggu, lalu dia menutup telepon selepas berkata,

"Nanti kami akan kabarin lagi."

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (4)