"Dirapihin."

Jawabku tiap kali duduk di bangku pangkas rambut itu. Lalu beberapa menit kemudian, aku melihat diriku yang berbeda di hadapan cermin dan aku tersenyum bahagia. Namun begitu aku sampai di rumah dan melihat kembali diriku di cermin, senyum itu pun sirna.

Aku sudah mencoba beberapa tempat yang berbeda, tetapi semua hasilnya sama. Aku punya tiga teori untuk menjawab misteri ini. Teori pertama, pangkas rambut itu memakai cermin berteknologi canggih dengan filter yang membuat refleksi diriku menjadi terlihat lebih tampan. Teori kedua, air semprotan yang mereka gunakan berasal dari mata air mistis yang khasiatnya akan hilang setelah beberapa jam. Teori ketiga, mereka melakukan keduanya.

Sebenarnya aku punya teori keempat. Mungkin ini adalah teori yang paling tepat, tetapi aku takut mengakuinya. Mengakui bahwa ketika rambutku dipangkas, sebenarnya di dalam lubuk hatiku, aku berharap masalah-masalahku juga ikut terlepas. Diriku yang kuanggap terbebas dari masalah-masalah itu adalah yang kulihat di cermin. Namun ketika sampai di rumah, aku baru sadar bahwa masalah-masalah itu masih ada.

Orang tua yang terus menasehatiku untuk segera mengambil cicilan rumah, atasan yang tidak berhenti menelepon menagih pekerjaan yang di luar tanggungjawabku, dan kekasih yang senantiasa mengirimkan pesan mengancam untuk putus jika aku tidak segera meminangnya.

Setiap kali pusing memikirkan semua itu, aku selalu mengacak-acak rambut panjangku. Mungkin alam bawah sadarku berpikir dengan memangkas rambutku masalahnya akan selesai. Namun ketika aku kembali ke rumah dan menatap cermin, aku melihat kenyataan bahwa rambut pendekku hanya membuatku tampil lebih gagah, tetapi tidak menjadikanku lebih berani menghadapi masalah.

Mungkin di atas bangku pangkas rambut itu, aku bukan menjawab pertanyaan gaya rambut apa yang aku inginkan, melainkan itu adalah suara hatiku yang berusaha memberitahu apa yang seharusnya aku lakukan pada hidupku. Aku akan bisa benar-benar tersenyum jika semua kekacauan ini bisa...

"Dirapihin."