Flash
Disukai
3
Dilihat
15,982
Liontin Si Anak Kembar
Drama

Margot dan Martha adalah anak kembar. Ibu mereka telah meninggal saat melahirkan mereka. Tinggallah dua bayi mungil nan cantik itu bersama ayah mereka. Tetapi tak lama kemudian ayah mereka juga meninggal karena sakit malaria.

“Kasihan Margot dan Martha. Bayi-bayi yang malang. Tak satu pun penduduk kampung miskin ini mampu mengasuh mereka. Apa yang harus kita lakukan?” kata kepala kampung.

“Besok aku akan berkunjung ke rumah saudaraku di kota. Akan kukabarkan berita ini pada orang-orang kota. Kuharap ada orang kaya yang terketuk hatinya untuk mengasuh Margot dan Martha,” sahut seorang penduduk bernama Hertog.

“Kuharap juga begitu,” kata kepala kampung. “Tetapi sebelumnya aku akan memberikan masing-masing sebuah liontin pada Margot dan Martha.”

Kepala kampung telah membuat dua liontin dari batu gunung yang diasah hingga mengkilap. Masing-masing liontin itu dikaitkan dengan kalung kulit lembu. Margot dan Martha tampak cantik mengenakan kalung berliontin batu gunung itu.

Keesokan harinya, Hertog berangkat ke kota. Ia bercerita pada saudara dan kenalannya perihal Margot dan Martha. Usahanya membuahkan hasil. Ada dua keluarga kaya raya yang berniat mengasuh Margot dan Martha. Dua keluarga itu segera pergi ke kampung.

“Bila Margot dan Martha telah berusia 17 tahun, kuharap kalian mau menjelaskan jati diri mereka. Liontin ini biarkan menghiasi leher mereka,” begitu pesan kepala kampung pada dua keluarga kaya itu.

Perpisahan pun terjadi. Margot tinggal bersama keluarga Pak Hanibal. Martha tinggal bersama keluarga Pak Jonathan. Karena sesuatu hal, Pak Jonathan pindah ke kota lain. Kini, anak kembar itu hidup di kota yang berjauhan.

***

Kini Margot telah berusia 17 tahun. Ia telah menjelma sebagai gadis cantik. Pak Hanibal sangat menyayanginya, selalu menuruti semua permintaan Margot. Tetapi Margot tetap rendah hati, meski memiliki orangtua kaya raya. Hal itu membuat Pak Hanibal dan Bu Hanibal tambah sayang pada Margot.

Margot gemar menunggang kuda. Ia rajin berlatih karena akan mengikuti perlombaan pacuan kuda. Para penunggang kuda terbaik dari seluruh negeri akan hadir dalam perlombaan itu.

“Ulang tahun ke-17 Margot telah berlalu. Sedangkan aku belum memenuhi janjiku untuk memberitahukan jati diri Margot,” kata Pak Hanibal pada Bu Hanibal, suatu hari.

“Tunda dulu pemenuhan janjimu, Pak. Setidaknya sampai perlombaan selesai,” saran Bu Hanibal.

Tibalah hari perlombaan pacuan kuda. Seratus penunggang kuda dari negeri itu telah datang dan siap berlomba. Mereka mengikuti tahapan perlombaan dengan penuh semangat. Ada yang menang, ada yang kalah.

Akhirnya terpilih sepuluh penunggang kuda yang masuk babak final, termasuk Margot. Gadis itu memacu kudanya sekencang mungkin, hingga akhirnya jadi juara.

Seorang peserta mendekati dan berkenalan dengan Margot. “Namaku Martha. Senang bisa berlomba dengan penunggang kuda sehebat kamu,” kata gadis bernama Martha itu.

“Terima kasih. Namaku Margot,” sahut Margot.

Sejenak kedua gadis itu sama-sama terkejut. Mereka seperti sedang menatap cermin.

“Wajahmu mirip sekali dengan wajahku,” kata Martha.

“Kau benar. Ini seperti mimpi,” sahut Margot.

Seorang wartawan mendekati mereka.

“Wajah kalian sangat mirip. Apa kalian bersaudara?” tanya wartawan.

“Entahlah,” sahut Margot. “Setahuku, aku adalah anak tunggal keluarga Hanibal.”

“Begitu pula aku,” Martha menimpali. “Setahuku, aku adalah anak tunggal keluarga Jonathan.”

“Sungguh ajaib,” kata wartawan. “Bagaimana perasaan kalian bila seandainya kalian bersaudara?”

“Sangat menyenangkan. Aku bahagia bila punya saudara sehebat Margot,” jawab Martha.

“Begitu pula aku,” sahut Margot.

“Selamat untuk kalian. Semoga kalian berbahagia,” kata wartawan.

“Terima kasih,” sahut Margot dan Martha bersamaan.

***

Setelah perlombaan itu, Margot dan Martha menjadi sahabat. Mereka saling berkirim surat. Banyak hal yang mereka tulis dalam surat masing-masing, termasuk tentang kalung dan liontin yang selalu menghiasi leher mereka.

Suatu hari Margot menerima surat dari Martha yang sangat mengejutkan. Margot menangis usai membaca surat itu. Tetapi Margot segera menenangkan diri dan telah mengambil sebuah keputusan.

Sementara itu Pak Hanibal semakin resah, karena belum memenuhi janjinya. Ia meminta pendapat Bu Hanibal.

“Aku takut Margot akan pergi dari rumah ini, bila ia tahu kita bukan orangtua kandungnya,” kata Pak Hanibal cemas.

“Apapun yang terjadi, kita harus menerimanya, Pak,” jawab Bu Hanibal.

Akhirnya Pak Hanibal memanggil Margot. Hari ini tibalah saat bagi Margot untuk tahu jati dirinya. Tetapi Pak Hanibal belum sempat bicara, ketika tiba-tiba Margot memeluknya. Sambil menangis, Margot berkata dengan suara tersendat-sendat.

“Terima kasih, Papa. Selama ini papa telah mengasuh dan menyayangi Margot,” kata Margot, lalu ganti memeluk Bu Hanibal.

“Terima kasih, Mama. Mama selalu baik pada Margot,” kata Margot memeluk erat Bu Hanibal.

Pak Hanibal dan Bu Hanibal saling pandang. Mereka sangat terharu, mata mereka berkaca-kaca. Mereka memeluk Margot penuh rasa bahagia.

Pak Hanibal merasa tak perlu lagi menceritakan jati diri Margot. Pak Hanibal yakin sekali bila Margot telah tahu siapa dirinya yang sebenarnya.

***SELESAI***

Suka
Favorit
Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)