Masukan nama pengguna
Warung Nasi Mpo Endah nampak sibuk siang itu. Para pembeli silih berganti berdatangan. Kehadiran mereka, tentu saja untuk mengisi perut kosong mereka setelah beraktivitas seharian.
Para pembelinya sangat beragam, Mpo Endah dapat mengetahui profesi pembeli di warung nasinya, dari cara berpakaian mereka. Dan menu makan yang dipesan tentunya.
Kata Mpo Endah, "Jika orang tersebut berpakaian kemeja putih, celana kain hitam, dan menentang map berwarna coklat. Itu sudah pasti, pembeli yang baru mau melamar kerja. Dan menu makan yang dipesannya pun, telur dadar sama tahu," ungkapnya.
"Masa sih bisa jadi bukan bu," sela Kaisa anak perempuannya.
"Sejauh ini, ibu tidak pernah melesat," kata Mpo Endah sedikit ragu.
Di warung nasinya terdapat ragam varian menu lauk pauk. Terlihat dalam etalase itu tersedia; ada ikan kembung, ada telur dadar, telur mata sapi balado, ayam goreng sambal ijo, semur jengkol kecap manis, dsb. Semua itu, Mpo Endah dan anak perempuannya mempersiapkan sejak masih pagi buta.
Namun siang itu, setelah bertahun-tahun Mpo Endah berjualan. Baru kali ini, ia secara tidak langsung dibuat nyesek. Bukan karena pembeli yang tidak menghargai masakannya.
Hanya saja, ada seorang pengunjung yang datang cuma memesan air putih dingin, ditawari makan pun menolaknya karena katanya, "Masih kenyang ibu, cuma pingin minum air putih dingin saja."
Sejenak Mpo Endah tertegun, lalu memanggil anak perempuannya, "Kaisa layani pemuda itu," pinta Mpo Endah.
Kaisa pun mengantarkan air putih dingin kepada seorang pemuda yang terlihat nampak letih. Pemuda itu, menyambut air putih yang ia pesan lantas meminumnya. Sepertinya pemuda itu begitu keharusan.
"Kali ini ibu tidak tahu apa profesinya," ucap Mpo Endah.
"Ya, emang kenapa dengan profesi seseorang?" tanya Kaisa heran.
"Profesi itu menentukan isi dompetnya nak."
"Ya terus, yang penting orang itu ada bayar kan bu."
"Bagaimana pemuda itu bisa bayar, coba liat bajunya, compang-camping, pesan hanya air putih, pasti ia gak punya uang nak. Jangan sampe kamu dapet suami kaya orang itu, amit, amit."
"Bu, jangan suuzon lagian sejak kapan coba ngurusin profesi orang lain."
"Bukan ngurusin tapi memilih lelaki mana yang cocok buat kamu."
"Akh, alasan ibu saja itu."
Diam-diam pemuda itu mendengar obrolan Mpo Endah dan anak perempuannya. Ia hanya bisa menghela nafas, menyadari kondisi dirinya sekarang ini. Bukan berarti dalam hati pemuda itu diam saja, hatinya berkata, "Ingin rasanya membalikkan keadaan semudah membalikkan telapak tangan namun aku ini siapa?"
Semakin siang, warung nasi Mpo Endah semakin ramai pembeli. Perhatian Mpo Endah tidak lagi tertuju kepada pemuda itu. Mpo Endah mulai sibuk melayani pembeli yang lain. Begitu pun dengan Kaisa ikut sibuk membantu ibunya.
Suasanya di warung nasi Mpo Endah mulai riuh oleh suara pembeli. "Mpo pesan ayam goreng minumnya teh manis tawar."
"Aku sama kerang ijo, semur jengkol, minumnya jeruk peras."
"Aku...."
Pembeli ada yang sudah dilayani dan ada juga yang masih menunggu pesanannya. Kaisa dan ibunya secara bergantian melayani dan mengantarkan pesanan.
Terkadang Mpo Endah ingin nambah karyawan, hanya saja suaminya tidak merestuinya. Alasannya, "Untuk apa nambah karyawan lebih baik keuntungan itu kita yang nikmatin. Kalau capek semua pekerjaan pun capek," katanya.
Tapi siang itu, suaminya Anton tidak terlihat. Padahal warung nasinya tengah banyak pembeli yang datang. "Ayah di mana sih bu?" Kaisa menanyakan ayahnya.
"Bilangnya ke pasar, soalnya stok ikan lele kan habis."
"Suka gitu, giliran lagi rame aja pergi," Kaisa sedikit kesal.
Suara sendok dan piring pun mulai terdengar beradu karena semua pembeli rupanya telah terlayani. Mpo Endah dan anaknya ada waktu untuk istirahat sejenak sebelum kemudian membereskan piring dan gelas yang kotor.
"Kaisa...," tegur ibunya.
"Apa bu?"
"Pemuda tadi ke mana?"
"Lah, belum sempet bayarkan bu."
"Ibu juga bilang apa, kostum pembeli menentukan isi dompetnya. Buruan ambil gelasnya dan cuci."
Kaisa pun mengambil gelas bekas pemuda itu. Ketika Kaisa hendak mengambilnya, di bawah gelas ada sebuah uang lima ribu. "Ibu memang suka suuzon, dia ada bayar loh bu," gerutu Kaisa.
Uang itu Kaisa ambil beserta gelasnya, hanya saja Kaisa dibuat terkejut setelah melihat uang tersebut. Kaisa sadar uang itu asli, yang membuat Kaisa tertegun terdapat sebuah tulisan.
Di uang itu tertulis, "Aku mungkin bukan siapa-siapa sekarang tapi bukan berarti aku tidak berbuat apa-apa."
Sejenak terlintas dalam ingatan Kaisa tentang obrola bersama ibunya beberapa saat yang lalu. "Apa pemuda itu mendengar obrola ku bersama ibu tadi?" gumam Kaisa dalam hati.
"Ibu benar kan, pemuda itu gak bayar."
"Ibu salah, pemuda itu ada bayar ada uang lima ribu di bawah gelasnya. Dan ibu tahu apa?"
"Apa?"
"Ada tulisan pada uang itu."
Kaisa menyerahkan uang itu kepada ibunya. Mpo Endah hanya terdiam, setelah membacanya. "Mungkinkah pemuda itu mendengar obrolan kita bu?"
"Entahlah ibu juga gak tahu," jawab Mpo Endah seakan tidak mau ambil pusing.
Waktu nyatanya senantiasa berputar. Begitu pun dengan musim silih berganti. Anak perawan menjadi buruan para bujang untuk dinikahi. Para balita beranjak mulai berbicara. Namun satu hal yang sulit berubah kenyamanan.
Empat tahun berlalu dan warung nasi Mpo Endah masih saja tetap ramai. Kaisa pun telah menikah dengan lelaki idamannya, Mpo Endah pun semakin tambah bersolek menjaga agar suaminya Pak Anton tidak berpaling ke lain hati.
"Ibu air putih dingin," suara itu membangunkan ingatan empat tahun silam.
"Ibu-ibu masih ingat dengan pemuda itu?" tanya Kaisa.
"Oh oh ya dan masih sama seperti dulu, pakai baju compang-camping, beruntung kamu tidak menikah dengannya."
"Eh ibu...."
"Sana, layani dia."
Kaisa pun kembali memberikan air putih dingin sebagaimana apa yang pemuda itu pesan.
"Ini airnya," kata Kaisa.
"Iya, terimakasih."
Kaisa pun meninggalkan pemuda itu, namun secara tiba-tiba ayahnya datang mendekat kepada pemuda itu. Dan terlihat keduanya seperti telah kenal dekat.
"Eh, Sahrul...."
"Ya pak."
"Ibu, Kaisa sini, ini ada Sahrul."
Kaisa dan ibunya terkejut dan heran, "Mengapa bisa mengenalnya?"
"Ini Sahrul bu, pemilik kalam ikan lele, ayah sering belanja ke tempatnya. Kolamnya banyak jadi bisa beli dengan harga murah," jelas Anton.
Mpo Endah sedikit tidak percaya karena penampilannya meragukan ditambah cuma pesan air minum saja. "Masa sih, pakaiannya tidak meyakinkan seorang bos ternak lele," ketus Mpo Endah.
"Kenyamanan sulit untuk diubah bu."
"Ibu tahu, Sahrul ini sederhana tapi uangnya banyak."
"Engga juga pak, masih banyakan ibu sama bapak."
"Awalnya Kaisa mau bapak jodohkan sama kamu, cuma anak itu malah milih...."
"Bapak mau bilang milih pilihan ibu, dan sekarang nganggur, mau bilang gitu?"